The Jokowi History Collection part introduction Created By DR Iwan Suwandy,MHA Limited E-Book In CD-ROM Special For Senior Collectors And Historian Copyrighy @ Dr Iwan 2014 INTRODUCTION Saya mulai tertarik dengan Jokowi saat pemimilu Daerah Gubernur DKI, dan kemudian saat Pilpres RI 2014 walaupun kemudian saya beralih ke capres PrabowoSubianto karena saya menginggat jasa ayahnta Prof Sumitro mendurukan fajultas Ekonomi di Padang sumatera Barat tempat kelahiran saya dan Prof Sumitro membantu perjuangan rakyat Sumatera Barat menentang Komunisme. Kemudian saya kembali tertarik dengan Jokowi karena Prabo tidak mengakuihasil PIlpres dan mengugatnya di Mkamah Konstitusi,sifatnya yang arogan membuat simpari saya menghilang walaupun saat Pemilu saya memilihnya. Untuk mengrahui bagaimana perlkembangan peranan presiden Indonesia Ke 7Widodo dengan wakilnya Moh Jusuf Kall(JK) saya akan mulai mengumpulkan informasi sejak kampanye Pemilu dimulai baik dari surat Kabar maupun dari internet,dan inilah hasilnya. Semoga Karya Tulis ini dapat menjadi masukan bagi generasi penerus,dimasa mendatanf. Selamat Pak Jokowi dan JK kami mengharapkan anda berdua dapat meningkatkan peran dan keberhasilan republic ndonesia baik dalam negeri maupun luar negeri seperti yang di diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia Jakarta Agustus 2014 Dr Iwan Suwandy,MHA ENGLISH VERSION


Biodata Joko Widodo
Nama : Joko Widodo alias: JOKOWI Tempat Tanggal Lahir: Surakarta, 21 Juni 1961 Agama : Islam Pekerjaan : Pengusaha Agama : Islam Profil Facebook : jokowi Akun twitter : jokowi_do2 Email: jokowi@indo.net.id Alamat Kantor : Jl. Jend. Sudirman No. 2 Telp. 644644, 642020, Psw 400, Fax. 646303 Alamat Rumah Dinas : Rumah Dinas Loji Gandrung Jl. Slamet Riyadi No. 261 Telp. 712004 HP. 0817441111 Pendidikan:
- SDN 111 Tirtoyoso Solo
- SMPN 1 Solo
- SMAN 6 Solo
- Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta lulusan 1985
Karir:
- Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990)
- Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996)
- Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007)
- Gunernur terpilih DKI Jakarta 2012
Asal Nama Julukan Jokowi
“Jokowi itu pemberian nama dari buyer saya dari Prancis,” begitu kata Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya dari mana muncul nama Jokowi. Kata dia, begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus, ‘Jokowi’. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang. Saat ini, Jokowi menjabat untuk periode kedua. Kemenangan mutlak diperoleh saat pemilihan wali kota tahun lalu. Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya, “Eh..itu Pak Joko.” PICTURE COLLECTIONS
poster collections
CARICATURE COLLECTIONS
read More Info jakarta firs lady mrs jokowi profile
Istri Jokowi:
Menang Kalah itu Risiko

source tribune news Isteri AHOK
Veronica Basuki T. Purnama
SIAPAKAH JOKO WIDODOD? WHOS IS JOKO WIDODO?


Biografi Jokowi (Joko Widodo)
Biografi Jokowi (Joko Widodo)
Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota Solo, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.

Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui moto “Solo: The Spirit of Java“. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran. Berkat prestasi tersebut, Jokowi terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″ oleh Majalah Tempo.
Asal Nama Julukan Jokowi
“Jokowi itu pemberian nama dari buyer saya dari Prancis,” begitu kata Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya dari mana muncul nama Jokowi. Kata dia, begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus, ‘Jokowi’. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang. Saat ini, Jokowi menjabat untuk periode kedua. Kemenangan mutlak diperoleh saat pemilihan wali kota tahun lalu. Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya, “Eh..itu Pak Joko.” Bagaimana ceritanya sehingga dia bisa dicintai masyarakat Solo? Kebijakan apa saja yang telah membuat rakyatnya senang? Mengapa pula dia harus menginjak pegawainya? Berikut wawancara wartawan Republika, Ditto Pappilanda, dengan Jokowi dalam kebersamaannya sepanjang setengah hari di seputaran Solo.

Sikap apa yang Anda bawa dalam menjalankan karier sebagai birokrat? Secara prinsip, saya hanya bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Saya enggak berpikir macam-macam, wong enggak bisa apa-apa. Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja. Bener, saya tidak muluk-muluk dan sebenarnya yang kita jalankan pun semua orang bisa ngerjain. Hanya, mau enggak. Punya niat enggak. Itu saja. Enggak usah tinggi-tinggi. Sederhana sekali. Contoh, lima tahun yang lalu, pelayanan KTP kita di kecamatan semrawut. KTP bisa dua minggu, bisa tiga minggu selesai. Tidak ada waktu yang jelas. Bergantung pada yang meminta, seminggu bisa, dua minggu bisa. Tapi, dengan memperbaiki sistem, apa pun akan bisa berubah. Menyiapkan sistem, kemudian melaksanakan sistem itu, dan kalau ada yang enggak mau melaksanakan sistem, ya, saya injak. Awalnya reaksi internal bagaimana? Ya biasa, resistensi setahun di depan, tapi setelah itu, ya, biasa saja. Semuanya kalau sudah biasa, ya semuanya senang. Ya, kita mengerti itu masalah kue, ternyata ya juga bisa dilakukan. Untuk mengubah sistem proses KTP itu, tiga lurah saya copot, satu camat saya copot. Saat itu, ketika rapat diikuti 51 lurah, ada tiga lurah yang kelihatan tidak niat. Enggak mungkin satu jam, pak, paling tiga hari, kata mereka. Besoknya lurah itu tidak menjabat. Kalau saya, gitu saja. Rapat lima camat lagi, ada satu camat, sulit pak, karena harus entri data. Wah ini sama, lah. Ya, sudah. Nyatanya, setelah mereka hilang, sistemnya bisa jalan. Seluruh kecamatan sekarang sudah seperti bank. Tidak ada lagi sekat antara masyarakat dan pegawai, terbuka semua. Satu jam juga sudah jadi. Rupiah yang harus dibayar sesuai perda, Rp 5.000. Anda juga punya pengalaman menarik dalam penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang kemudian banyak menjadi rujukan? Iya. Sekarang banyak daerah-daerah ke sini, mau mengubah mindset. Oh ternyata penanganan (PKL) bisa tanpa berantem. Memang tidak mudah. Pengalaman kami waktu itu adalah memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan. Lima tahun yang lalu, mereka saya undang makan di sini (ruang rapat rumah dinas wali kota). Saya ajak makan siang, saya ajak makan malam. Saya ajak bicara. Sampai 54 kali, saya ajak makan siang, makan malam, seperti ini. Tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah. Enggak usah di-gebukin.

Mengapa butuh tujuh bulan, mengapa tidak di tiga bulan pertama? Kita melihat-melihat angin, lah. Kalau Anda lihat, pertama kali mereka saya ajak ke sini, mereka semuanya langsung pasang spanduk. Pokoknya kalau dipindah, akan berjuang sampai titik darah penghabisan, nyiapin bambu runcing. Bahkan, ada yang mengancam membakar balai kota. Situasi panas itu sampai pertemuan ke berapa? Masih sampai pertemuan ke-30. Pertemuan 30-50 baru kita berbicara. Mereka butuh apa, mereka ingin apa, mereka khawatir mengenai apa. Dulu, mereka minta sembilan trayek angkot untuk menuju wilayah baru. Kita beri tiga angkutan umum. Jalannya yang sempit, kita perlebar. Yang sulit itu, mereka meminta jaminan omzet di tempat yang baru sama seperti di tempat yang lama. Wah, bagaimana wali kota disuruh menjamin seperti itu. Jawaban saya, rezeki yang atur di atas, tapi nanti selama empat bulan akan saya iklankan di televisi lokal, di koran lokal, saya pasang spanduk di seluruh penjuru kota. Akhirnya, mereka mau pindah. Pindahnya mereka saya siapkan 45 truk, saya tunggui dua hari, mereka pindah sendiri-sendiri. Pindahnya mereka dari tempat lama ke tempat baru saya kirab dengan prajurit keraton. Ini yang enggak ada di dunia mana pun. Mereka bawa tumpeng satu per satu sebagai simbol kemakmuran. Artinya, pindahnya senang. Tempat yang lama sudah jadi ruang terbuka hijau kembali. Omzetnya di tempat yang baru? Bisa empat kali. Bisa tanya ke sana, jangan tanya saya. Tapi, ya kira-kira ada yang sepuluh kali, ada yang empat kali. Rata-rata empat kali. Ada yang sebulan Rp 300 juta. Itu sudah bukan PKL lagi, geleng-geleng saya. Bagaimana dengan PKL yang lain? Setelah yang eks-PKL Banjarsari pindah, tidak sulit meyakinkan yang lain. Cukup pertemuan tiga sampai tujuh kali pertemuan selesai. Sampai saat ini, kita sudah pindahkan 23 titik PKL, tidak ada masalah. Lha yang repot sekarang ini malah pedagang PKL itu minta direlokasi. Kita yang nggak punya duit. Sampai sekarang ini, masih 38 persen PKL yang belum direlokasi. Jadi, kalau masih melihat PKL di jalan atau trotoar, itu bagian dari 38 persen tadi.

Tampaknya, pemberdayaan pasar menjadi perhatian Anda? Oiya. Kita sudah merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Jika dikelola dengan baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar. Dulu, ketika saya masuk, pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar, parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, kok. Ini yang harus dilihat. Asal manajemennya bagus, enggak rugi kita bangun-bangun pasar. Masyarakat-pedagang terlayani, kita dapat income seperti itu. Sementara kalau mal, enggak tahu saya, paling bayar IMB saja, kita mau tarik apa? Makanya, mal juga kita batasi. Begitu juga hypermarket kita batasi. Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80 yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan. Tapi, sepertinya Pasar Klewer belum tersentuh ya, kondisinya masih kurang nyaman? Klewer itu, waduh. Duitnya gede sekali. Kemarin, dihitung investor, Rp 400 miliar. Duit dari mana? Anggaran berapa puluh tahun, kita mau cari jurus apa belum ketemu. Anggaran belanja Solo Rp 780 miliar, tahun ini Rp 1,26 triliun. Tidak mampu kita. Pedagang di Klewer lebih banyak, 3.000-an pedagang, pasarnya juga besar sekali. Di situ, yang Solo banyak, Sukoharjo banyak, Sragen banyak, Jepara ada, Pekalongan ada, Tegal ada. Batik dari mana-mana. Tapi, saya yakin ada jurusnya, hanya belum ketemu aja. Soal pendidikan, di beberapa daerah sudah banyak dilakukan pendidikan gratis, apakah di Solo juga begitu? Kita beda. Di sini, kita menerbitkan kartu untuk siswa, ada platinum, gold, dan silver. Mereka yang paling miskin itu memperoleh kartu platinum. Mereka ini gratis semuanya, mulai dari uang pangkal sampai kebutuhan sekolah dan juga biaya operasional. Kemudian, yang gold itu mendapat fasilitas, tapi tak sebanyak platinum. Begitu juga yang silver, hanya dibayari pemkot untuk kebutuhan tertentu. Itu juga yang diberlakukan untuk kesehatan? Iya, ada kartu seperti itu, ada gold dan silver. Gold ini untuk mereka yang masuk golongan sangat miskin. Semua gratis, perawatan rawat inap, bahkan cuci darah pun untuk yang gold ini gratis.

Tampaknya, sekarang masyarakat sudah percaya pada Anda, padahal di awal terpilih, banyak yang sangsi? Yah, satu tahun, lah. Namanya belum dikenal, saya kan bukan potongan wali kota, kurus, jelek. Saya juga enggak pernah muncul di Solo, apalagi bisnis saya 100 persen ekspor. Ada yang sangsi, ya biar saja, sampai sekarang enggak apa-apa. Mau sangsi, mau menilai jelek, terserah orang. Dulu, apa niat awalnya jadi wali kota? Enggak ada niat, kecelakaan. Ndak tahu itu. Dulu, pilkada pertama, kita dapat suara 37 persen, menang tipis. Wong saya bukan orang terkenal, kok. Yang lain terkenal semuanya kan, saya enggak. Tapi, kelihatannya masyarakat sudah malas dengan orang terkenal. Mau coba yang enggak terkenal. Coba-coba, jadi saya bilang kecelakaan tadi itu memang betul. Hal apa yang paling mengesankan selama Anda menjadi wali kota? Paling mengesankan? Paling mengesankan itu, kalau dulu, kan, wali kota mesti meresmikan hal yang gede-gede. Meresmikan mal terbesar besar misalnya. Tapi, sekarang, gapura, pos ronda, semuanya saya yang buka, kok. Pos ronda minta dibuka wali kota, gapura dibuka wali kota, ya gimana rakyat yang minta, buka aja. Ya, kadang-kadang lucu juga. Tapi kita nikmati. Apa kesulitan yang paling pertama Anda temui saat menjabat sebagai wali kota? Masalah aturan. Betul. Kita, kalau di usaha, mencari yang se-simpel mungkin, seefisien mungkin. Tapi, kita di pemerintahan enggak bisa, ada tahapan aturan. Meskipun anggaran ada, aturannya enggak terpenuhi, enggak bisa jalani. Harusnya, bisa kita kerjain dua minggu, harus menunggu dua tahun. Banyak aturan-aturan yang justru membelenggu kita sendiri, terlalu prosedural. Kita ini jadi negara prosedur. Apa pertimbangannya saat Anda mencalonkan untuk kali kedua? Sebetulnya, saya enggak mau. Mau balik lagi ke habitat tukang kayu. Saat itu, setiap hari datang berbondong-bondong berbagai kelompok yang mendorong saya maju lagi. Mereka katakan, ini suara rakyat. Saya berpikir, ini benar ndak, apa hanya rekayasa politik. Dua minggu saya cuti, pusing saya mikir itu. Saya pulang, okelah saya survei saja. Saya survei pertama, dapatnya 87 persen. Enggak percaya, saya survei lagi, dapatnya 87 persen lagi.

Setelah survei itu, saya melihat, benar-benar ada keinginan masyarakat. Jadi, yang datang ke saya itu benar. Dan ternyata memang saya dapat hampir 91 persen. Saya lihat ada harapan dan ekspektasi yang terlalu besar. Perhitungan saya 65-70 persen. Hitungan di atas kertas 65:35, atau 60:40, kira-kira. Ada kekhwatiran tidak, ketika lepas jabatan, semua yang Anda bangun tetap terjaga? Pertama ada blueprint, ada concept plan kota. Paling tidak, pemimpin baru nanti enggak usah pakai 100 persen, seenggaknya 70 persen. Jangan sampai, sudah SMP, kembali lagi ke TK. Saya punya kewajiban juga untuk menyiapkan dan memberi tahu apa yang harus dilakukan nantinya.
Biodata Joko Widodo
Nama : Joko Widodo Tempat Tanggal Lahir: Surakarta, 21 Juni 1961 Agama : Islam Pekerjaan : Pengusaha Agama : Islam Profil Facebook : jokowi Akun twitter : jokowi_do2 Email: jokowi@indo.net.id Alamat Kantor : Jl. Jend. Sudirman No. 2 Telp. 644644, 642020, Psw 400, Fax. 646303 Alamat Rumah Dinas : Rumah Dinas Loji Gandrung Jl. Slamet Riyadi No. 261 Telp. 712004 HP. 0817441111 Pendidikan:
- SDN 111 Tirtoyoso Solo
- SMPN 1 Solo
- SMAN 6 Solo
- Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta lulusan 1985
Karir:
- Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990)
- Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996)
- Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007)
Penghargaan:
- Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″
- Menjadi walikota terbaik tahun 2009
- Pak Joko Widodo jg meraih penghargaan Bung Hatta Award, atas kepemimpinan dan kinerja beliau selama membangun dan memimpin kota Solo.
- Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Award
Selain itu, berkat kepemimpinan beliau (dan tentunya semua pihak yg membantu), kota Solo jg banyak meraih penghargaan, di antaranya
- Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah
- Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
- Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan
- Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum
- Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesiaa
FEUI berdiri pada tanggal 18 September 1950 dan saat ini terletak di Kampus UI Depok. Kelahiran fakultas ini bermula ketika Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) memisahkan diri dan memilih untuk berdiri secara independen dengan membentuk fakultas baru, yaitu Fakultas Ekonomi. Pada saat yang bersamaan mahasiswa Akademi Nasional yang juga mengkaji ilmu ekonomi bergabung dengan fakultas baru tersebut. Maka jadilah mereka sebagai mahasiswa angkatan pertama di FEUI. Pada tahun-tahun awal kelahiran FEUI, Kegiatan perkuliahan berlangsung dengan kondisi darurat. Ketika itu, jumlah staf pengajar sangat terbatas, dan hanya ada satu pengajar yang berkebangsaan Indonesia di sana, yaitu Prof. MR. R. Soenario Kolopaking yang juga menjadi dekan pertama FEUI. Kegiatan perkuliahan diadakan di tiga tempat, yaitu Aula Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di Jalan Tambak, Gedung Kesenian Pasar Baru dah Gedung Adhoc Stat (yang sekarang bappenas di jalan Diponegoro). Urusan administrasi pun harus ditangani oleh mahasiswa sendiri. Pada tahun 1951, Prof. Soenario selaku Dekan FEUI menyatakan mengundurkan diri. Beberapa perwakilan mahasiswa angkatan pertama kemudian menemui Dr. Soemitro dan memintanya menjadi Dekan FEUI, dan ia menyetujuinya. Kesediaan Soemitro—walaupun saat itu belum menjadi guru besar—merupakan penyelesaian bagi masalah kepemimpinan FEUI. Pada masa kepemimpinan Dr. Soemitro ini, FEUI mengirimkan beberapa asisten peneliti untuk tugas belajar di berbagai universitas di Amerika Serikat dengan dukungan dana dari Ford Foundation. Selain itu, FEUI juga mendatangkan staf pengajar dari AS, dan dengan sendirinya mengurangi dominasi pengajar berkebangsaan Belanda di kampus. Jurusan yang ada di FEUI juga ditambah, dari yang awalnya hanya mempunyai satu jurusan (Ekonomi Perusahaan), dikembangkan menjadi tiga jurusan, yaitu Ekonomi Umum, Sosiologi Ekonomi, dan Ekonomi Perusahaan. Kegiatan FEUI pada periode ini mulai meluas ke bidang penelitian, yang dilakukan melalui Seminar Ekonomi Perusahaan dan Balai Penyelidikan Masyarakat. Selanjutnya Balai Penyelidikan Masyarakat berubah menjadi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat tahun 1953. Pada tahun 1964, Prof. Widjojo Nitisastro ditunjuk sebagai Dekan FEUI. Belaiu adalah dekan pertama yang merupakan lulusan FEUI. Pada masa terjadi perubahan yang cukup banyak terutama dalam pembentukan institusi pendukung. Lembaga yang pertama dibentuk oleh Widjojo ini adalah Lembaga Demografi, tahun 1964. Tahun berikutnya menyusul pembentukan Laboratorium Statistik. Dalam bidang akademik, perubahan terjadi menyangkut awal tahun ajaran, dari bulan September menjadi Februari, namun hal ini terjadi lebih dikarenakan oleh krisis politik Indonesia. Pada tahun-tahun berikutnya, FEUI berkembang dengan pesat. Pada masa kepemimpinan Prof. Ali Wardhana (1968-1978), Iluni FEUI dibentuk. Pada tahun 1982, sistem perkuliahan berubah dari sistem tingkat ke sistem SKS. Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Mohammad Arsjad Anwar (1988-1994), kampus FEUI di Salemba dipindahkan ke kampus UI Depok. Hingga saat ini, FEUI telah dipimpin oleh 15 Dekan. Jabatan Dekan saat ini dipegang oleh Ari Kuncoro yang terpilih untuk masa jabatan 2013-2017
SUMITRO: SOEHARTO LEMAH TERHADAP ANAK-ANAKNYA
Perintahnya bukan hanya diculik, tapi mungkin lebih jauh lagi.
Ketika Letjen TNI Prabowo Subianto dipecat dari ABRI, banyak mata menatap ke arah Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo—ayah Prabowo yang juga mantan Menteri Perdagangan dan Menristek pada pemerintahan Soeharto. Menjelang turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, Sumitro sempat melontarkan sejumlah kritik keras terhadap kepemimpinan presiden yang juga besannya itu. Lalu apa yang dirasakannya ketika Prabowo dipecat? Apa pula pandangannya tentang 32 tahun kekuasaan Soeharto? DeTAK beruntung berkesempatan mewawancarai guru besar ekonomi UI yang oleh sejumlah kalangan digelari sebagai “Ayatullah” ekonomi Indonesia itu. Berikut petikan wawancara yang dilakukan di rumahnya hari Minggu (6/9/1998) sore lalu: Menurut Anda, apa yang paling krusial dari keadaan sekarang ini? Yang menamakan diri pemerintahan, agregate kenegaraan itu memerlukan legitimasi. Sekarang yang ada baru legalitas. Saya mengadakan pembedaan antara legality (keabsahan hukum) dan legitimacy (pengakuan mandat rakyat—Red.). Legality bisa saja dibikin dan sekarang ini memang dibikin. Tapi legitimacy atau mandat dari rakyat itu belum. Indikasinya? Sekarang itu masyarakat kita, dunia lembaga formal, DPR/MPR, semua sedang resah terus. Begitu juga para politisi yang kurang puas, para profesional, para akademisinya ribut terus. Semua menghendaki reformasi, tapi apa reformasi yang dimaui, kurang jelas. Ini yang secepatnya harus diatasi. Dengan situasi seperti ini, bagaimana cara memenangkan kepercayaan rakyat dan dunia luar? Salah satunya lewat pemilu. Tapi pemilu yang pelaksanaannya dengan undang-undang pemilihan yang sudah direformasi, yang sudah dijanjikan. Walau pasti tidak mungkin perfek, tapi itu kan legal formal sekaligus legitimasi yang diperlukan. Tapi bagaimana bila ternyata ABRI masih bersikeras mendukung hanya Golkar? Mungkin ABRI tidak melihat alternatif lain selain Golkar. Apa tidak mungkin sikap ini merupakan kelanjutan budaya politik selama tiga puluh tahun yang diwariskan Soeharto? Memang budaya politik yang saya rasa tertanam selama 32 tahun, merupakan hambatan dari demokrasi tulen. Tentang hak rakyat dan kedaulatan rakyat, dalam benak, pikiran dan perasaan masyarakat sekarang ini masih pada pengertian siapa yang punya legalitas itu dominan. Pokoknya, seolah yang berkuasa selalu benar terus. Kembali ke masalah Pak Harto. Dalam kaitan psiko-politik Pak Harto ditempatkan sebagai masih memainkan peran penting, menurut Anda? Bahwasanya orang-orang masih melihat di belakang Habibie dan Wiranto ada bayangan Soeharto, itu juga psikologis sifatnya. Tapi saya nggak lihat itu. Saya rasa, saya kenal besan saya itu dengan baik, walaupun nggak tahu seluruhnya, tapi saya pernah bekerja dekat dengan dia. Pandangan Anda terhadap Pak Harto yang sekarang banyak menerima hujatan? Saya rasa masalahnya lain dulu lain sekarang. Pada awal bekerja dengan Pak Harto, waktu itu menurut saya dia baik dan hebat. Selama 10 tahun sebagai pembantu presiden, kita para teknokrat berhasil membangun, dan gawatnya ekonomi bisa diatasi. Karena kita bisa percaya dan bisa mengandalkan dia secara sepenuhnya. Masa itu dia benar-benar pegang janji dan kata-katanya. Begitu banyak kritik di luar negeri, dan untuk setiap kesalahan yang dilakukan oleh menteri-menterinya, Pak Harto selalu bersikap, “Sudahlah saya tanggung jawab.” Hebatnya di situ. Sekarang ini bagaimana? Sesudah itu memang ada perubahan. Seingat saya, 10 tahun terakhir ini yang paling kentara buat saya. Permasalahan intinya apa? Dua hal, terlalu lemah terhadap anak-anaknya dan pengaruh yang sangat merugikan masyarakat dan negara dari kelakuan anak-anaknya. Dan selain itu Soeharto terlalu lama berkuasa, kombinasi dua itulah yang terbaca oleh saya. Di satu sisi betul bahwa anak-anaknya juga turut menciptakan suasana yang tidak menguntungkan. Tapi apakah ada kemungkinan bahwa sebetulnya the real Soeharto ya seperti itu. Seperti tuduhan rakus harta dan haus kekuasaan. Menurut Anda? Haus kekuasaan mungkin. Tapi greedy material thing (rakus harta benda), arahnya menurut saya, pribadinya loh, itu tidak. Jadi dia ambil kekayaan supaya kekuasaan semakin kuat terkonsentrasi padanya. Seperti kasus yayasan-yayasan, semua itu untuk kekuasaan. Dia jadikan salah satu sumber dana menghimpun kekuatan untuk mempengaruhi orang lain. He needs money to buy power, lebih mengarah ke sana. Tapi memang… pengaruh anak-anaknya besar sekali. Perhatian pada anak yang berlebihan ini, sebagai mantan menteri dan besan, adakah penjelasan rasional yang Anda bisa sampaikan? Mungkin begini… Saya pernah membicarakan masalah ini dengan orang tua saya, ibu saya. Memang ada semacam beban kejiwaan masa lalu. Suatu waktu dalam satu acara keluarga, waktu saya berusaha memperkenalkan keluarga kami dan nanya perihal keluarga Pak Harto, tanpa saya duga dia berbicara dengan sangat intens mengenai masa lalu dirinya. Tepatnya kapan kejadian itu? Oh, itu saat saya melamar Titiek (untuk jadi isteri Prabowo—Red.). Yah, ini saya buka sekalian saja. Pak Harto bercerita bahwa sewaktu dia masih dalam kandungan, ibunya sudah mengasingkan diri dari dunia keduniaan. “Jadi sejak lahir saya sebenarnya enggak kenal ibu kandung saya. Jadi saya besar di desa. Saya jadi rebutan saat saya umur 10 tahun, antara keluarga yang mengasuh saya dengan bapak kandung saya. Kemudian saya dikompromikan ditaruh di Wonogiri, di keluarga mantri, bapaknya Sudwikatmono. Makanya Sudwikatmono lebih dari saudara kandung….” Begitu menurut ceritanya.
Makna dari peristiwa itu? ltulah yang membuat dirinya berlebih terhadap anak-anaknya. Karena tidak mau anak-anaknya bernasib seperti masa kecilnya yang gelap keluarga dan kasih sayang orang tua aslinya. Makanya sekarang ia tebus dengan memberikan segalanya pada anak-anaknya. Artinya, dalam hal ini posisi anak di sini dengan posisi bangsa dan negara, menurut Anda, kira-kira kalau Pak Harto disuruh mengambil pilihan, dia akan memilih yang mana? Nyatanya dia pilih anaknya. Kenapa? Saudara tadi bicara soal sindrom, saya rasa dia juga terbiasa merasakan ungkapan l‘Etat c’est moi, negara adalah saya. Itu ‘kan sindrom budaya keraton juga, tuh. Seperti Amangkurat VII, bukan Amangkurat I. Anda sebagai besan pernah nggak menegur? Mungkin saya satu-satunya. Dua kali tentang anaknya. Saya dengar bahwa Benny Moerdani juga pernah singgung itu, tapi dimarahi. Saya dengar dari Sudharmono. Saya datang ke dia, nggak tahu persis kapan, mungkin kira-kira 6-7 tahun lalu, dua kali saya nanya di Cendana. Saya kan Ketua Umum IKPN (Ikatan Koperasi Pegawai Negeri), saya sampaikan bahwa putra-putra Bapak sudah menjadi isu politik. Saya sengaja nggak mengritik, hanya menyampaikan fakta saja. Dia diam, tidak ada perubahan. Saya nggak tahu apa dia marah atau dia terima. Waktu saya pamit, di pintu dia bilang, “Iya Pak Mitro, saya menyadari anak-anak saya terkena isu politik.” Nah, saya kan lega. Mengapa hasilnya tetap sama, tak ada perubahan berarti? Wah, itu yang saya sulit mengerti… Bagaimana Anda memposisikan Pak Harto sebagai seorang besan? Ini hubungan yang sifatnya pribadi, jadi saya akan bicara secara umum saja. Saya kira tidak usahlah menilai hubungan pribadi dalam konteks pembicaraan ini. Saya tidak pernah membantah bahwa saya mempunyai utang budi politik kepada Soeharto, sebab dialah yang memungkinkan saya kembali ke tanah air dari pengasingan. Dia sengaja mengirim Ali Moertopo untuk menemui saya dan meminta saya pulang. Akan tetapi utang budi saya yang paling utama dan lebih luas lagi ialah kepada rakyat dan masyarakat bangsa saya. Di kala kepentingan rakyat dilanggar, dan ini terjadi beberapa kali dalam pengalaman saya, waktu itu juga saya harus berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Kalau Anda sendiri terhadap anak-anak Anda bagaimana? Waktu Hashim (adik Prabowo) selesai sekolah, saya masih dalam kabinet. Ketika dia mengatakan mau bisnis di Indonesia, saya jawab, “Selama saya masih jadi menteri, Please… Not in Indonesia!” Makanya dia kerja di luar waktu itu. November 1977, saya datang kepada Pak Harto, lalu saya katakan, “Nanti tahun 1978 saudara akan mempertimbangkan susunan kabinet, saya jangan dimasukkan lagi, saya sudah mendekati 60 tahun…. Hashim itu mau berkarir di bidang bisnis, selama saya masih dalam pemerintahan nggak saya perkenankan….” Jawaban Pak Harto? You know what he said, yang mengejutkan dia bilang soal Hashim… “Kalau begitu Pak Mitro enggak adil terhadap anak-anak.” Nah, coba itu kan pandangan yang sangat berbeda. Sementara saya selalu anjurkan kepada anak-anak saya untuk tidak bergantung pada bantuan dan kemampuan orang tua. Maklum etos itu telah saya tanamkan sejak saya jadi buron politik di zaman pemerintahan Bung Karno. Hidup di luar negeri itu harus mandiri. Kalau soal anak, Pak Harto memang sangat lemah dan di situlah kelemahannya yang mendasar. Sebagai ayah, Anda sendiri bagaimana menghadapi kasus Prabowo ini? Begini, saya mulai dengan dua hal dulu. Saya mengingatkan apa yang pernah saya bilang selalu sebagai prinsip dasar yang tak dapat ditawar-tawar lagi oleh setiap anggota keluarga: unequivocally, human dignity, dan social justice merupakan hal yang harus selalu dijunjung tinggi. Tanpa itu, mau jadi apa kita?! Saya nggak bisa membayangkan menghadapi situasi sekarang. Itu pertama. Kedua, dengan situasi sekarang saya sekeluarga mendukung segenap langkah yang bertujuan menegakkan keadilan masyarakat, termasuk dalam kasus Prabowo. Mengadili perwira dalam tata cara yang tidak fair dan tidak kesatria itu yang tidak saya setuju. Dalam kaitan human dignity dan human right, jangan atasan harus selalu benar…. Saya masih ingat tahun pertama dia di Akabri, taruna di situ diajar untuk “kejam” sekali. Taruna kedua, ketiga, itu boleh apa saja terhadap juniornya. Di West Point nggak boleh begitu. Jadi darnpak dari budaya pendidikan seperti itu, saya rasa sekarang it is danger, apalagi seperti menghadapi Raja Jawa ini (Soeharto—Red.), jenderal-jenderal nggak berani.
Kembali pada kasus Prabowo, bagaimana dia sebagai militer dalam pandangan Anda? Dalam beberapa hal Bowo mungkin kompromi. Seperti saya kasih kasus di Timor Timur itu, nggak mungkin sama komando membangkang atasannya. Tapi ada kasus dia ternyata membangkang. Karena tidak mau nurut perintah disuruh membunuh tawanan perang yang tak bersenjata. Saya mendukung langkah-langkah dia yang seperti itu, walau terkena sanksi tak apalah. Termasuk yang sekarang? Kasus Bowo khusus kali ini kok seakan-akan asas keadilan ini jadi kabur. Karena, pertama, Prabowo pada khususnya dan Kopassus pada umumnya, seolah yang paling bersalah dan satu-satunya yang dipersalahkan. Bahwa ada berbagai instansi dan kesatuan yang terlibat, mengapa harus ditutup-tutupi? Toh semua yang terjadi merupakan satu paket program, untuk menegakkan kekuasaan, status quo. Jadi, dalam kasus Prabowo, Anda bukan tidak setuju untuk diusut tuntas? Caranya itu, loh. Dan, ini kan juga diakui oleh bekas-bekas korban penculikan. Mereka tidak ingin hanya Kopassus. Dengan dibawa ke Kramat (wilayah komando Kodam V Jaya—Red.), jelas yang terlibat bukan hanya Kopassus. Tapi mengapa semua seolah-olah terpusat ke Bowo, semua kecaman ditujukan ke dia?! Apakah seorang Prabowo begitu berkuasa hingga bisa perintah sana-sini ke berbagai daerah dan institusi? Padahal, menurut seorang mantan Kasad, seperti ditulis DeTAK, kalau dalam ABRI ada oknum yang salah itu dua tingkat di atas kena, turut bertanggung jawab. Sebagai Danjen Kopassus kan dia punya dua atasan, KSAD dan Pangab waktu itu, mereka nggak mungkin nggak tahu, seharusnya mereka tahu! Tapi ada juga kebiasaan yang mengatakan bahwa bisa saja mereka nggak tahu karena… Maksud Saudara adanya Pangti? Yak, seperti yang dibenarkan oleh Hasnan Habib, Pangti itu (Soeharto—Red.) punya kebiasaan untuk langsung kasih perintah ke bawahan tanpa menghiraukan tingkat-tingkat hierarki. Saya itu sebagai menteri kadang-kadang di-by pass (dipotong). Nah, itu kebiasaan Raja Jawa. Tapi bagi dia that’s right. Jadi tidak pernah ada keberanian mengungkap secara kesatria tentang KSAD, Pangab, dan Pangti. Kalau yang tiga ini dipertanyakan baru ada pengertian justice, keadilan, that’s about it. Hal lain yang Anda anggap sebagai penyimpangan keadilan? Intinya seperti tadi itu, tapi cara pemberitaan dari sementara kalangan media dari dalam maupun luar negeri juga patut disesalkan, karena banyak berita cenderung mengandung hukuman. Seolah tidak ada asas praduga tak bersalah yang dipegang. Sudah cenderung menghakimi. Beberapa di antaranya tidak segan-segan membikin profil-profil personality yang sudah menodai tabiat pribadinya.
Seperti apa misalnya? Salah satu media menulis, Prabowo kemarin pergi umroh dan sekarang dia entah di mana… Padahal jelas dia ada di sini. Untung Gus Dur turut membantah isu tersebut. Kemarin, tanggal 1 September, kita merayakan ulang tahun istri saya. Bowo ada di sini dengan Titiek dan anaknya. Jadi apa maksud melancarkan pemberitaan yang menyudutkan itu? Ini kan sudah merusak citra pribadi dan nilai personality dia (Prabowo). Mengapa tidak secara resmi dilakukan bantahan? Saya enggak mau seakan-akan karena dia itu anak saya maka saya bela-bela, kita hanya ingin melihat ada justice, keadilan. Harapan saya hanyalah adanya perlakuan dan tanggapan terhadap Prabowo secara adil dan lancar. Tapi mengapa asas keadilan seakan-akan jadi kabur? Tentu saya enggak mau bilang bahwa dia itu seluruhnya benar, tapi semua salah pun saya tidak berani katakan. Tapi kenapa dari keluarga Bapak seringkali tidak menggunakan hak jawab? Karena, pertama, dalam proses ini kan Bowo terus-menerus diproses dalam DKP, kita tidak mau tambah mempersulit kedudukannya. Jangan sampai ada distorsi atas tragedi yang ada. Dengan dipecatnya Bowo, bagaimana perasaan sebagai seorang ayah? Sedih tentunya. Karena saya tahu Bowo… Dia itu kan hanya menjalankan perintah. Sebagai militer, sulit saya untuk sepenuhnya menyalahkan dia. Kalau dia seorang sipil, jelas dia telah melanggar hak asasi manusia. Tapi kalau memang mau mengusut sesuatu, hendaknya bersifat menyeluruh. Maksud Anda? Cari siapa dalang sesungguhnya di balik berbagai peristiwa. Mengapa tidak usut tuntas kasus Tanjung Priok, Kasus Lampung, dan lainnya? Kalau bicara keadilan, artinya posisi Pangti pun harus dipertanyakan? Iya, dong. Asal-usulnya dari sana kok. Mengapa tidak usut tuntas kasus Tanjung Priok, Lampung, dan lainnya? Siapa yang paling bertanggung jawab? Saya katakan ini bukan dengan dasar dendam atau sentimen. Saya bukan pendendam. Dulu saya jadi buronnya Bung Karno, tapi hubungan saya dengan Bu Fatmawati sangat baik. Jadi semata-mata hal ini saya lakukan karena menegakkan keadilan sudah menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat luas. Bicara soal keadilan, dalam hal DKP yang harus menggunakan norma-norma militer dalam menegakkan kehormatan perwira, kesan Anda bagaimana? Saya sendiri kurang tahu persis apa yang terjadi. Bowo juga enggak mau banyak omong selama proses ini. Tapi kadang-kadang kan ada kebocoran juga. Bukan dari Bowo saja, tapi ada lah yang lapor. Saya ‘kan dulu mengajar di mana-mana, di Seskoad, Seskogab, Lemhanas, dan masih banyak lagi. Kenyataannya, proses belum selesai tapi hukuman sudah dijatuhkan, bagaimana Anda menanggapi hal ini? Dari sudut legalitas kan segalanya sudah diserahkan pada Pangab. Apa ada kemungkinan proses pengusutan berkembang sampai ke tingkat yang lebih tinggi, jawabannya ya dan tidak. Saya merasa kemungkinan ada juga keseganan untuk meneruskan. Kalau toh dianggap secara legalitas final, secara morality sebenarnya belum final. Khusus dalam kasus putra Anda, Prabowo? Yah, kalau saudara mau bersikap kritis, coba bertanya; mengapa 9 (sembilan) aktivis yang diculik selamat semuanya, tapi yang 14 (empat belas) lainnya masih hilang sampai hari ini, apa ya mereka masih hidup? Maksud Anda? Karena yang sembilan orang itu, memang sepengetahuan Bowo dan dibebaskan dengan selamat atas kehendak Bowo pribadi. Maksud kata “pribadi” dalam kaitan ini? Karena perintahnya tidak begitu. Bagaimana perintah itu sebenarnya? Perintahnya bukan hanya diculik, tapi mungkin lebih jauh lagi. Dihabiskan maksudnya? (Menjawab hanya dengan anggukkan kepala sambil menyimpan suatu perasaan yang terkesan sangat dalam). Setahu Anda siapa yang memerintahkan Prabowo melakukan hal itu? Siapa lagi kalau bukan seseorang yang sangat berkuasa? *) Dimuat di Tabloid DETAK No. 09/I, 8-14 September 1998.
Kelebihan Prabowo sebagai Capres 2014
Beberapa pembaca menanyakan tentang penyebab Prabowo Subianto menduduki posisi teratas sebagai calon presiden paling disukai rakyat. Berbagai sebab saling terkait yang menyebabkan dukungan tinggi terhadap mantan Komandan Jenderal Kopassus pada masa Soeharto itu. Pertama, Prabowo Subianto memiliki karakter sebabagi pemimpin. Buktinya beliau memimpin banyak organisasi selepas pensiun sebagai militer. Kedua, Prabowo memiliki partai, Partai Gerindra. Dengan memiliki partai publik menjadi jelas akan arah pencalonannya. Prabowo berbeda dengan para tokoh lain yang tidak memiliki partai seperti Mahfud MD, Anies Baswedan, Dahlan Iskan. Ketiga, Prabowo berasal dari suku Jawa. Mau tidak mau, suka tidak suka mayoritas penduduk tinggal di pulau Jawa. Faktor Jawa Prabowo menjadi nilai lebih. Keempat, Prabowo beragama Islam. Meski primordialisme semakin terkikis, namun pada kenyataannya sebagian besar masyarakat masih sangat kental dengan semangat segergitas. Ini dibuktikan dengan beberapa pilgub yang dimenangkan justru oleh kelompok kader pengusung semangat segregitas-primordialis seperti PKS misalnya. Kelima, Prabowo hanya membutuhkan kehormatan sebagai presiden. Prabowo sudah memiliki kekayaan yang didapatkan secara sah bukan karena korupsi seperti yang dilakukan oleh banyak partai. Keenam, Prabowo adalah sosok nasionalis yang mampu menjaga tanah air, pulau dan perairan Indonesia dan akan membela sampai titik darah penghabisan. Prabowo pernah membuktikan dengan berbagai operasi di Papua, Timor Timur. Prabowo akan membebaskan Sipadan-Ligitan dari genggaman Malaysia. Ketujuh, Prabowo laki-laki. Di Indonesia masyarakat Islam tradisional dan jumud dengan diwakili oleh Ustadz Wahabi selalu mendorong anti calon presiden perempuan. Contoh Megawati ditolak oleh MPR menjadi Presiden meskipun PDIP pemenang Pemilu 1999. Melihat 7 kekuatan dan kelebihan Prabowo Subianto tersebut sudah selayaknya Prabowo memimpin dalam berbagai polling dan survey. Namun demikian musuh politik Prabowo seperti PKS – yang pada zaman Soeharto kelompok Islam dimarjinalisasikan – menjadikan Prabowo sebagai musuh. Prabowo selalu dituduh oleh kalangan kiri dan kelompok LSM kampung sebagai orang yang terlibat dalam kasus Operasi Mawar yang tidak pernah terbukti. Semakin besar dan tinggi elektabilitas Prabowo, semakin kencang tolakan dan upaya musuh yang tidak nasionalis menghadang Prabowo. Namun bukti elektabilitas tinggi Prabowo menunjukkan masyarakat sudah paham kampanye kotor terhadap Prabowo. Selamat datang Presiden Prabowo. Salam bahagia ala saya.
Ini Kelebihan dan Kelemahan Prabowo-Hatta

