Category Archives: Uncategorized

KOLEKSI SEJARAH PERJUANGAN INDONESIA AWAL ABAD KEDUA PULUH (INTRO)

Koleksi Sejarah Indonesia

Awal Abad ke Dua Puluh

Bagian Pertama

Oleh

Dr Iwan suwandy,MHA

Edisi Terbatasaa Buku Elektronuik Dalam CDS-Rom

Khusus Untuk Kolektor Senior Indonesia

Hak Cipta @ Dr Iwan 2014

 

KATA PENGANTAR

Saya baru saja menemukan kembali sebuah buku yang sangat bagus dan informative tentang perjuangan Rakyat Indonesia pada awal abad kedua puluh untuk membangun Republik Indonesia Yang Merdeka.

Buku ini karangan  Robert van Niel berjudul Munculnya Elit Moderen Indonesia yang diterjemahkan Ny Zahara Deliar Noer disunting oleh Bur Rasuanto terbitan Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial 1961, ini kopi aslinya dealam bentukan ketikan, ternyata buku ini telah diterbitkan pada tahun

lihat promosi buku ini

 

Munculnya Elit Modern Indonesia memaparkan dan membahas pertumbuhan Indonesia pada masa dua puluh lima tahun pertama abad ini, baik masyarakatnya, akselerasi perubahan sosial, politik dan pembaharuannya, serta makin mantapnya peranan kaum pergerakan menuju cita-cita kemerdekaan. Pengarangnya menafsirkan, bahwa perubahan pola-pola kepemimpinan di dalam masyarakat pada perempat pertama abad ini membentuk dasar sosial bagi kemerdekaan politik pada tahun-tahun kemudiannya.

… garis besar perkembangan elit Indonesia adalah dari yang bersifat tradisional yang berorientasi kosmologis, dan berdasarkan keturunan kepada elit modern yang berorientasi kepada negara kemakmuran, berdasarkan pendidikan,” kata pengarangnya lebih lanjut, yang niscaya merupakan bahan pemikiran dan tantangan bagi masyarakat ilmiah kita untuk memberikan perbandingan, uraian, dan kesimpulan lebih lanjut.

 

Buku tidak tersediasumberhttp://www.bookoopedia.com/id/book/id-37-58257/sejarah-budaya/munculnya-elit-modern-indonesia.html

MUNCULNYA ELITE MODERN INDONESIA

No. Kode : AB-511
PENULIS : ROBERT VAN NIEL
Judul Asli : The Emergence of The Modern Indonesian Elite
Penerjemah : Zahara Deliar Noer
Penerbit : Pustaka Jaya, Jakarta
Cetakan : Kedua, Pebruari 2009
Halaman : 368
Ukuran : 14 x 21 cm
Berat : 400 gram
Sampul : Soft Cover
Kertas : HVS
Kondisi : Buku Bekas, Bagus/Tersampul
Stok : HABIS/SOLD OUT

 

Buku ini karangan  Robert van Niel berjudul Munculnya Elit Moderen Indonesia yang diterjemahkan Ny Zahara Deliar Noer disunting oleh Bur Rasuanto terbitan Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial 1961, ini kopi aslinya dealam bentuk ketikan,  mungkin atas berbagai alasan Politik dan situasi yang terjadi di Indonesia

 Baru setelah lima puluh tahun yaitu  pada tahun 2008  buku ini diterbitkan dalam bahasa Indonesia . yaitu  pada era Reformasi dimana kebebasan pers dan komunikasi serta penerbitan buku telah ada.

Untuk itu kita pantas mengucapkan ribuan terima kasih kepada para pemimpin-pemimpin dan para pahlawan kita atas jasanya mereka telah mengantar kita kepada masyarakat Indonesia yang elit,modern dan lebih sejahtera.

Buku tersebut diatas terdiri dari Empat Bab:

 Bab pertama membahas mengenai situasi orang Oropa , Orang Tionghoa dan Arab serta Orang Indonesia pada kurun waktu 1900-1927.

 Bab Kedua membahas perubahan yang terjadi pada tahun 1900-1914  yang membahas tentang Politik Etis Kolonial dalam teori dan praktek, Perubahan sosial di Indonesia dan perubahan serta akibat-akibatnya.

Bab  Ketiga membahas akselerasi yang meraja lela dan pertumbuhan yang mantap  pada tahun 1914-1920 meliputi situasi perang dunia pertama dan pertumbuhan Sarekat Islam  , Organisasi-orgnissi Indonesia yang lain , dan kebijaksanaan politik dan pemerintah Hindia Belanda.

Bab keempat   membahas sinkretisme dan konservatisme tahun 1920-1927, me,liputi situasi sikap Pemerintah Hindia belanda yang berubah, perubahan dan perkiembangan di Indonesia , serta kebijakan politik baru Kolonial.

Untuk melengkapi informasi situasi Indonesia menjelang perang dunia kedua ,

 

 

 

Buku  Dibawah Bendera Revolusi

 

koleksi dr Iwan

Sebaiknya generasi Penrus juga membaca buku sejarah Indoensia secara kronologi mulai dari sebelum masehi sampai abad ke Sembilan belas , agar memahami apa yang terjadi dan siapa leluhur kita baik yang berjasa maupun yang tida agar diketahui mana yang benar dan mana yang salah agar dapat dijadikan pedoman dalam menyussun strategi untuk menghadapi masa yang akan datang.

Setelah membaca buku ini tentunya  pembaca akan penasaran untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya, untuk itu saya telah menulis buku elektronik dalam CD-Rom mengenai Koleksi Sejarah pendudukan jepang Di inondeisa 1942-1945,

KOLEKSI SEJARAH INDONESIA

1945

 

 

OLEH

Dr Iwan Suwandy , MHA

EDISI PRIBADI TERBATAS

KHUSUS UNTUK KOLEKTOR  DAN HISTORIAN SENIOR

Copyright @ 2013

 

Koleksi Sejarah Revolusi dan Perang Kemerdekaan Indonesia 1945-1950, selanjutnya Koleksi sejarah Era Bung Karno 1951-1965 yang meliputi era sebelum  PRRI 1951-1957, Masa PRRI  1958-1960, Setelah PRRI 1960-1967, kemudian dilanjuti dengan Koleksi sejarah era Pak Harto 1965-1998 , Koleksi sejarah Era Reformasi 1998-2010.

Koleksi sejarah ini sangat penting untuk dibaca oleh Generasi Penerus, tetapi  illustrasinya sangat sedikit  sehingga tidak akan dibaca oleh generasi penerus,oleh karena itu saya menambahkan ilustrasi  dan  koleksi yang terkait seperti Koleksi sejarah pos,koin,uang kertas,foto,dokumen dan sebagainya sehingga menjadi suatu  buku yang menarik.

Saya telah menyusun strategi menghadapi masa depan Keluarga saya pada tahun 1985 dan dilengkapi pada tahun 1990 saat saya telah menyelesaikan Pendidikan S 2 Magister Administrasi Rumah Sakit yang mana saya adalah mahasiswa pertama lulus dengan gelar yang masih mengunakan gelar MHA ( Master Of Hospital Administration) di Universitas Esa Unggul  ( saat itu msih bernama IEU-Isntitute Management Indonesian –european) milik Prof DR Kemala Montik Abdul Gafur , yang bekerja sama dengan bebrapa dosen dari Universitas Gajahmada almarhum Prof DR Makmuri SpPsi,Phd , Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof DR  Amal Sjaaf MPH  beserta kawan-kawan , dan  Universitas Euro ( Europiean University) Belgia.

Ternyata  strategi yang saya susun telah memberikan hasil yang luar biasa seluruh keluarga saya telah jadi sarjana, termasuk isteri saya Lily Widjaja , AMdPK, SKM,MM dan kedua nak saya telah menamatkan pendidikan di ITB Bandung dan Fakultas Tehnik Mesin UGM Jogya, seluruhnya memiliki pekerjaan yang  lumayan setingkat konsultan dan General Manejer. Selanjutnya juga para cucu saya ada tiga orang dua wanita dan satu pria yang sudah direncanakan pendidikan mereka dimasa depan.

Banyak sudah informasi yang temui dari membaca buku sejarah revolusi Kemerdekaan Amerika serikat yang bukunya juga sedang saya garap , begitu juga ramalan-ramalan lain yang saya lihat di televisi , acara History HD, juga buku  sejarah Minangkabau yang saya jadikan pedoman hidup saya, yang terkenal dengan istilah Alam terkembang jadi guru, dan saya memiliki moto

Alam terkembang Jadi Guru , belajarlah dari sejarah, jangan diulang hal-hal yang jelek dan hal yang baik dijadikan pedoman dalam menyusun strategi masa depan.

Selanjutnya dan merupakan buku terakhir saya adalah Ramalan Situasi Indonesia Di masa mendatang dngan Judul Ramalan Dr Iwan Tentang

“Munculnya Banteng Indonesia Di Akhir Abad  Kedua Puluh Satu.”

Buku Ramalan tersebut  bukan meniru Ramalan –ramalan sebelumnya seperti Ramalan Joyoboyo, walaupun buku tersebut dijadikan referensi, tetapi merupakan murni pemikiran saya yang diilhamkan oleh yang Mahakuaa melalui Perawan Maria yang bayak membantu saya ,dan selalu berhasil setelah membaca doa salam Maria sebanyak tiga kali , yang tetap saya ulangi saat mau tidur sehingga tidurnya nyenyak, dan mimpi tentang mas alu dan apa yang akan terjadi dimaa mendatang , mungkin setlah mengunjungi Lourdes di Prancis bukan Juli tahun 2015 yang  akan datang.

 

Saya dan orang tua  Djohan  dan Anna ,  di kota  Bukittinggi depan  Benteng Fort de kock tahun 1955 , Benteng ini masih  ada  sisanya sampai  saat ini

dilantik jadi doketr di FK Unand Padang 1972, setelah praktek kerja di FK UI krena unand tak lengkap

Dr Iwan tahun 1974 saat pernikahan

 

 

LilY Widjaja

Mungkin dulunya isteri saya mengatakan saya hanya bermimpi saja, ternyata sebagian impian saya sudah tercapai seperti pindah dari kota kelahiran saya, beli rumah di Jakarta dengan menjual koleksi barang antik  khsusnya prangko,

 

Dr Iwan dirumah kelapa gading yang dijadikan home office dan museum pribadi

karena takut gempa akan merusak rumah dan membahayakan hidup kami sekeluarga, sekolah S 2 di Jakarta,

Dr Iwan dilantik S2 di Esa  Unggul Jakarta ( saat itu  masih  IEU) tahun 1990

mencapai pangkat kolonel di Mabes Polri 1996

pililah sekolah yang bermutu seperti putra saya sekolah di SMA Kanissius Jakarta dan SMA Don Bosco II Jakarta.

Ramalan tahun 2000 profesi yang terkait transportasi dan pertambangan akan menjadi profesi yang menjanjikan, dan profesi kedokteran akan mendapatkan banyak saingan serta akan banyak tuntutan ketidak pusan pasien alias malpraktek,

 

 

 

Rumah saya  yang telah dijual dijadikan Hotel  Ambacang ambruk saat gempa tahun 2008

Gempa di Padang , Kesibukan saat peniun.

 selanjutnya mereka diterima di ITB dan UGM malah salah satu mendapatkan berkah masuk tanpa ujian yang dikenal sebagai PBUD (pemilihan Bibit Utusan darah) dan sekarang bererja di Pertamina dan Toyota astra Motor Marketing. Semuanya itu berkat jasa para guru saya,bimbingan orang tua saya ,anak seorang pedagang  dan pemilik kebun kelapa, sekolah MULO, pemilik bioskop dan percetakan di Sumatera Barat.

 

anton jimmy suwandy sebelah kiri

Saya dan keluarga telah berhasil meningkatkan status keluarga kami , demikian jugalah saya harapkan dengan para cucu dan penerus yang akan datang.

 

Albert Suwandy

Menyususn buku ini sangat membutuhkan tenaga dan konsentrasi yang sangat besar4, apalagi saya sudah tua berumur 70 tahun dan mulai sakit-sakitan,tetapi demi untuk mengenang situasi dan jasa para pahlawan tempo dulu yang banyak tidak diketahui dan belum diberi gelar ,saya beruaha mati-matian menulis buku ini.

Saya bukan ahli sejarah, tetapi waktu sekolah sudah berminat dan senang dengan sejarah, begitu juga koleksi benda-benda bersejarah.

Saja harap semua orang yang nfonya tercantum dalam buku ini berkenan memberikan izin kepada saya untuk memanfaatkan infonya ,untuk itu aya ucapakan terima kasih. Mohon maaf juga karena saya tidak dapat menuliskan nama satu persatu dari oarng-orang yang telah berjasa dan telah membantu saya dalam menyususn buku serta menolong saya dalm menjalani hidup didunia ini, untuk itu saya ucapak ribuan terima kasih, erta saya panjatkan doa kepad Yang Mahakuasa agar merka memperoleh imbalan setimpal dengan  pahala yang telah mereka kepada kami sekeluarga dan kepada seluruh umat manusia khususnya masyarakat indoensia yang saya cintai sepenuh hati.

Buku ini saya tulis untuk keljuarga saya,isteri Lily Widjaja,putra Albert dan Anton serta isteri dan anaknya,serta cucu saya tercinta Cessa,Celine dan Antoni .

Saya harap para pembaca berkenan menghormati hak cipta saya dengan tidak merepro buku ini dengan berbagai cara dan teknologi tanpa meminta izin dari saya sebagai pemengang hak cipta.

Jakarta , Pebuari  2015

Dr Iwan Suwandy,MHA

 

PENDAHU;LUAN

 BUKU

MUNCULNYA ELIT MODERN INDONESIA

OLEH

Robert van Niel

Troy,New York

Okober 1958

Terjemahan

Ny. Zahara Deliar Noer

Disunting

Bur Rusuanto

Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial

1981

(Robert,58)

 

PENDAHULUAN

Dua puluh lima tahun pertama pada abad keduapuluh kita menyksikan suatu pertumbuhan  dan perkembangan di Indonesia, yang saat itu dinamakan Hindia belanda, yang tidak dapat diduga sebelumnya.

Tidak seluruh segi pertumbuhan itu akan dibahas dalam buku ini.Yang menjadi tekanan disini adalah mengenai perubahan sosiakl dalam kurun waktu tersebut ditas, khususnya perubahan social yang terjadi dikalangan krlompok pemimpin dalam masyarakat Indonesia.

Masyrakat Indonesia pada kurun waktu tersebut merupakan suatu bagian dari apa yang saya sebutkan masyarakat Hindia Timur, kedalam masyarakat ini termasuklah semua orang yang tinggal di Kepulauan Indonesia , disampin orang Indonesia yang jumlahnya terbanyak ,juga orang-orang Eropa (kebanyakan Belanda), cina dan Arab.

Oleh karena Indonesia telah memeperoleh Kemerdekaan Politik pada tahun 1949, dan mendirikan suatu Negara <erdeka, studi inipun akan dipusatkan pada perkembangan social dan politik mereka.

Selama tahun-tahun yang dicakup oleh studi ini, pemimpin-pemimpin Masyarakat Hindia Timur, sebab penduduk Indonesia merupakan orang bawahan dalam linkungan jajahan bangsa belanda.

Dengan demikian,perkembangan Masyarakat Indonesia terjadi didalam konteks dikuasai Kolonial, dan sangat dipengaruhi oleh Kebijakan Kolonial, tindak –tanduk dan sikap Belanda.

Buku ini merupakan suatu usaha untuk menganalisa dan menafsirkan Kebijakan politik,tidak-tanduk  dan sikap ini  dan juga untukmenunjukan akibat-akibatnya pada masyarakat Indonesia.,disamping sekaligus akan menganalisa dan member tafsiran tentang dinamika Masyarakat Indonesia dengan tekanan khusus pada golongan Elit masyarakat itu.

Bila kita adakan tinjauan melampaui batas jangkauan buku ini ke masa sekarang, bukanlah tidak patut untuk mengatakan, bahwa perubahan pola-pola Kepemimimpinan didalam msyarakat Indonesia pada perempat abad ini membentuk dasar social bagi Kemerdekaan Politik beberapa tahun kemudian.

Dalam batas-batas jangkauan studi inipula dapat dikatakan, bahwa garis besar perkembangan elit Indonesia adalah dari yang bersifat traditional yang berorientasi kosmologuis, dan berdasarkan keturunan  kepada elit modern yang berorientasi kepada Negara Kemakmuran, berdasarkan Pendidikan,

Elit modern ini jauh ,lenih beranekaragam dari elit traditional, tetapi disini sedikit saja usaha dilakukan untuk menguraikan elit modern ini secara structural.

Ada disebutkan tentantang administrator-administrator ,pegawai-pegawai pemerintah, tehnisi-tehnisi, orang-orang professional dan para intelektual ,tetapi pada akhirnya perbedaan utama yang dibuat di sini ialah antara elit fungsional dan elit politik.

Yang dimaksud dengan elit fungsional adalah pemimpin-pemimpin ,yang baik pada masa yang lalu maupun masa sekarang , mengabadikan diri untuk kelangsungan berfungsinya suatu Negara dan Masyarakat yang modern,sedangkan elit politik adalah orang-orang Indonesia yang tyerlibat di dalam aktivitas politik untuk berbagai tujuan tapi  yang biasanya bertalian dengan sekedar perubahan politik .

Didalam masa yang dicakup dalam buku ini , kelompok pertamaberlainan dengan yang biasa ditafsirkan, menjalankan fungsi sosialyang lebih besar dengan bertindak sebagai perubahan –perubahan, sedangkan golongan kedua lebih mempunyai arti simbolis daripada praktis. Mungkin saja ungkapan “Elit Indonesia” agak mengelirukan.

Berbicara secara teknis ada suatu kesatuan yang dikenal sebagai Indonesia, baik dalam pergerakan politis maupun pengertian social tahyn=tahun yang dibicarakan dalam studi ini.Tidak pula seluruh Hindia Timur atau Kepulauan Indonesia sama pentingnya di dalam pengembangan yang dijajaki oleh studi ini.

Menurut kenyataan, pulau Jawa, dengan tetangganya Madura ,yang selanjutnya setara bersama=sama disebut “Jawa”, tidak dapat disangkal lagi merupakan titik pusat kegiiatan Hindia Timur. Jawa bukan saja sebvagai pusat politik , administrasi dan  ekonomi untukHindia Belanda, tetapi untuk pulau-pulau Indonesia ini ia juga suatu pusat penduduk  dengan kurang lebih 70 % dari jumlah seluruhnya.

Bagian terbesar pendudk pulau Jawa adalah suku Jawa yang sebagian besar berdiam di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tahun 1900Jawa berjumlah kurang lebih tujugbelas juta.Tetapi di pulau Jawa terdapat juga kelompok suku yang lain yang yang besar yaitu suku Sunda di Jawa Barat  yang berjumlah kira-kira tujuh juta pada permulaan abad  ini dan suku Madura di Madsura dan Jawa timur yang jumlahnya sekitar tiga juta.

Di samping itu dari kelompok-kelompok besar ini , terdapat orang-orang Indonesia lainnya yang berasal dari kepulauan-kepulauan lain di Nusantara ini. Akibatnyaistilah “Elit Indoesia’ ini ditujukan pada kelompok Elit yang berpusat di Jawa yang terdiri dari berfbagai suku Indonesia tetapi yang unsure pokoknya adalah Jawa,  studi ini tidaklah mencoba untuk membicarakan perkembangan Masyarakat di Bagian lain Kepulauan Indonesia dalam masa yang diperhatikan oleh tulian ini, baik dalam persaan maupun pertentangannya.

(Dr Iwan mencoba menambah beberapa info penting dari beberapa daerah di Indonesia seperti Aceh,sumatera Barat,Sumatera Selatan,Makasar,Bali dan Ambon serta Papua yang erat juga hubungannya dengan peristiwa-peristiwa yang bersejarah di Indonesia pada awal abad kedua puluh ini,mungkin penulis kurang memahami peranan mereka dlam memperjuangkan kemerdekaan Indoneia)

Jawa, dengan perkembangan-perkembangan yang telah terjadi  dalam Masyarakatnya, amat penting dalam Kebangkitan Masyarakat Indonesia dan akan menjadi titik perhatian utama dalam studi ini

(Saat ini di Indonesia dinamakan Kebangkita Nasional, yang dirayakan sebagai Hsri Kebangkitan Nasional atau HARKITNAS 28 Oktober 1928 ,hari su,mpah Pemuda,Dr Iwan)

Studi ini pertama-tama diuraikan secara kronologis dan kedu menurut masalah. Bab Pertama, mengambarkan dasar-dasar kehidupan Hindia Timur di tahun 1900,. Dengan Bagian ini sebagai Batu Landasan. Tiga bab berikutnya menguraikan perkembangan sesuai dengan perjalanan waktu ke tahun 1914, ke tahun 1926 dan akhirnya sampai sekitar tahun 1927.

Pemnguraian dan Penafsiran  pokok dilakukan dan dikembangkan dalam seluruh penelitian sedemikian rupa , sehingga kesimpulan seolah-olah tidak diperlukan lagi. Setiap nab dibagi-bagi dalam beberapa Sub-Judul , seperti akan segera jelas kelihatan, secara samar-samar  saja bersifat deskritif , serta  yang tidak pula  dimaksudkan untuk menjadi Judul yang meneragkan isinya.

Indeks pada Penutupbuku dirasaperlu sebagai  panduan pasti dalam memperoleh utir-butir keterangan yang tersebar  dibuku ini

 

(Dr Iwan membagi info ini atas tiga bab pertama era sebelum sumpah pemuda 19000-1927, Bab Kedua Era anatara Sumpah Pemuda dan menjelang Perang Dunia kedua 1928-1938,dan terakhir  Bab Ketiga 1939-1941.

Sayang buku ini tidak ada ilustrasinya,sehingga bukti sejarah yang nyata tidak kelihatan, dan kurang disenangi oleh generasi masa kini,

Dr Iwan berusaha menampilkan ilustrasi yang menaraik terkait ,yang ia namakan “koleksi sejarah” atau dalam bahasa Inggris “Histoiy Collections” dari berbagai Aspek Kehidupan politik, dan Sosial.

sri oetari isteri Bung Karno pertama

uang hindia belanda seri wayang

Agar tidak membosankan kata Pengantar,Indeks dan Referensi tidak dicantumkan,jika ingin membacanya silahkan membaca buku aslinya yang merupakan koleksi pribadi dr Iwan,memang kelihatannya kurang menghargai dan menghormati hak cipat dari informasi,tetapi untuk menghemat biaya terpaka tidak dilampirkan,mohon maaf kepafa yang bersangkutan.Dr Iwan)

 

Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesian studi ini penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan terima kasih yang sedslam-dalamnya

Troy,New York

R.v.H

October 1958

(Robert,58)

Komentar dr Iwan,

Tidak terasa buku ini sudah hamper lima puluh enam tahun yang lalu, dan sudah hamper dua puluh empat tahun yang lalu saya jumpai di lapak samping percetakan Negara ,Jalan Salemba tengah ,Jakarta Pusat. Cukup lama buku ini saya simpan,karena sibuk menyiapkan buku Koleksi Sejarah Kemerdekaan 9indonesia dan pendudukan Jepang di Indonesia,serta Indonesia sejak sebelum Masehi sampai 1967.

Semoga Buku ini berguna bagi generasi penerus  pada umumnya dan koielktor informaasi sejara serta pada sejarahwan Indonesia demiuntuk meluruskan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia,serta pemalsuan-pemalsuan informasi untuk kepentingan Politis, maupun kepentingan pedagang dalam memalsukan informasi yang dilakukan untuk mengeruk kepentingan pribadi mereka,dan membaca ini Dr iwan menghimbau belilah buku elektronik dalam CD-Rom ini,baca dengan saksama agar anda tidak ketipu dengan info palsu tersebut,

 

Bagi yang ingin memilikinya silahkan memesahnya kepad Dr iwan lwat email iwansuwandy@gmail.com, dengan syarat mengupload kopi KTP dan riwwat hidup singkat, ini tidak untuk pedanag, hanya untuk kolektor,setelah mentransfer uang Tiga juta rupiah untuk tiga CD-Rom harpa bukti setoran di transfer,dan memberikan alamat lengkap dengan nomor tilpon agar daspat tiba dirumahnya dengan selamat liwat Titipan Kilat.

Buku ini sudah diterbitkan cetakan kedua tahun 2009,ternyata sudah habis stoknya,memang perlu dibaca.

Terima kasih atas pewrhatiannya

Jakarta,Desember 2014

Dr Iwan Suwandy,MHA

TheHenk Ngantung painters history collections

total web visit until this day

  • 821,021views

 

saya berharap suatu hari bisa mencapai satu jta sehingga dapayt

masuk dalam museum rekor MURI

The Henk Ngantung Paintairs

Hiory Collections

sumber

merdeka.com

Created By

DR wan suwandy,MHA

Limited E-Book In CD-Rom Edition

Special For Indonesian Senior collectors

Copyright @ 2014

INTRODUCTION

Pada tahun 2012 saya membeli beberapa sketch Henk Ngantung beserat buku dan dokumen miliknya,katanya dijual oleh anaknya.

Baca info yang saya upload di web blog saya dibawah ini, dan pada tahun 2014 saya mendengar isteri henk ngantung meninggal dunia,saya berencana menjual beberapa sketch yang saya miliki,bagi yang berminat membaca dan melihat info lengkap dengan ilustrasi saya,silahkan hubunggi email saya iwansuwandy@gmail.com,dengan syarat mengupload kopi KTP dan alamat lengkap rumahnya, harga e-book limartaus ribu rupiah sudah termasuk biaya kirim Titipan Kilat,maaaf ini hanya untuk kolektor dalam negeri saja.

Terima kasih atas kujngannya ke web blog saya

Hhtp://www.Driwancybermuseum.wordpress.com

Jkarta December 2014

DR Iwan Suwandy<MHA

Artikel Saya di Web Blog tahun 2012

Henk Ngantung Painting

History Collection

Created By

Dr Iwan suwandy,MHA

Limited Private Edition In DD-ROM

Copyright @ 2012

 

INTRODUCTION

Years ago I found a few documents, paintings and sketches,painting  book of  Henk Ngantung from antique dealer friend in Jakarta, and I have written my blog web driwancybermuseum about the painter and has got quite a lot of responses from friends of the deceased.
Last week I found a book written by Baharuddin MS book published earlier in January 1981, entitled Sketches Ngentung with Henk Henk illustration sketch creation Ngantung start puberty until the year 1935 1951.berjumlah 240.Buku begins with an introduction entitled Henk Ngantung

Based on these two great discoveries I started doing more research from other sources that there is so into this paper.The next paper is written in English language support so that the deceased can be universally recognized by the world and his collection can be made heritage of the world, and if da links can be made a special museum for the deceased as long as there is not a memento of works favored by the deceased due to his man Karno and join a member LEKRA (People Kenesian institutions) that fostered the banned Communist Party of the Soeharto era, what had communist PKI is prohibited, including the late Sukarno in 1965 was appointed Governor of DKI then removed and excluded the Soeharto era, although never tried, alamarhum having trouble as the people involved G30 S PKI.Sungguh tragic fate of the deceased.,

In the preface to Burhanuddin M.S. writes that Henk was born in Bogort Ngantung, 1Maret 1921.his parents came from the city Temohon (Minahasa).

 

He just finished his Dutch primary schools. so do not aspire to continue school because  parents not in the ideal income .he   wanted was to be a painter , according to his talent began to develop since the SD was HIS (Indische holandse School-Dr Iwan). and that got the attention of Mr. E.Katoppo The school’s head.

 

After leaving school the days of the late teens to start as a self-taught, with all the ability he has he made drawings and watercolors in large enough quantities.

 

Former teacher was advocated Ngantung Henk who was then aged 15 years to organize the exhibition. In Temohon held and attracted quite a lot of visitors and many buyers of his paintings.

 

With the proceeds of the exhibition sticks temohon Henk Ngantung leave the island of Java in 1937 settled in London., D Henk Ngantung London academy school of painting to Prof. Rudolf Wenghart, a renowned portrait painter from Vienna Austria.

 

Meanwhile, he also became acquainted with a collector of art objects Antic and named Neumann. House kolekyor is a meeting place of artists such as Prof. Wolf Schumacher, Luigi Nobili, Dake and others.
The place is available library of history and science, so it can be used to catch up Ngantung Henk knowledge in both areas.

In Bandung Henk Ngantung first became acquainted with artists such as Affandi terkemauka, when he was terkenl, and thanks to a boost in the city bandunglah Syafei Sumarja the terkeanl as pendidikl art art painting artists PERSAGI association founded to develop the art of painting among ethnic Indonesia where Henk Ngantung participate join with other artists such as Agus Djayasuminta, S.Sudjojono, EmiriSunassa, S.Sudiardjo, S.Tutut, Sindusiswaro, Sjoeaib, Sukirno, Suromo, and Soedibio.

Combined Art Dutch East Indies government’s creation was Bataavsche Bond van Kuntskringe in Batavia (Jakarta) with a branch in Surabaya and Bandung since 1916, never ignore perkemabnga ethnic art of Indonesia.
During  the Japanese occupation 1942-1945

Henk Ngantung develop his profession as a painter, he participated in the first joint exhibition at the Ex  British library  at Gambier West (now West Merdeka).

 

Then the big Exhibiton at  prinsen park now Lokasari at mangabesar Jakarta with members PERSAGI.

At the time derived from the governor of Jakarta, Henk retired and e xcommunicated, he was forced to draw on to cover the cost of living in spite of his almost blind due to cataract disease using a magnifying glass.

The rest can be found in Chapter Biography Henk Ngatung.
I hope this research will benefit future generations to learn more about the work of Henk Ngatung painting, and can be taken as pejaran dlam develop careers in the field of politics and art, that both professions are good it will be a problem when combined.

Results emphasis; this study  is not perfect, there are still many shortcomings, therefore the comments and corrections from readers perbakan so I expect, and if there is interest DAPT continued pelnelitian for S3 dissertation in art.

Jakarta 1 April 2012

Dr Iwan suwandy, MHA

 

sukarno with Henk ngatung

 

KATA PENGANTAR

Tahun yang lalu saya menemukan beberapa dokumen, bnku dan sketsa lukisan Henk Ngantung dari teman pedagang barag antic di Jakarta, dan saya telah menulis web blog saya driwancybermuseum tentang pelukis tersebut serta telah mendapat cukup banyak tanggapan dari teman-teman almarhum.

Minggu yang lalu saya menemukan sebuah buku  Buku karangan Baharuddin M.S yang diterbitkan awal Januari 1981 yang berjudul Sketsa-sketsa  Henk dengan ilustrasi sketsa ciptaan Henk Ngantung mulai masa remajatahun 1935  sampai tahun 1951.berjumlah 240.Buku ini dimulai dengan pengantar berjudul Henk Ngantung Yang swaya kenal.

Berdasarkan dua penemuan besar ini saya mulai melakukan penelitian lebih lanjut dari sumber-sumber lain yang ada sehingga menjadi karya tulis ini.

Selanjutnya Karya tulis ini ditulis dalam bahasa universal Inggris agar almarhum dapat dikenal oleh dunia dan koleksinya dapat dijadikan pusaka dunia , dan bila ada sponsor dapat dibuatkan sebuah museum khusus untuk almarhum karena selama ini tidak ada suatu kenang-kenangan atas karya almarhum akibat ia disayang oleh Bung Karno dan ikut menjadi anggota LEKRA(lembaga Kesenian Rakyat) yang dibina Partai komunis yang terlarang masa era Pak Harto ,apa yang berbau komunis PKI dilarang,termasuk Almarhum yang tahun 1965 dangkat Bung Karno menjadi Gubernur DKI dicopot dan dikucilkan ,walaupun tak pernah diadili,alamarhum mengalami kesulitan sebagai orang yang terlibat G30 S PKI.

Sungguh tragis nasib almarhum.dalam kata pengantar Burhanuddin M.S. menulis bahwa Henk Ngantung lahir di Bogort, 1Maret 1921.Ayah bundanya berasal dari temohon (Minahasa) .Ia hanya menamatkan Sekolah dasar Belanda .Seterusnya tidak bercita-cita meneruskan sekolahnya karena orang tuanya bukan orangberada.Yang di cita-citakannya ialah menjadi pelukis ,sesuai dengan bakatnya yang mulai berkembang semenjak di SD saat itu HIS(holandse Indische School-Dr Iwan).dan yang mendapat perhatian  dari Bapak E.Katoppo Kepala SEkolahnya itu.Setelah meninggalkan bangku sekolah almarhum  dimasa remaja memulai sebagai seorang otodidak,dengan segala kesanggupan  7ang dimilikinya ia mrembuat gambar dan lukisan cat air dalam jumlah yang cukup besar.Be3kas gurunya itu menganjurkan Henk Ngantung yang saat itu berusia 15 tahun untuk mengadakan pameran . Di temohon diselengarakan dan menarik cukup banyak pengunjung dan lukisannya banyak pembelinya. Dengan uang hasil pameran tersebut Henk Ngantung meninggalkan temohon menju pulau Jawa tahun  1937 menetap di Bandung.,

 

D Bandung Henk ngantung sekolah akademi seni lukis kepada Prof Rudolf Wenghart ,seorang pelukis potret terkenal berasal dari wina Austria. Sementara itu ia juga berkenalan  dengan seorang kolektor barang antic dan benda seni bernama Neumann .Rumah kolekyor tersebut merupakan tempat pertemyuan  para seniman seperti Prof Wolf Schumacher,Luigi Nobili,Dake dan lainlain.Ditempat tersebut tersedia perpustakaan sejarah dan ilmu pengetahuan,sehingga dapat dipergunakan henk Ngantung untuk mengejar ketinggalan ilmunya dikedua bidang tersebut.

Di Bandung Henk Ngantung pertama kali berkenalan dengan  pelukis terkemauka seperti Affandi,saat itu dia sudah terkenl, dan di kota bandunglah berkat dorongan Syafei Sumarja yang terkeanl sebagai pendidikl kesenian  seni rupa didirikanlah  perhimpunan seniman lukis PERSAGI guna mengembangkan  seni lukis dikalangan etnis Indonesia dimana henk ngantung ikut bergabung bersama pelukis lainnya seperti Agus Djayasuminta,S.Sudjojono,Emiria Sunassa,S.Sudiardjo,S.Tutut,Sindusiswaro,Sjoeaib,Sukirno,Suromo, dan soedibio . Gabungan Seni ciptaan pemerintah Hindia belanda saat itu Bataavsche Bond van Kuntskringe  di Batavia(Jakarta) dengan cabang di Surabaya dan Bandung  sejak tahun 196 tidak pernah menghiraukan perkemabnga seni lukis etnis bangsa Indonesia.

D Masa Pendudukan jepang Henk Ngantung mengembangkan profesinya sebagai pelukis,pada bulan pertama ia ikut pameran bersama dibekas gedung perpustakaan inggris di Gambir Barat(kini Merdeka Barat).Kemudian pemaran besar di prinsepark sekarang Lokasari mangabesar bersama anggota PERSAGI. Pada saat diturunkan dari gubernur DKI,Henk dipensiunkan dan dikucilkan,ia terpaksa melukis terus untuk menutup biaya hidup kendatipun matanya hamper buta akibat penyakit Katarak dengan memakai kaca pembesar.

Kisah selanjutnya dapat dibaca dalam  Bab Biografi Henk Ngatung.

Saya harapkan hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi generasi penerus untuk lebih mengenal karya lukisan Henk Ngatung dan dapt diambil sebagai pejaran dlam mengembangkan karier dibidang politik dan seni lukis,ternyata kedua profesi yang baik itu akan jadi masalah apabila digabungkan.

Hasil pene;itian ini belum sempurna ,masih banyak kekurangannya,oleh karena itu komentar dan koreksi perbakan dari pembaca sangat saya harapkan,dan bila ada yang berminat dapt dilanjutkan pelnelitian untuk disertasi S3 dibidang seni.

Japarta 1 April 2012

Dr Iwan suwandy,MHA

BIOGRAPHY HENK NGATUNG

*Nama : Hendrik Hermanus Joel Ngantung

*Tanggal Lahir : Bogor, 1 Maret 1921

*Pendidikan : Otodidak

*Tanggal Meninggal: Jakarta, 12 Des 1991

Source Wikipedia

Henk Ngantung
Hendrik Hermanus Joel Ngantung

________________________________________
Governor of Jakarta to-7

Term of office
1964-1965

President Ir. Soekarno

Predecessor Dr. Soemarno (Period I)

Dr substitute. Soemarno (Period II)

________________________________________
Born 1921
Manado, North Sulawesi, Netherlands East Indies

Died December 12, 1991
Jakarta, Indonesia

Nationality Indonesia

Husband / Wife Evie Ngantung

Hendrik Hermanus Joel Ngantung or also known as Henk Ngantung (Manado, North Sulawesi 1921 – Jakarta, December 12, 1991) was a painter and the Governor of Jakarta Indonesia for the period 1964-1965.

Career
As a painter
Before becoming governor of Jakarta, Henk is known as a painter with no formal education. Together with Anwar and Asrul Sani, he joined medirikan “Arena”. Henk also been a board Indonesia-China Friendship Institute 1955-1958. Henk was also a painter and humanist of Lekra organization which was then affiliated to the Communist Party. As an administrator he also memprkarsai establishment Lekra Sanggar Mutual Aid.
] Governor of Jakarta

Henk Ngantung (center) in the trip to Vienna, along with the Mayor of Vienna, Austria at the time, Bruno Marek and Indonesian Consul in Vienna, A. Kobir Sasradipoera
Prior to his appointment as governor, he was appointed by President Soekarno as deputy governor under Soemarno. At that time many people are protesting the appointment of Henk Ngantung. Henk Soekarno wanted to make Jakarta a city of culture. And, Ngantung judged to have artistic talent. One experience that might be interesting is when the president called him to the palace to say that the trees on the edge of the road just passed need to be reduced. Eyesore problem of beggars who could not escape the attention of Jakarta Ngantung. But it did not work.
Henk suddenly dismissed as Governor of Jakarta in conjunction with the eradication G30S/PKI. Status as a caretaker Lekra have caused it is considered a stooge of the PKI.
Having not served
Henk Ngantung not just living in poverty to have to sell the house in the city center to move to the township. Henk suffered Ngantung continue hitting for nearly blinded by eye disease, and labeled as a follower of the Communist Party of Indonesia without having ever tried, imprisoned, let alone brought to justice until his death in December 1991. Henk Ngantung until the end of his life living in a small house in a narrow alley Cawang, East Jakarta.
Henk loyalty continued to paint while he encroached on heart disease and glaucoma are making blind right eye and left eye only serves 30 percent.
At the end of the 1980s, he painted with a face almost embedded in the canvas and have assisted a magnifying glass. A month before his death, when he was in a sickly state, businessman Ciputra ventured to sponsor the first and last exhibition Henk.
Family
Henk married to Evie Ngantung. Their marriage was blessed with 4 children namely Maya Ngantung, Genie Ngantung, Kamang Ngantung Ngantung and Karno (died at age 71 years due to heart disease).
Work
Welcome monument depicting a man and a woman who was waving at the Hotel Indonesia traffic circle is the result of Henk sketch.

The idea of making this sculpture came from President Sukarno and the design was originally done by Henk Ngantung that the then deputy governor of Jakarta. Henk also sketched symbol and symbol of Jakarta Kostrad. Henk painting works include Mother and Child which is a result of his last works.

 

 

ORIGINAL INFO

Henk Ngantung

Lahir 1921
ManadoSulawesi UtaraHindia Belanda
Meninggal 12 Desember 1991
JakartaIndonesia
Kebangsaan Indonesia
Suami/Istri Evie Ngantung

Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau juga dikenal dengan nama Henk Ngantung (ManadoSulawesi Utara tahun 1921 – Jakarta12 Desember 1991) adalah seorang pelukis Indonesia dan Gubernur Jakarta untuk periode 19641965.

 

Karier

SEBAGAI PELUKIS

Sebelum menjadi Gubernur Jakarta, Henk dikenal sebagai pelukis tanpa pendidikan formal. Bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani, ia ikut medirikan “Gelanggang”. Henk juga pernah menjadi pengurus Lembaga Persahabatan Indonesia-Tiongkok 1955-1958. Henk juga merupakan seorang pelukis dan budayawan dari organisasi Lekrayang pada saat itu berafiliasi ke PKI. Sebagai pengurus Lekra ia juga memprkarsai berdirinya Sanggar Gotong Royong.

] GUBERNUR DKI

Henk Ngantung (tengah) dalam lawatannya ke Wina, bersama Walikota WinaAustria pada masa itu, Bruno Marek dan Konsul Indonesia di Wina, A. Kobir Sasradipoera

 

Sebelum diangkat menjadi gubernur, ia ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai deputi gubernur di bawah Soemarno.

 

Lihat SK henk ngantung yang asli dibawah ini

Dan ucapan selamat dari sekretaris ikatan rumah sakit swasta Jakarta,menteri kesehatan pertama Indonesia DR Boentaran Martoatmodjo

 

Dua dokumen bersejarah yang tak ternilaikan harganya.

 

Saat itu banyak kalangan yang protes atas pengangkatan Henk Ngantung. Soekarno ingin agar Henk menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. Dan, Ngantung dinilainya memiliki bakat artistik. Salah satu pengalaman yang barangkali menarik adalah tatkala presiden memanggilnya ke istana untuk mengatakan bahwa pohon-pohon di tepi jalan yang baru saja dilewati perlu dikurangi. Masalah pengemis yang merusak pemandangan Jakarta tak lepas dari perhatian Ngantung. Tapi semuanya tidak berhasil.

Henk diberhentikan tiba-tiba sebagai Gubernur DKI bersamaan dengan pemberantasan G30S/PKI. Statusnya sebagai pengurus Lekra telah menyebabkan ia dianggap sebagai antek PKI.

SETELAH TIDAK MENJABAT

Henk Ngantung tidak sekadar tinggal dalam kemiskinan hingga harus menjual rumah di pusat kota untuk pindah ke perkampungan. Derita Henk Ngantung terus menerpa karena nyaris buta oleh serangan penyakit mata dan dicap sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia tanpa pernah disidang, dipenjara, apalagi diadili hingga akhir hayatnya bulan Desember 1991. Henk Ngantung hingga akhir hayatnya tinggal di rumah kecil di gang sempit Cawang, Jakarta Timur.

Kesetiaan Henk melukis terus berlanjut meski dia digerogoti penyakit jantung dan glaukoma yang membuat mata kanan buta dan mata kiri hanya berfungsi 30 persen.

Pada akhir 1980-an, dia melukis dengan wajah nyaris melekat di kanvas dan harus dibantu kaca pembesar. Sebulan sebelum wafat, saat ia dalam keadaan sakit-sakitan, pengusaha Ciputramemberanikan diri mensponsori pameran pertama dan terakhir Henk.

 

Keluarga

Henk beristrikan Evie Ngantung. Pernikahan mereka dikaruniai 4 orang anak yaitu Maya NgantungGenie NgantungKamang Ngantung dan Karno Ngantung (meninggal pada usia 71 tahun karena sakit jantung).

Karya

Tugu Selamat Datang yang menggambarkan sepasang pria dan wanita yang sedang melambaikan tangan yang berada di bundaranHotel Indonesia merupakan hasil sketsa Henk.

 

Ide pembuatan patung ini berasal dari Presiden Soekarno dan design awalnya dikerjakan oleh Henk Ngantung yang pada saat itu merupakan wakil Gubernur DKI Jakarta. Henk juga membuat sketsa lambang DKI Jakarta dan lambang Kostrad. Lukisan hasil karya Henk antara lain adalah Ibu dan Anak yang merupakan hasil karya terakhirnya.

 

HENK NGANTUNG PAINTING

Type :

Oil painting

Total 28

watercolour painting

total ?

 

the name of painting

HENK NGANTUNG SKETSA

 

TOTAL SKETCH

List in Baharuddin M.S,1981

1933-1942

8 sketch

1942-1945

13 sketch

1945-1949

93 sketch

1949-1965

58 sketch

1966-1990

 

 

 

THE NAME OF SKETCH

PICTURE OF HENK NGFANTUNG COLLECTIONS

 

Complete info in cd-rom exist but only for premium member.please subscribed via comment,CD-ROM edition only 5(five) CD

Henk NgantungA painter, and governor of Jakarta Province, whose full name was Hendrick Joel Hermanus Ngantung. Born in Bogor on 1 March 1921 and passed away on 12 December 1990. His mother’s father came from Tomohon (Minahasa). He only completed Dutch elementary school, and did not aspire to further his studies because his parents were not around. He aspired to be a painter, according to this talent since elementary school and he was motivated by E. Katoppo, the principal of that elementary school. His teachers were the ones who suggested to hold a drawing and water color painting exhibition when he was 15 in Tomohon. In 1937, he moved to Java and resided in Bandung and academically and seriously studied from Prof. Rudolf Wenghart, a famous portrait painter from Vienna (Austria).Since then, he got to known Affandi and other Indonesian art figures who were part of PERSAGI and Keimin Bunka Shidoso. In the early 1940s, he got the opportunity to take part in a joint exhibition in Bataviasche Bond von Kunstkring, which received excellent reviews from the Dutch press. And ever since then, he had always been an active participant in several exhibitions, both during the Japanese Occupation and Dutch Aggression. Only in August 1948, in Hotel Des Indes, Jakarta, he got the chance to hold a solo exhibition. After that, since October 1948, he roamed the entire Indonesia to witness for himself the life of his evolving nation. He made black and white sketches, then summarized them in the book Sketsa-Sketsa Henk Ngantung(Sinar Harapan, 1981).

Since 1957, he had sat in several Committees and State Organizations and also got the chance to pay a vest to several countries in Western Europe as well as Eastern Europe, then Asia, Africa, America and South America. He definitely visited other islands outside of Java. Unexpectedly, he was appointed the Deputy Head of Jakarta Capital Region (1960-1964) and then became the Governor (1964-1965). After occupying several positions, he went back to being a painter and lived in Cawang, until the end of his life.

Source

jakarta.go.id

 

Henk Ngantung

Peninjau RI Ny. Mr. Maria Ulfah. Menteri Urusan Sosial RI. Sekarang Ny. Subadio Sastrosatomo. Linggarjati, 1947.

Maria Ulfah Santoso, was an Indonesian women’s rights activist and politician. She was the first Indonesian woman to receive a degree in law as well as the first female Indonesian cabinet member.

Pen on Paper, 28.5 x 40 cm.
As seen in the book : “Sketsa-sketsa Henk Ngantung dari masa ke masa” – No. 91, Hal. 91

 

Loo the complete info with click

http://www.frank-gallery.com/

 

 

 

Source frank galery

Related info

From

Henk Ngantung web blog

Henk Ngantung

Seniman Besar Indonesia

 

 

 

 

 

GRAND INDONESIA SHOPPING TOWN MENGGUNAKAN LOGO YANG IDENTIK DENGAN LUKISAN HENK NGANTUNG


  1. Grand Indonesia selaku pengelola Mall Grand Indonesia menggunakan sebagai logo dari pusat perbelanjaan yang terletak berhadapan dengan Bundaran Hotel Indonesia tersebut dalam bentuk karya 2 Dimensi yang identik dengan karya seni lukis berupa Sketsa yang dibuat oleh Henk Ngantung. Hal itu dapat dimengerti, karena sebagai Mall yang berhadapan langsung dengan Patung Tugu Selamat Datang, tentunya mereka akan memperoleh manfaat komersil dari penggunaan Logo tersebut untuk kepentingan usahanya.

Berulang kali kami selaku Keluarga dari Almarhum Henk Ngantung memperingatkan PT. Grand Indonesia, bahwa mereka telah menggunakan lambang tersebut tanpa hak dan tanpa izin dari kami selaku ahli waris dari Pelukis yang membuat desain dari Tugu Selamat Datang tersebut, namun hingga detik release ini dituliskan, tak sepatah kata pengakuan pun yang dinyatakan perusahaan tersebut, apalagi menghargai karya dari Henk Ngantung, meskipun kami telah mendaftarkan hak cipta karya seni Henk Ngantung tersebut guna mendapatkan perlindungan hukum.

Selaku keluarga dari Almarhum Henk Ngantung, kami sangat menyadari betapa lemah dan tak berdayanya kami ketika berhadapan dengan perusahaan besar yang didukung raksasa-raksasa bisnis di Indonesia, juga kami sadari wajah buram peradilan di negeri ini yang mungkin akan membawa kami ke perjalanan tanpa ujung bila kami harus berhadapan dengan perusahaan yang mampu membeli apa saja bahkan rasa keadilan sekalipun.
Namun kami tidak rela bila karya monumental Henk Ngantung tidak diakui sebagai karyanya, dan dibengkokkan kebenaran sejarahnya. Bila bangsa ini bisa marah karena karya seni bangsanya diakui sebagai karya bangsa lain, kami juga percaya bahwa masyarakat Indonesia akan mendukung perjuangan kami agar hak kami tidak diingkari. Sebuah mall yang katanya hanya menjual produk-produk yang dilindungi hak ciptanya, tempat ratusan merk-merk internasional dan nasional mengisi bangunannya, ternyata menggunakan logo yang dibuat dengan tidak menghormati penciptanya.

Kami, selaku Keluarga dari Almarhum Henk Ngantung, akan menempuh segala upaya yang dapat kami tempuh agar PT. Grand Indonesia mengakui Henk Ngantung sebagai pencipta desain Tugu Selamat Datang yang melatar belakangi pembuatan logo yang digunakan oleh Mall Grand Indonesia. Demikian penjelasan yang dapat kami sampaikan, mohon doa dan restu masyarakat Indonesia untuk mendukung perjuangan kami.

PEMBANGUNAN TUGU DI BUNDARAN HOTEL INDONESIA

 

Sejak tahun 1957 Henk Ngantung telah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menata kota Jakarta dalam rangka penerimaan Kepala-Kepala Negara Asing. Berbagai ide untuk menata Kota Jakarta telah ada dalam benak Henk Ngantung sejak lama. Terkait dengan adanya pesta olahraga Asian Games pada tahun 1962, maka pemerintah membangun Hotel dengan fasilitas yang baik untuk tamu-tamu Negara. Hotel tersebut kemudian dikenal dengan nama Hotel Indonesia.


Tepat di depan Hotel tersebut terdapat sebuah jalan yang melingkar yang kemudian dikenal dengan nama Bundaran Hotel Indonesia. Bahwa sesuai dengan latar belakang pengangkatan Henk Ngantung sebagai Wakil Gubernur Jakarta oleh Bung Karno, yaitu antara lain untuk menata kota dan memperindah Kota Jakarta, maka kemudian pada Bundaran tersebut dibangun Tugu. Rancangan tentang patung yang akan diletakan sebagai Tugu pada Bundaran tersebut dating dari Henk Ngantung. Beliau telah jauh sebelumnya memiliki konsep tentang penataan Kota Jakarta. Sehingga ketika Bung Karno meminta untuk dibangunkan sebuah Tugu di depan Bundaran Hotel Indonesia, maka Henk Ngantung telah terlebih dahulu memiliki konsep dan telah memiliki karya seni berupa Lukisan Sketsa sepasang pemuda-pemudi yang sedang melambaikan tangannya, seakan-akan menyambut kedatangan orang. Karya seni itulah yang kemudian menjadi dasar pembuatan Tugu Selamat Datang.

Setelah mendapatkan persetujuan Bung Karno, maka dipanggilah Edhie Sunarso seorang pematung muda untuk menuangkan karya seni Henk Ngantung tersebut menjadi Patung, yang kemudian dikenal dengan nama Tugu Selamat Datang.

LUKISAN-LUKISAN KARYA HENK NGANTUNG

Judul : “KEPASAR”, dilukis tahun 1950

 

Judul : “MENGHADAPI HARI RAYA GALUNGAN DI BALI & PEMANDANGAN KAMPUNG DI BALI”, dilukis tahun 1951

Judul : “MEMUNGUT CENGKEH”, dilukis tahun 1979
Judul : “IBU DAN ANAK DI KALIMANTAN”, dilukis tahun 1980

 

Dr Iwan Note: I have the sketsa of this painting.

 

HENK NGANTUNG SENIMAN BESAR INDONESIA

 

Hendrik Hermanus Joel Ngantung atau yang kemudian sangat dikenal dengan nama Henk Ngantung adalah seorang pelukis otodidak berbakat yang telah menciptakan beberapa karya seni lukis monumental dan menjadi koleksi-koleksi penting yang tersimpan di beberapa Istana Negara, Museum, dan Kantor Pemerintahan, serta menjadi buruan kolektor lukisan.

 

Beberapa lukisannya yang sangat terkenal antara lain lukisan berjudul : “Pemanah”, “Gajah Mada”, “Ibu dan Anak”, dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Beliau juga terkenal luas sebagai pelukis yang meliput berbagai peristiwa sejarah penting di Republik ini sejak zaman kolonial Belanda hingga zaman kemerdekaan. Peristiwa penting yang pernah beliau liput dalam bentuk lukisan sketsa antara lain : Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, dan banyak lagi peristiwa penting lainnya yang diabadikan dalam bentuk lukisan sketsa. Sebagian lukisan sketsa-sketsa ini diabadikan dalam buku “Sketsa-Sketsa Henk Ngantung dari Masa ke Masa”, penerbit Sinar Harapan, 1981. Beliau juga adalah perancang/pencipta Lambang Kostrad dan perancang/pencipta Lambang Pemerintahan Propinsi DKI Jakarta. Henk Ngantung juga adalah sahabat Bung Karno sejak masa penjajahan Jepang. Mereka telah saling mengenal bahkan sebelum Bung Karno menjadi Presiden pertama RI.

Pada Tahun 1957 beliau diangkat menjadi Ketua Seksi Dekorasi dalam Panitia Negara Penerimaan Kepala-Kepala Negara Asing, selanjutnya pada tahun 1959-1966, menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Agung mewakili Golongan Karya Seniman, 1959-1964 menjadi Wakil Gubernur Kepala Daerah Chusus Ibukota. 1964- 15 Juli 1965 beliau diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Sebagai seniman besar yang memiliki komitmen dan dedikasi terhadap cita-cita kemerdekaan, maka atas keinginan Presiden RI pertama, Soekarno, Henk Ngantung diminta untuk menjabat sebagai Wakil Gubernur selanjutnya Gubernur DKI Jakarta. Bung Karno mengharapkan Henk Ngantung dapat menata Kota Jakarta sebagai ibukota Negara yang modern serta memiliki keindahan dengan cita rasa seni yang tinggi. Beberapa karya besar memang dihasilkan selama masa tersebut, antara lain “Tugu Pembebasan Irian Barat” dan “Tugu Selamat Datang”. Desain dari kedua patung tersebut dirancang berdasarkan oleh karya seni lukis yang diciptakan Henk Ngantung.

 

Source :minahsa geleri

Galeri Foto Minahasa: HUT bulan Maret

 

01 Maret 1921 – Henk Ngantung

01 Maret 1921 – Henk Ngantung
seorang seniman: pelukis.

02 Maret 1957 Proklamasi Gerakan Perjuangan Semesta (Permesta)
Naskah Proklamasi Permesta

02 Maret 1957 – Proklamasi Permesta oleh Ventje Sumual pada saat subuh tanggal 2 Maret 1957

02 Maret 1957 – Penandatanganan Piagam Permesta oleh Panglima TT-VII/Wirabuana (Indonesia Timur) Letkol Ventje Sumual dan Gubernur Sulawesi Andi Pangerang tanggal 2 Maret 1957.

Para staf dan pejabat di Kantor Pemerintah Daerah Minahasa – Permesta di Pinaras.

Kantor dan Staf Pemerintah Daerah Minahasa (KDM) kubu Permesta di Pinaras – Tomohon, dengan penjabat Kepala Daerah Minahasa (KDM) Patih Arie Mandagi.

05 Maret 1928 – Brigjen. TNI Purn. Drs. Johanes Paat

07 Maret 1921 – Letkol. TNI Purn. F.J. (Broer) Tumbelaka

09 Maret 1911 – Laksda TNI Purn John Lie – John Yahya Daniel Dharma
Satu-satunya orang WNI keturunan yang meraih pangkat perwira tinggi.(Dr iwan Note, there is another Tionghoa PATI from POLRI BrigjenPOl Dr Hardja sjamsursa,Dr Tjiam)

 

09 Maret 1943 – Prof DR Paulus Effendie Lotulung, SH
Hakim Agung RI.

12 Maret 1919 – Mayjen TNI Purn Hein Victor Worang (Kembi)
orang Minahasa pertama yang menjadi Mayor Jenderal
(selain Mayjen Revolusioner Alex Kawilarang dalam pangkat pemberontak APREV PRRI)

12 Maret 1919 – Mayjen TNI Purn Hein Victor Worang (Kembi) – (ziarah kubur tgl 30 Juli 2008)

12 Maret 1922 – Letkol TNI Purn dr OscarEduard Engelen (Nos)
Bendahara Dewan Gereja Indonesia (DGI – sekarang PGI)

14 Maret 1844 – Majoor Estefanus Arnold Gerungan
Majoor/Hukum Besar Tondano-Touliang. Adik dari opa Dr. Sam Ratulangi.

14 Maret 1938 – Aristides Katoppo
Tokoh pers Indonesia. Di Sinar Harapan/Suara Pembaruan.

18 Maret 2006 – peresmian Radio Suara Minahasa 93,3 FM & Perpustakaan Minahasa AZR Wenas.
In memoriam…

18 Maret 2006 – peresmian Radio Suara Minahasa – Perpustakaan Minahasa AZR Wenas – prasasti.
In memoriam…

19 Maret 1922 – Markus Hendrik Willem Dotulong
Walikota Manado 1971-1977.

20 Maret 1602 – VOC = Verenigde Oost–Indische Compagnie berdiri.

20 Maret 1954 – Ir Alexander Edwin Kawilarang
anak dari Alex E. Kawilarang.

25 Maret 1878 – Hukum Besar Alexander Hendrik Daniel Supit (Ayeh)
Hukum Besar Tonsea, anggota Dewan Minahasa (Minahasaraad).

25 Maret 1878 – kubur Hukum Besar Alexander Hendrik Daniel Supit (Ayeh) – (ziarah kubur 17 Des 2007).

26 Maret 1931 – Prof DR Eduard Karel Markus Masinambouw
Pejabat senior LIPI.

27 Maret 1920 – Kolonel Permesta Laurens Frits Saerang
Bupati/Kepala Daerah Minahasa pra-Permesta meletus.

27 Maret 1920 – kubur Kol Permesta Laurens Frits Saerang – (ziarah kubur bulan September 2007)

29 Maret 1923 – Frans Sumampow Watuseke
Sejarawan Minahasa. Penulis beberapa buku sejarah Minahasa.

30 Maret 1808 – zendeling Karl Traugott Herrmann lahir di Jerman.
kubur di Ranoiapo Amurang.

30 Maret 1808 – Zendeling Karl Traugott Herrmann – di depan rumah Amurang tahun 1847

30 Maret 1920 – Nelwan Arthur Dendeng Katuuk (Nelwan Katuuk)
Pencipta lagu-lagu daerah Minahasa.
Pencipta/pengembang & memopulerkan musik kolintang modern.

30 Maret 1923 – Nicolaas Maximilian (Nick)
Pianis Indonesia

Koleksi http://www.bode-talumewo.blogspot.co

I always know the first PFI Indonesia Phillately Organisation leader Dr N.H.Nelwan.(Dr Iwan note)

 

 

 

CONCLUSSION

1.Heng Ngantung have created many sketsch than painting

2.Many of the collections did not know who were the owner, may be some at foreign collectors, Indonesian collectors may be Mr Ir Ciputra who have sponsored Heng Ngantung Painting exhibiton in 1980

3 I suggest Mr Ciputra be kind to sponsored the Henk Ngantung Painting Museum with the blessing from his wife and children.

4.the history of heng ngantung family must study from his own family like the wife Evie Ngantung and his children Maya Ngantung, Genie Ngantung, Kamang Ngantung Ngantung and Karno (died at age 71 years due to heart disease).

5,Where were the family now,please contact me via comment,also the brother and sister of Henk Ngantung ,and be kind to send me more informations

REFERENCES

1.Burhanuddin M.S.,Setsa-Sketsa henk Ngantung,1981

2.Web blog henk ngantung

3.Wikipedia Indonesia

4.google explorations

THE END @ COPYRIGHT 2012

 

Loading…

RELATED

 

Lukisan Ibu & Anak di Kalimantan karya terakhir dari Henk Ngantung, seniman Indonesia era Soekarno yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta, pernah di lelang di Balai lelang Christie, London Inggris.
“Saya tahu melalui internet kabar kalau lukisan pak Henk yang bertema Ibu dan Anak di Kalimantan itu sudah sampai ke London dan di sana tertera nama beliau.”

kata Janda Henk, Evie Ngantung di Kediamannya kawasan Cawang Jakarta.
Evie mengaku tidak pernah menjual karya terakhir suaminya itu. Lukisan itu setahunya berada pada seorang kenalan Henk yang ingin membantu menjual untuk karya tersebut. Belakangan, Evie tahu lukisan karya suaminya itu sudah berada ditangan seorang kolektor bernama Haw Ming Sang. Si kolektor datang ke Evie untuk mengkonfirmasi keaslian lukisan karya mendiang suami Evie.
“

Saya pernah disuruh foto di samping lukisan tersebut mungkin itu sebuah konfirmasi bahwa lukisan itu betul karya Henk Ngantung yang akan dijual oleh Haw Ming sang kolektor.” ujar Evie.

Henk meninggal tahun 1991.
Henk Ngantung adalah sosok seniman yang menghasilkan beberapa karya monumental seperti Sketsa Patung Selamat Datang, lambang DKI Jakarta, dan lambang Kostrad

. Menurut Evie ada satu karya lukisan Henk Ngantung berupa gambar pemandangan yang dijual melalui sebuah forum di internet seharga 400 juta.

Sumber

clubbing.kapanlagi.

 

Henk Ngantung, Maestro Drawing / Sketsa, objek ” Perahu ” Rp.15 Juta ,- Nego

Henk Ngantung ( Alm), pelukis maestro Indonesia, Mantan Gubernur DKI Jakarta tahun 1960 an yang lukisannya banyak di koleksi oleh tokoh tokoh papan atas ( Presiden , Raja raja, Kolektor 2 , pejabat pejabat penting ) di Dunia.
lukisan sketsa ini atau bisa juga di sebut Drawing dapat dikatakan cukup langka dan lukisan ini dapat di golongkan lukisan yang punya nilai arti historis dan filosophy yang sangat tinggi ( kelas Museum). Pameran : dalam dan luar negeri, hampir semua balai lelang dalam dan luar negeri sudah di jelajahi oleh karya Henk Ngantung, seperti : Christie, Sotheby, Master Piece, Larasati, Borobudur, Sidharta dll hub / email : melcesgallery@yahoo.co.id gallerymella@gmail.com Size : 23 x 18 cm

Courtecy

frank-gallery

Dr Iwan  Henk Sketch Collections

Found 2012 at Jakarta

Sketch pribadi henk tahun 1945agustus

Dan lainnya sbanyak  10 buah

Ini adalah contoh e-bool,e-book dalam Cd-Rom dengan ilustrasi lengkap tersedia,silahkan pesan liwat email iwansuwandy@gmail.com,dengan syarat mengupload kopi KTP dan alamat lengkat,transfer uang liwat ATM BCA,harga CD-REom lima ratus rupiaj sudah termasuk ongkos kirim liwat titipan kilat

 

The RaeYuan Ceramic History Collections(sample)

This the sample of Dr Iwan CD-Rom,rthe complete CD please asked via email iwansuwandy@gmail.com but you must upload you ID copy and complete adress,the price only for Indonesian country lima ratus ribvu rupiah including  sending cost by TIKI

The Yuan Ceramic History Cololection

Created By

Dr Iwan Suwandy,MHA

Limited E-Book In CD-Rom Edition

Special For Senior Collectors

Copyright @ 2014

 

 

Introduction

I have just read a best info related with the Yuan Ceramic written By Mr Koh,Seaceramic and before I have written about the Yuan Ceramic History Collections.

I hope after read this twoo best articles and added the value of yuan ceramic from auction the collectors will understand about the yuan ceramic,the best ceramic in the world.

Jakarta,October 2014

DR Iwan suwandy,MHA

 

 

Yuan Period

During the Yuan period, cizhou, Jun and Longquan wares continued to supply traditional products to large  part of the domestic market.

The most important development was the increasing importance of Jingdezhen as a center for porcelain production. 

 An indication of its importance was the setting up of  the official Fuliang porcelain bureau (浮梁瓷局) in A.D 1278 whose functions included supervision and management of  porcelain production in Jingdezhen for official use.

Building on the foundation of Qingbai, Jingdezhen also developed the shufu wares.  But the most important event was the creation of Yuan blue and white wares and underglaze copper red decoration.  The blue and white displaced cizhou iron brown decoration as the main stream underglaze decoration in Ming and Qing Dynasty.  This is such a popular product that many people actually equate Chinese ceramics with blue and white.

Yuan court continued the Song policy to encourage overseas ceramics trade.  Longquan celadon was enormously popular as can be seen by the large quantity found overseas and in the number of Yuan longquan kilns sites.   Jingdezhen Qingbai/shufu and blue and whites were also important export items.

 

 

Jun Wares

During the Yuan period, Jun ware grew in popularity in Northern China. The number of kilns making Jun wares was enormous covering Henan, Hebei, Shanxi, and Inner Mongolia .  The vessels consisted of mainly bowl, plates and with small number of jars, censers and vases.  Interestingly, no Jun wares was excavated in region south of the Yangzi river.

They were essentially made for use domestically in Northern China. Yuan Jun vessels are typically heavily potted and have unglazed footring and base.

One rare exception of Southern China Jun produced during the period was  in Zhejiang Jinhua region.  In the Sinan shipwreck, there were some Jun wares which were from Jinhua Tiedian kiln (华铁店窑).

 

Dr Iwan Comment

I never seen this type in Indonesia

Cizhou wares

Cizhou wares continued to enjoy popularity in Northern China and mainly produced for domestic use.  However, some were also exported overseas and were excavated in Southeast Asia countries.

The main decorative style was underglaze iron-painted black/brown motif.

Dr Iwan Comment

I have found this type  at west borneo Tanjungpura site Ketapang near Pawan River.

 

Longquan Wares

Longquan celadon reached the peak of its production during the Yuan dynasty.  It is characterised by the production of large vessels such as large plates, guan jars and vases.  This is a great achievement as large vessels are not easy to produced successfully. Besides the continued use of curved/impressed motif, molded motif in relief also gained popularity during this period.   Some decorative elements such as iron-brown rust colour splashes/spots and biscuit form motif were also popular.

 

For more on longquan celadon, please read : Longquan wares

Compare with collections

Share by my friend edhie chen at facebook

Dr Iwan Comment

I found this type from west borneo tanjungpura sites,and from sea shipwreck treasure jepara dan Malacca straits

 

 

 

Qingbai and Shufu wares

Qingbai wares continued to be popular during the Yuan dynasty.  During this period, some of the Qingbai products were decorated with iron-brown rust splashes/spots.

   

Yuan Qingbai horse on rider with brown spots

Dr Iwan Comment

I found this type at west borneo but brpken head and leg.

Yuan Qingbai with molded bird motif

Subsequently another form known as Shufu glaze was created.  It is thick, opaque and resemble the colour of goose egg.  The good ones however could have a sugary white tone.   The rough ones usually have a grayish tinge to the glaze.  The shufu vessels, consisting of mainly bowls and dishes,  were made in Hutian kilns which were located outside Jingdezhen, Jiangxi province. Some of the bowls and dishes have moulded relief motif and the chinese two chinese characters shu fu  [枢府] meaning “Privy council”.    Hence, such glaze type wares were also termed shufu wares.   Besides shufu, other characters included “tai xi” [太禧]meaning great happiness and “fu lu” [福禄meaning good fortune and emolument could be found.  However, majority have just either plain or  molded relief motif of flowers, dragon or phoenix. 

Such vessels are typically more thickly potted and for the bowls/dishes, there is pooling of glaze at the inner and outer mouth rim.

DR Iwan Comment

I found the same type,broken mouth  without spout at Aceh near lhoksemawe,dan rhe spout from west borneo near Ketapang tanjung pura sites

 

The starting date for production of shufu is still uncertain.  In the the Sinan wreck of about A.D 1325, there were some shufu wares. Some excavated examples in China with the word “tai xi” were probably made for the the official institution, Taixi Zongyin Yuan  [太禧宗禋院which dealt with religious rites of the imperial court.  It was set up in A.D. 1328.  

 Hence, they should be made at least after A.D. 1328.  A small number of shufu wares continued to be made in the Hongwu period.  

The glaze was subsequently further improved and a pleasing sugary white glaze known as Tianbai [甜白] was produced during the Yongle period.

Some shufu wares were decorated with overglaze red/green motif.  A very rare type was the embossed effect motif created by trailing the outline of motif with coloured-slip and completed with in-laid gold.  Most the the examples in existent are in Shanghai museum.  The enamels consisted of red, green, yellow, white, blue and torquose blue colour.  Vessels with such unique decorative techniques consisted of bowls, saucers, stem cups/bowls and, yuhuchun vases and censers.

   
Yuan overglaze red and green enameled stem cup

 

For more on Shufu ware, please read: Shufu (luan bai) wares

 

 

Types of  Jingdezhen Yuan Underglaze Decorations

In the Sinan cargo, there were a few pieces of qingbai glaze bowl with underglaze iron-brown decoration.  The production of this category of decoration was apparently small and did not win many admirers.  Cobalt oxide and to a much lesser extent copper oxide were found to be more suitable as medium for underglaze decoration on porcelain wares.

Underglaze blue and white wares

Yuan blue and whites were produced from about A.D 1330.   It was earlier thought to be around A.D 1319 (6th year of yuanyou (元祐))based on a pair of vases excavated in Hubei.  However, scientific test has confirmed that the colorant used is iron oxide and not cobalt

.

There are two types of Yuan blue and whites ie the high end type with vibrant blue and those small vessels with greyish tone blue.  Those which are found in the Middle East are generally the high-end type.  They consisted of large plates, guan jars, rectangular flat vases, meiping/ yuhuchun/ gourd-shape vases and big bowls.  The best collections are now in Topkapu Saray in Istanbul Turkey and Ardebil in Iran Bustan in Tehran.

The motif and composition on the pieces was similar to that of the David Vase.   It is termed Zhizheng type.  The quality is consistently very high and typically with different motifs organised within separate band.   For example, the David vase has 8 bands of motifs.  The glaze on the vessel is also more transparent with a tinge of blue.  It is very different from the Qingbai or shufu glaze found on those small blue and white vessels for the Southeast Asia market.

The varieties of motif are numerous ranging from many different type of flowers and floral scrolls, dragon, phoenix, crane, heron, mandarin duck, fish, mystical animals, Buddhist precious objects, clouds, waves, human and landscape depicting scene from ancient episode  from the 3 kingdom and Han Dynasty.  Visually the composition looks crowded as if the designer is adverse to leaving empty spaces.  But they do not look dis-organised or messy.  Another interesting approach is having some of the motifs reserved in a blue background.

 

Most of the lower quality blue and whites, such as small ewers, small jarlets, cups and bowls with a Qingbai or shufu glaze were exported  to Southeast Asia countries such as Philippines and Indonesia.  The design is generally simple, consisting of floral motif decorated with grayish local cobalt blue.  But there were small quantity of high quality guans, plates and vases with motifs arranged in separate bands as typified by the David vase.

Dr Iwan Comment

I never seen this type in Indonesia

It is generally believed that those high end type of blue and white with vibrant blue used imported cobalt. 

Those with greyish tone are decorated with local cobalt.  However, recent scientific tests have shown that all the Yuan blue and white used imported cobalt.

 The imported cobalt is called sumali [苏麻离青] or suboni [苏渤泥青] blue.  Some suggested sources of the imported cobalt are Kashan in Iran or Samarra in Iraq.

 

Dr Iwan Comment

I have found this type at tanjungpura stie west bponeo and Tuban

Look my collections
«

Please compare flower decoration left Anamese vs right Yuan -style

 

Best perfect decoration

 

Bold dark blue bead jarlet

 

Best style flower decoration

The earliest known example of Yuan underglaze copper red is probably the dish found in the Sinan shipwreck (A.D. 1325). It has two leaf incised, washed with a lighter copper red and calligraphy written in a thicker copper red pigment.  The dish was then covered with a Qingbai glaze and fired. Most of the known examples of the copper red were decorated with motif executed in pencilled style.  Majority has the Qingbai type glaze. The red is usually light and grayish to tone, indicating that control over the material is still not perfected.

Copper red is volatile and unstable during firing.  If too thinly applied, it may volatilise and lose its red colour.  If too thickly applied, it becomes unsightly darkish in tone.   There are a number of extant copper red vessels with impressed or incised motif.  The copper red was either washed over the motif or the motif reserved with red background.  They may be examples of early experimentation with copper red.

  Yuan copper red ewer with floral motif recovered from the sea in Indonesia

 

   

Yuan copper red ewer with fish recovered from Indonesia Trowulan

There were also some vessels decorated with underglaze blue and copper red. A good example is the below guan in the David Percival Foundaton.  It has added decorative elements of trailed slip beaded lines and moulded decorative element luted and looks like open work in relief. This style of decoration was popular during the Yuan period and found on many Qingbai guan jar and yu hu chun vases.  The Qingbai glaze on such vessels appear more opaque and could sometime be confused with shufu glaze.

 

 

 

 

 

 

Dr Iwan Comment

I found this type in broken and not complete part

Look my collections

 

 

The beast and the beauty,s red flower body decorations

Best dark red body decoration

Dark brown red bold body decoration (anamese?)

Darkred splash body decoration

Simple perfect red decoration

simple decoration with bright red colour

Underglaze Copper Red ware

 

Monochrome Blue wares

Monochrome blue glaze was successfully produced during the Yuan period.  There a a beautiful sapphire colour tone. There were some examples of wine cup, saucer and vessel yi found in Hebei baoding.  There were traces of gold decoration on the vessels.

 

Updated by NK Koh  (14 Dec 2009)

Dr Iwan Comment

I have never seen this type in indonesia

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Yuan Blue and white

On 12 Jul 2005, a Yuan blue and white jar depicting scene from an episode during the Warring states was sold by Christies for a record sum of US$27.7 million for Chinese work of art.

Yuan jar sold by Christies for record sum of US$27.7 million

This is indeed a dramatic change of fortune for Yuan Blue and white wares considering that little was known about them prior to A.D 1950.  Before A.D 1950  RL Hobson had in A.D 1929 highlighted a pair of Yuan vases in the Percival David Foundation in his writings. But it did not raise much interest.  The pioneering work in the identification of Yuan blue and white was done in A.D 1952 by Dr John Pope.  He identified a group of Yuan blue and white in the Istanbul Topkapi Museum and the Iran Ardebil Shrine which possesses motifs which are stylistically similar to those on the pair of David Vases.  The pair of vases was a donation to the temple by a devotee named Zhang Wenjin 张文进)seeking blessings for his family.  This is mentioned in the inscription on the neck of the vases. It also has a date Zhi Zheng (至正)11th year, ie A.D 1351.  Blue and white wares which are stylistically similar to the David vases are termed Zhi Zheng type.

The pair of vases was last placed in the Bejing Zhihua (智化)Temple but smuggled out of China in 1929 to Europe by a overseas chinese.  It subsequently ended up in the possession of Sir Percival David.

Subsequently, a pair of qingbai glaze pagoda-shaped vases with simple floral scrolls dated to Yuanyou (元祐) 6th year (A.D. 1319) was excavated in Hubei.  It was initially thought to be decorated with a grayish cobalt blue.  As the execution of the motif looks experimental and lacks the sophistication and maturity of the Zhi Zheng type blue and white, the Chinese experts viewed them as early Yuan Blue and white and termed them Yuanyou type.   However,  scientific test in Mar 2009 by the Shanghai Museum on one of the vases confirmed that the colorant used is iron oxide and not cobalt.

 
The Yuan You vase datd 1319 A.D in Hubei Museum.  Initially thought to be decorated with cobalt. Decorated with iron oxide pigment. 

 

   
David vase dated 1359 A.D 

Kiln and Production Commencement Date

Although the colorant of the pagoda shaped vase dated A.D 1310 is not cobalt, the motifs (such as the peony, the plantain leaves  and collar-shaped cloud on the shoulder of the vase) and multi-layered composition showed stylistic similarity with the subsequent blue and white. So, when did the Jingdezhen potters started using cobalt for decoration?

Some of the early Chinese writings related to ceramics may shed some lights.  In Jiangqi’s (蒋祈)writings Taoji (记) widely regarded as written between A.D 1322 – 1325, there was no mention of blue and white. HoweverWang Da Yuan (汪大渊), in his work Dao Yi Zhi lue (岛夷志略)which recorded his observations during his trips to Southeast Asia between A.D 1330 to 1339, he mentioned a group of exported porcelain termed Qingbai hua ci (青白花瓷). This could be literally interpreted as motif in blue and white.  It is more likely a reference to Blue and white and not qingbai wares.

So far, no Yuan blue and white from shipwreck or excavation has a dating earlier than A.D 1330.  In the Sinan shipwreck dated about A.D 1325, there were some shufu, iron-oxide decorated wares and a plate decorated with copper red calligraphy from Jingdezhen.  But no blue and white was found.

Kiln sites producing Yuan blue and white have been found in several sites in Jingdezhen and Hutian.  In Hutian, kiln sites located south of the river Nan were found to specialise in the production of large vessels, such as large plates, jars and vases, with mulit-layered motifs which were mainly found in Middle East collections.  Kiln sites located north of the river were found to produce those small vessels such as jarlet, bowls and dishes with simple motif,  which were commonly found in Philippines and Indonesia. The stratification of the kiln site, located South of the river Nan, showed the blue and white layer above the layer of shufu glaze vessels.  Although the actual date of production of the blue and white could not be ascertained,  they definitely made their appearance later than the shufu glaze vessels.

In Jingdezhen, the site at Luoma Qiao (马桥) were found to produce a large variety of vessels form such as including plates, cups, vases, jars and figurines.  There were also vessels such as jar, Yuhuchun vase decorated with underglaze copper red motifs. A fragment of small bowl with overglaze red/green motif was also recovered.

Fragments recovered from Jingdezhen Luoma Qiao

 

The site at Longzhu Ge (龙珠阁) specialised in producing vessels for the palace.  Dragons decorated on the jars were found to have 5 claws which was only permitted for imperial use.  Some of the vessels were glazed in blue or turquoise and decorated with gold motif.  In Yuan Dianzhang (元典章), it was decreed that the use of gold gild was prohibited by common folks.

 

Jar with 5 claws dragon from Longzhu Ge kiln site

From published sources, so far the earliest blue and white was a sherd with cobalt blue inscription and a date yuantong (统)3rd year (A.D 1335) mentioned. It was excavated in Jingdezhen Daijia nong (景德镇戴家弄).   There were quite a number of sherds with inscription indicating cyclical or Zhizheng date excavated in Jingdezhen.  All are dated to the A.D 1340s.

The Xuzhan Tang Museum (徐展堂艺术馆)has a big Yuan blue and white zhizheng type charger with vegetal and floral motif organised around several circular bands.  There is a faint ink inscription which when under ultra-violet light, the characters zhizheng 4th year (至正四年)ie A.D 1343 could be seen.

Hence, so far far evidence indicates that production of Yuan blue and white most probably started around A.D 1330.

Types of blue and white

The typical high quality Yuan blue and whites are in the form of large plates, guan jars, Rectangular flat vases, meiping/yuhuchun/gourd-shape vases and big bowls.  The best collections are now in Topkapu Saray in Istanbul Turkey and Ardebil in Iran Bustan in Tehran.  The motif and composition on the pieces was similar to that of the David Vase.   It is termed Zhizheng type.  The quality is consistently very high and typically with different motifs organised within separate band.   For example, the David vase has 8 bands of motifs.  The glaze on the vessel is also more transparent with a tinge of blue.  It is very different from the Qingbai or shufu glaze found on those small blue and white vessels for the Southeast Asia market.

The varieties of motif are numerous ranging from many different type of flowers and floral scrolls, dragon, phoenix, crane, heron, mandarin duck, fish, mystical animals, Buddhist precious objects, clouds, waves, human and landscape depicting scene from ancient episode  from the 3 kingdom and Han Dynasty.  The use of bands to organise motifs is not new and can been seen in earlier period such as those on Song Cizhou wares.  What is interesting and striking is the way the potter squeezed so many varied motifs into one composition on the vessel.  Visually it looks crowded as if the designer is adverse to leaving empty spaces.  However, they are well-organised and do not appear messy.  Another interesting approach is having some of the motifs reserved in a blue background.  One distinctive and refreshing element also worth noting is having motifs within cloud collars.   The early Yuan You 6th year vase mentioned earlier also has cloud collars on the shoulder.  But no motif was drawn within and it is obvious that despite the use of band to separate different motif, the whole composition is sparse and not crowded as in the Zhizheng type.

Big Plates in Beijing palace Museum

Ewer in Beijing palace Museum

Big Jar in Beijing palace Museum

   
Human motif vase in the Hubei Museum

Fragment of big bowl from Trowulan in Indonesia

 

Besides the above high quality types, many small ewers, small jarlets, cups and bowls with a Qingbai or shufu glaze were excavated in Southeast Asia countries such as Philippines and Indonesia  .  The design was generally simple, consisting of floral /cloud motif decorated with greyish cobalt blue executed in calligraphic style.

Such items were produced in Hutian kiln located South of River Nan

In Jingdezhen, a number of stem cups with simple human figures/floral motif were excavated.

   
   
 
Yuan blue and white stem cups

The blue and white exported to Middle East were generally of high quality.  However, it is a mis-conception that those exported to Southeast Asian countries are low quality blue and whites.  Excavations in Trowulan (in Java), the former capital of the Majapahit empire in Indonesia showed that quite a number (including vases and big jars) were of high quality.

Yuhuchun vases found in Trowulan

 

Type of Cobalt Used

Visually, it appears that two types of cobalt are used for Yuan blue and white.  The typical high quality type has a strong and vibrant shade of blue.  The blue on the small pieces appears greyish in tone.  Generally, it is believed that the former was decorated with imported cobalt and the latter local cobalt.  The below photos gives an idea of how local and imported cobalt is thought to appear visually.

 

 

Scientific analysis shows that the local cobalt is high on magnesium and low of iron oxide.  The imported cobalt is the reverse, ie. high on iron oxide and low on magnesium.  The high magnesium is believed to render the grayish tone to motif drawn using local cobalt.

However, recent scientific tests have consistently revealed that the cobalt used on those Yuan blue and white which appear greyish in colour tone is also imported cobalt.  It seems that other factors such as the firing temperature, the atmosphere and quality of the cobalt may have contributed to the greyish tone.

The chinese called the imported cobalt sumali [苏麻离青] or suboni [苏渤泥青] blue.  Some suggested sources of the imported cobalt are Kashan in Iran or Samarra in Iraq.

 

Underglaze blue and copper red

There were also some vessels decorated with underglaze blue and copper red. A good example is the below guan in the David Percival Foundaton.  It has added decorative elements of trailed slip beaded lines and moulded decorative element luted and looks like open work in relief. This style of decoration was popular during the Yuan period and found on many Qingbai guan jar and yu hu chun vases.

 

 

Written by : NK Koh (15 Dec 2009), updated 18 Feb 2012

 

 

Source

koh-antique

Lecture: Opening the Microscopic World of Porcelain: Trace Model Research and Authentication of Yuan Underglaze Blue

Based upon the first two books in the Ceramics Trace Model Study Series, Survey of Ceramics Trace Model Study and Trace Model Research and Authentication: Yuan Dynasty Underglaze Blue Porcelain, this lecture looks into the application of microscopic research within Chinese Ceramics.

Using 500x digital magnification, the research team at Guangzhou Oriental Museum has put forth a new scientific field of research that focuses on the quantitative change and passage of time principles that govern the weathering of ancient ceramics. With sample selection extending from Jingdezhen to Inner Mongolia within China, and from Iran to the U.S. internationally, they have pulled together a sizeable database of ceramic trace samples that are used as the comparative DNA in scientific research and authentication of Chinese Porcelain.

The speaker, Matthew Bunney, Deputy Director of the Guangzhou Oriental Museum, has led a four year focus on the discovery and analyses of Yuan Dynasty Underglaze Blue Porcelain traces. He also pioneered a new technique of three-dimensional micro-imaging which opened a new world of ceramic observation and understanding, and is working to improve the field of ceramic authentication. Come and enjoy an evening of discovery and education on this interesting new field of scientific research, and be part of the first public audience in Asia to see the Microscopic World of Chinese Ceramics opened for all to enjoy.

 

Source

seaceramic.

 

Dr Iwan Comment

I found this type at west borneo,tuban,and shi[wreck Malacca straight

;ook my collections

”The Rare Yuan Snake Ceramic”

 

Very rare Yuan Snake

Rare Yuan Snake

emblem of medicine

Supranatural Power

Emblem of Evil

Yuan Snake ceramic

”The Rare Yuan Cock Ceramic”

Yuan Cock Mhammedan blue

Rare Yuan cock cup

Rare Yuan Cock ceramic

Hallo collectors,thankyou for click UCN today
RCD and UCN special show this day.

RARE YUAN QING PAI CERAMIC

 

 

 

 

 

 

 

Dr Iwan Comment

I found this type from shipwreck Malacca straights

 

 

REPRO

 

Without even bothering with whether the rpice is fair or too good to be true or the qualities of glaze and footring, the design of this is incorrect of rthe period.

 

 The central flower is lost in the roundel and the edge with the two peach (?) forms at 12 and 6 o’clock on the circle are not cohesive with each other or the rather spotty design of incised markings which look more like and attempt to populate with Ming clouds than the aesthetic of longquan celadon.

 

 THe barb of the foliate edging is flat and flabby. Here is a fragmentary example of what this aspires to.

Anthony M. Lee
Asian Art Research

 

It has all the features of a late Yuan celadon small dish. The ring of oxidized (Burnt Red) iron, from impurities within the paste,the effect caused through a reduction atmosphere, is a known mark of authentication, as well as the overall shape and design. I would declare it a genuine example, and a good one. 

Thanks for sharing Frank.

Regards, Lloyd

 

 

 

A Longquan celadon censer, any opinion regarding the date would be highly appreciated.

Kindly regards
Soehandi

 

The Ceramic Tenmoko History Collections

The Ceramic Tenmoko

History Collections

*courtecy

http://opopots

Created By

DR Iwan Suwnady,MHA

Limited E-Book In CD-ROM Edition

Special For Ceramic Collectors

Copyright @ 2014

 

 

Introduction

Pada tahun 1995-2014 di Jkrfta saya menemukan beberapa keramik dinasti Sung dengan glasir khusus yang terkenal dalam upacara minum the d Jepang, untuk menambah pengetahuan tentang keramik tenmoko yang sangat terkenal didunia ini saya telah menerbitkan sebuah CD-ROM,contoh ada di Web Blog saya hhtp://www.DRiwancybermuseum.wordpress.com

Bagi yang berminat dapat menghubungi saya dengan syarat mengupload kopi kTPnya dan alamat lengkap,harga CD-Rom lima ratus ribu rupiah sudah termasuk ongkos kirim liwat Titipan Kilat.

Terima kasih telah mampir di web blog saya.

Belajar banyak agar koleksi anda dapat terkumpul yang langka,orisinil,dan tidak ketipu dengan koleksi palsu atau tiruan dari eropah dan yang baru

Jakarta November 2014

DR Iwa Suwandy,MHA

 

Jian Temmoku bowls (Jian Zhan)

 

Jian temmoku bowls were prized by tea connoisseurs during the Song Dynasty.  However, with changes to the tea drinking habits, it lost favour subsequently and awareness and knowledge of its eminent stature was erased from the Chinese memory with the passage of time. During the late Qing/Republican period, there was a revival of interest in these black glaze bowls as one category of antique Chinese ceramics for overseas collectors   Many of the antique ceramics, with some as early as the Neolithic period, were from ancient tombs/graves and kiln sites.  Many of the black glaze bowls that surfaced in the Shanghai and Beijing antique markets were defective bowls from kiln sites.  According to the Jianou chronicles (建欧县志) dated 18th year of Republican era  ie 1929 A.D,antique dealers  paid the villagers to illegally dig up Jian kiln black bowls and transport  them to Shanghai or Japan.

James Marshall Plumer, an American who served as a custom officer in Fuzhou in Fujian, got wind that the bowls originated from Shuji (水吉) in Jianyang (建阳)in Minbei (Northern Fujian).  He made a trip there in 1935 and collected numerous sherds and kiln furnitures such as clay separator and saggars.  He became a Chinese ceramics scholar and was noted for his study on Jian temmoku bowls.

 

Origin of the term Jian Zhan and Temmoku

The term Jian Zhan () first appeared in Japanese written sources during the early 14th century.   Zhan 盏)is a chinese word which means a small bowl during ancient time. Many writings related to Jian zhan mistook it to mean bowls from Jianyang as Shuiji where the kilns were located is now part of Jianyang county. But that only happened during the 20th century.  Prior to that, Shuiji came under the jurisdiction of Jianou (建欧) county.  In 207 A.D of the Eastern Han period, Jianou, known as Jianan (建安), was set up as a county.  It was elevated to prefecture status subsequently and renamed as Jianzhou (建州) in 621 A.D of the Tang era.  Cai Xiang (蔡襄) in his “Record of Tea”, Cha lu (), wrote : “.. The tea bowls made at Jianan have purplish black glaze with hare’s fur pattern. The body is slightly thicker and so retains the heat well.”  Hence, the term Jian Zhan is more likely refer to zhan from Jianan or Jianzhou.   However, in line with the Song convention of naming famous ceramics after the prefecture that they were made, such as Ding or Yue wares, it is most appropriate to understand it as meaning Jianzhou zhan.

Nowadays, it is common to refer to Jian Zhan as Temmoku (Tenmoku) bowls.  According to the Qing chronicle “Da Qing Yi Tong Zhi”  (大清一统志)”, Tianmu mountain (Tenmoku in Japanese), located in present day Zhejiang Linan city (临安市), had many zen sect temples during the Song/Yuan period.  Many Japanese monks went there to study and practice Zen Buddhism.  When returning to Japan, they brought back with them black glaze tea bowls which included those from Jianzhou and other kilns, which they termed Tenmoku bowls (天目碗)ie bowls from Tianmu mountian. Tea drinking is an effective means to stay awake during meditation.

In the Japanese work (禅林小歌dated 1394 – 1427 A.D, there appeared to be distinction between various types of Jian zhan and other types of tea bowls such as  Fuzhou zhan  (福州) and tenmoku.  However, subsequently the term tenmoku was used loosely to refer to all types of black/brown tea bowls.

Tianmu mountain in Linan city located west of  Hangzhou

Tea competition and Jian Zhan

Tea from Fujian Fuzhou and Jianzhou were mentioned in Tang Lu Yu’s treatise on tea (陆羽茶经).  By the Northern Song Dynasty, Jianzhou tea, ie Jian cha (建茶) achieved so much fame for its quality that in 977 A.D, Bei Yuan Yu Cha Yuan (北苑御茶园), an officially managed imperial  tea plantation was established in Jianzhou (present day Jianou city).  The tea leaves gone through the process of powdering, steaming and baking. After which, they were packed in cake form before sending to the palace.

Cai Xiang (1012 – 1048 A.D) ), a native of Xianyou (仙游) in Fujian, was once  in charge and supervised the official Beiyuan tea plantation.  During the stint in Jianzhou, he gained deep knowledge of a leisure activity called tea competition enjoyed by the locals.  He became an ardent convert.  Using his influence as a high ranking court official, he introduced the art of Fujian tea competition to the imperial court.   In his  treatise “Record of Tea”, Cai Xiang ranked  a type of white Jiancha called Dragon Pheonix tea (Longfeng tea 龙凤茶) and Jian purplish black glaze bowl with hare’s fur pattern as the best for tea competition. Through his active promotion, tea competition became a popular and noble activity of the imperial court and the literati class.  This activity gained a further boost during the late Northern Song Emperor Huizong’s reign ( AD 1101-1125).  He was a great connoisseur of the tea culture and displayed his in-depth understanding in a twelve-chapter dissertation “Discussion of Tea in the Daguan period ” (Da Guan cha lun 观茶录 ).  He too advocated Jian hare’s fur tea bowls as the best for tea competition.  The competition was judged based on certain criteria, such as the taste, fragrance, colour of the tea (white superior to yellowish tone).  During the contest,  the tea was whisked to white froth  The tea should stay well-mix and the first to show traces of residue loss was declared the loser.

Tea competitions became the favourite past time of the rich and poor in many areas in China. Due to popular demand, Jian kilns produced large quantity of tea bowls during the Song period.  For those common folks who could not afford Jian Zhan, they could avail themselves of cheaper version of tea bowls produced in other provinces and numerous other Fujian kilns.

 

Origin, dating and characteristics of Jian Zhan

Shuiji, a market town in present day Jianyang,was the location where the ancient Jian kilns were found.  Since 1960, 4 official archaeological excavations, ie in 1960, 1977, 1990 and 1991,  were carried out in Shuiji.  Kilns were discovered in small villages in:

  • Luhuaping (芦花坪) – celadon and black glaze sherds
  • Niupilun (牛皮仑)–   celadon and black glaze sherds
  • Daluhoumen (大路后) –  black glaze, small quantity celadon and blue and white sherds
  • Yuangtoukeng(源头坑) – black glaze sherds
  • Anweishan (庵尾山) –  celadon and black glaze sherds
  • Shuiweilan (水尾)  black glaze sherds
  • Yingzhanggan (营长乾)  black glaze and qingbai sherds
  • Qililan (七里) . black glaze sherds

 

Based on archaelogical evidence, small scale celadon wares were produced during late Tang/5 Dynasty period in kilns located at sites such as  Luhuaping (芦花坪), Niupilun (牛皮仑) and Anweishan (庵尾山).  The wares consisting of bowls, plates, jars, ewers, cover boxes and etc.  The vessels which are generally rough and stylistically similar to the celebrated yue wares. The glaze is generally uneven and the lower portion of the external wall of the vessel is unglaze. The vessels were fired with protection of saggars.

By late 5 Dynasty/Early Northern Song, the Jian potters started to produce two types of shallow bowls with slightly in-curving rim.   The lower external wall and foot is unglaze.  The glaze is thin and black/dark brown in colour. The bowl is quite thinly potted with a slight protrusion on the inner base.  Below the rim, the wall is of relatively even thickness.  The paste is greyish or greyish brown.  Such bowls were recovered from the kiln in Anweishan (庵尾山).  The bowl was fired upright in a saggar.

Precursor of the typical Jian wares

Tao Gu (陶穀) (903 – 970 A.D) in his work Qingyilu (清异) wrote that among the tea bowls made in Min (Fujian), there are those decorated with partridge-feather mottles.  His work has often been quoted to back the dating of Jian tea bowls to 5 Dynasty/early Northern Song period.   It gives the impression that by late 5 Dynasty/early Northern Song, Jian potters were already producing the celebrated Jian zhan.  However, based on archaeological evidence, the bowls of late 5 Dynasty/Early Song period are generally rough as compared with the mature products of mid Northern Song onward.  Extant tea bowls with partridge-feather mottles are found in bowls which were stylistically  produced at least from mid Northern Song period onward.  In fact, the authenticity of Qingyilu is now being questioned by some Chinese scholars.  Some suggested that it was a fictitious work of late Northern Song period.

Based on the archaeological findings, the typical Jian tea bowls were produced from the Mid Northern Song (perhaps from 2nd quarter of 11th century) to late Southern Song period. Jian kilns also produced small quantity of  black glaze cups, bowl-shaped lamps and bo-shaoed bowls. There are at least 8 different types of tea bowls in 3 sizes that were produced during the duration.

From the bowls recovered from the kilns, it is clear that type 1, 3, 4, 5, 6, 8 and 8 were found in large quantity.  Type 1 with a conical form and an indent near the rim is the most classical form which is usually associated with the celebrated Jian Zhan.  Based on Jian bowls recovered from graves, this form became the dominant form from the late Northern Song period onward.  In fact this served as a prototype which was widely copied by potters from other kilns. Compared with those from other kilns, the typical Jian bowl has a thicker and lustrous glaze.  The paste is usually purplish black and more dense.  (It should be noted some especially the small size bowls have greyish or redish brown paste.  This is because they were placed in locations  which received uneven or lower heat while firing in the kiln). The unglaze lower portion is carefully finished.  It appears smooth and usually do not show shaving marks when trimming the external wall.  The wall of the bowl thickens as it descends towards the foot. The base is thick and the square cut foot is neat and the outer base sits within a shallow inner footring.

Some examples of Jian tea bowls

For tea  bowls sent as tribute to the palace, there are at least a portion which is marked with Gongyu (供御) ie tribute or Jinzhan (进盏) meaning to present bowl.  The characters are either incised or impressed.  They were found in the kilns dated mid Northern Song to Southern Song.

Besides Gongyu and Jinzhan mark, there are also others incised with chinese characters of surname/name of the potter/or kiln owner or Chinese character/chinese numeral which could indicate location which item was to be place in the kiln.

Bowls with glaze decorated with hare’s fur marking or  partridge feather mottles were highly prized by the Song tea culture connoisseurs.  Many Song literati made reference to them in their poems and commentary. Hare’s fur markings are silvery or rustic streaks which are found on the interior and exterior wall of the lustrous black glaze bowl.  According to Nigel Wood in his book “Chinese Glazes”, once the glaze melted, a layer of thin iron-rich droplets coalesced to form a thin layer within the glaze.  Some of the iron-rich droplets were brought ot the surface by bubbles and run down the sides of the bowl under the influence of gravity.  The iron oxide in these streaks crystalised out into silvery tone if under reduction or rustic tone if under oxidisation atmosphere.

Hare’s fur bowl with rustic streaks
Hare’s fur sherd  with silvery streaks

 

As regard Partridge feather’ glaze,  in the past there were debate on whether the markings actually refers to fine markings on the back of the partridge or large light-coloured spots on its breast.  Most argued that it cannot be the fine markings on the back as some other types of bird  also have similar marking.  On the other hand, large light-coloured spots is unique to a type of partridge in Fujian.  This is now the more widely accepted meaning for partridge feather mottles.  In 1988 a  shard with 66 carefully placed white glaze spots was excavated from the Shuiweilan (水尾)  kiln.  The base has a incised gong yu mark  suggesting that it was originally intended for tribute.  This is now acknowledged as partridge feather glaze. It make sense of a Northern Song poet’s description of a Jian bowl having markings that appear ‘like melting snow on dark water.

A Fujian partridge with white spots on the breast Jian sherd with white spots and gongyu mark

In the Japanese collections, there are some Jian Zhan with silvery or rustic oil-spots (termed Yuteki in Japanese). In DaDe Temple, Kyoto in Japan there is a Jian Zhan with oil-spots.   The silvery oil-spots are large, the result of several oil-spots congealed into bigger spots during firing.  Indeed, they resemble the partridge spots.  Those with smaller oil-spots are also classified as partridge feather type although strictly speaking the similarity is less convincing.

 

 

Oil spots Tenmoku in Japanese collection. The spots are smaller as compared with that from Dade temple

 

Oil spots tenmoku bowls are scarce.  According to Nigel Wood : “It happened occasionally that kiln temperatures began to fall while the glazes were still boiling, thereby fixing the iron-rich spots before they could run down into streaks. … The effect was copied in north China during the the Song and Jin period,  using a more reliable technique that involved the application of an iron-rich (and perhaps magnetite-based) slip beneath an ordinary black temmoku glaze. The success of this approach has meant that northern oil spot temmokus are less uncommon than the jian originals.”    His comments is important and rectify the erroneous explanations in some past published text that Jian hare’s fur and oil spots glaze involves the application of an iron-rich slip.

There are 4 extremely rare tenmoku bowls with yohen glaze in the Japanese collections.   The term Yohen means dazzling and brilliant kiln transmutation.  The  clusters of brown-colored spots of various sizes are either surrounded by light blue or deep blue or golden iridescent film.

In the past, no known example of Yohen was found outside Japan.  Few years ago, a broken piece was found in Hangzhou in a location near the imperial palace.

Yohen temmoku found in Hangzhou

By the late Southern Song period, Jian potters also manufactured qingbai wares with carved or impressed motif.  One of the kiln at Yingzhanggan (营长乾) has a layer of qingbai sherds above Jian zhan sherds layer.  This indicated that Jian kiln was facing stiff competition from Jingdezhen which produced Qingbai wares.  The decline popularity of Jian Zhan could also be linked to the decline in popularity of tea competition. To ensure their survival, some kilns were forced to branch out and  produce the increasingly more popular Qingbai wares.  Latest by early Yuan period, Jian kilns ceased production.

 

Temmoku bowls from other Fujian kilns

To meet the hugh domestic and overseas demand for temmoku bowls, they were also produced in large quantity in other kilns in Fujian, mainly in Jianyan (建阳), Wuyishan (武夷山), Songxi (松溪), Guangze (), Jianou (建瓯), Pucheng (蒲城), Nanping (南平) , Changting (长汀), Fuqing (), Minhou (闽侯) and Ningde (宁德).  Most of the sites produced a mix of celadon, qingbai and black wares.  For temmoku bowls, the dominant form produced were similar or variants of the Jian conical bowl with the indent near the rim.

Among the sites, those at Wuyishan Yulinting (武夷山遇林亭), Nanping Chayang (南平茶洋)  and Fuzhou Dongzhang (福州东张) were large in scale and were found in overseas  especially Japan.

Wuyishan Yulinting (武夷山遇林亭) produced an interesting form with decoration in gold.  In most instances, the decorations have faded and only traces could be seen.  The motif includes dragon phoenix, crane, pine, bamboo, prunus, flowers and orchid.   There were also those with auspicious wordings or landscape.  In some past ceramics publications, such bowls have been erroneously attributed to Jian kiln. Bowls from this kiln have mainly  greyish to greyish white paste.

A bowl with traces of gold decoration of auspicious phrase “寿山福海” connoting longevity

The medium size temmoku bowls from Nanping Chayang (南平茶洋) is distinguishable by a thin horizontal ridge where the foot meet the wall.  This feature appears to be unique to this kiln. The shaving marks are usually clearly seen on the unglaze lower external wall.

A medium size (12 cm dia. ) bowl from Nanping Chayang kiln

In the 1980s, local residents recovered a large number of small Temmoku tea bowls from a wreck at Bai Jiao (白礁) in Fujian Lianjiang Dinghai (连江定海).  The Fujian ceramic experts observed that many of the bowls were similar to those produced at Fuqing Dongzhang (请东张) and Minhou Nanyu (闽侯南屿) and dated them to Southern Song period. Dong Zhang kiln complex was large and comparable in size to that at the Jian complex.  They produced large quantities of temmoku and celadon bowls.  In the Japanese work (禅林小歌dated 1394 – 1427 A.D, a type of tea bowl  called Fuzhou zhan (福州) was mentioned.  During the Song/Yuan period, Fuqing and Minhou came under the jurisdiction of Fuzhou.  Hence, Fuzhou zhan most probably included tea bowls produced in those two counties.  In ancient sites in Japan Fukuoka and Kamakura, there were numerous similar type of tea bowls recovered and were dated to mid 12th to first half of 13th century.  Many Dongzhang bowls were also recovered from ancients sites in the coastal Fujian region.

After studying the large number of small tea bowls from the Lianjiang wreck in my collection, it is hard to confirm with certainty the actual kiln of production. Those from Dongzhang, Minhou Nanyu (闽侯南屿) and Ningde Feiluan (宁德飞鸾) appear similar.  They share the characteristics of having a casual finishing with poorly formed foot and shaving marks.  The profile of the conical bowl with the indent at the rim could vary to a large degree.  The lower wall could descent more gradually or steeply to the foot.  The glaze is more thinly applied and large number show a thinner layer of glaze especially at the lower wall near the foot.  Some of the bowls also have bluish white or rustic hare’s fur markings but are not well-defined and clear compared to those from the Jian Kiln.  The colour of the glaze ranges from black, black with rustic patches, brown, tea-dust or rustic .

Examples from Lianjiang wreck showing the different profile of the conical bowls

Examples from Lianjiang wreck.  Below one shows traces of hare’s fur markings

 

Some examples of temmoku bowls from the  Min Hou, Fuqing and Ningfei kilns are shown below.

 

 

Written by : NK Koh (15 Jul 2012)

References:

  1. 建窑瓷叶文程/林忠干
  2. Hare’s Fur, Tortosieshell and Partridge Feathers  – Robert D. Mowry
  3. Chinese glazes – Nigel Wood

Source

Liveauctioneers

 

Source

Tooveys

 

Pottery – Tenmoku

20 Pins   217 Followers

Follow Board

Pilar Ayerza

 

Related Boards

Pin it

Like

邵椋揚 | Modern Tenmoku bowl.

 

Modern Tenmoku by 邵椋揚. More

Pinned by pinner

 

Pin it

Like

Ceramics by James Hake at Studiopottery.co.uk – 2009. Hump thrown bowl. Tenmoku with chun mark. 6cm.

 

Ceramics by James Hake atStudiopottery.co.uk – 2009. Hump thrown bowl. Tenmoku with chun mark. 6cm. More

 2

Studio Pottery: Passionate About Contemporary Ceramics

studiopottery.co.uk

 

Pin it

Like

 

Hannun Lyn. More

 1

Gallery – Hannun Lyn Ceramic Artist

hannunlyn.com

 

Pin it

Like

 

Tea bowl by john britt More

 3

Ceramics Today – John Britt Oil Spot Glazes

ceramicstoday.com

 

Pin it

Like

 

tenmoku teadust cone 6 glaze More

Pinned from

ceramicartsdaily.org

 

Pin it

Like

 

prometheanpottery… More

Pinned from

prometheanpottery.wordpress.com

 

Pin it

Like

 

Cone 6 – 7 Glaze Recipes. Cone 6 tenmoku. hard to believe for cone 6, but i’ll try it! More

 2

Cone 6 – 7 Glaze Recipies

jnevins.com

 

Pin it

Like

 

STUDIO POTTERY PORCELAIN TENMOKU GLAZE YUNOMI / TEABOWL | eBay More

 1

Pinned from

ebay.com

 

Pin it

Like

 

Harry Davis and May Davis ChargerMore

 1  1

Pinned from

cowanauctions.com

 

Pin it

Like

 

from Etsy

Larger Yunomi Tea Cup glazed with Teadust Tenmoku Mesmerizing glaze finish

 

Larger Yunomi Tea Cup glazed with Teadust Tenmoku by shyrabbit More

 1  1

Pinned from

etsy.com

 

Pin it

Like

 

Blue Tenmoku glazed sake cup by Kamada Koji More

 1

Pinned from

en.wikipedia.org

 

Pin it

Like

 

C Harris Temmoko Red Iron GlazeMore

Pinned from

cone6pots.ning.com

 

Pin it

Like

 

Leili Towfigh #ceramics #potteryMore

 1

Pinned from

leilidesign.etsy.com

 

Pin it

Like

 

Temoku glaze pot by Brother Thomas More

 3

Pinned from

cowanauctions.com

 

Pin it

Like

 

from eBay

Studio pottery stoneware yunomi with chun and tenmoku glaze by peter sparrey

 

Handmade Pottery, Ceramics Art, Emaux Chun, Google Search, Pottery Examples, Potery Emaux, Olive Pottery, Clay Cups, Ceramics Sculpture

 3

Pinned from

ebay.co.uk

 

Pin it

Like

 

Alisa Clausen | V’s Tenmoku Gold for ^6 Oxidation (follow link for recipe and best firing schedule). More

 2  1

Temoku Gold Cone 6 Ceramic Glaze

glazemixer.com

 

Pin it

Like

GIF

 

Tenmoku Red Glaze Recipe Cone 6 Ceramic Glaze Custer Feldspar: 58.00 Grams Whiting: 17.00 Grams Flint: 14.00 Grams OM-4 (Ball Clay): 6.00 Grams Zinc Oxide: 5.00 Grams Copper Carbonate: 1.00 Grams More

Pinned from

glazemixer.com

 

Pin it

Like

 

Iron red glaze recipes + Tenmoku for Cone 9 More

 1  1

Pinned from

opopots.blogspot.com

 

Pin it

Like

 

Tenmoku Glaze Recipe, ∆10 reduction Whiting 16.00 Custer Spar 44.00 OM-4 10.00 Silica 22.00 Wood Ash (unwashed) 7.00 ADD: RIO 9.0 Notes: This is a ∆10 Reduction glaze that will fire to a dark brown to black and will break on edges with a shiny finish. Will run if applied too thick and/or over fired. As always, test for your ingredients and firing conditions. Note: This glaze adds up to 99% not 100%, that’s how it was given to me many years ago. More

 

 1  1

Pinned from

dmichaelcoffee.wordpress.com

 

Pin it

Like

 

Cone 6 – 7 Glaze Recipes. Cone 6 tenmoku. hard to believe for cone 6, but i’ll try it! More

Source

Pinterest

 

Charles Vyse (1882-1971), a tenmoku glazed model of a Big Cat,incised ‘CHARLES VYSE CHELSEA’, 25cm high

See Cartlidge, Terence ‘Charles & Nell Vyse’ Shepton Beauchamp 2004, p. 48 for a similar example.

 

Source

Dreweatts

Source

Auctionatrium

“Red Temmoku”

(11 October, 2004, with a followup)

Here is a Red Temmoku bowl, fired to cone 10r. The bowl is about
6“
 across. It is made of Loafer’s Glory, from
Highwater Clays;
the glaze consists of Brick Clay from western Wisconsin;
Wood Ash (Oak, unwashed); and Red Iron Oxide (84% purity).
I strongly suspect that the yellow teadusty or
“corn-pollen” sprinkles, which show up
particularly well on the interior, result from the ~2.6%
MgO content of the Brick Clay; I get essentially the
same effect in other iron-rich glazes if I add enough
Mg. (Oddly, although all or nearly all of the ancient
Chinese high-iron Jianware glazes contain noticeable
MgO, very few modern Western “Temmoku”
glazes seem to use magnesium. Go figure.)

Source

Jossresearch

 

 

Source

Ebay

 

A fine and rare Konoha Temmoku tea bowl. Southern Song Dynasty, 12th/ 13th century.  Photo Sotheby’s

of ‘Jizhou’ manufacture, of conical shape with a small raised knob in the centre, covered with a fine opaque dark brown glaze that leaves the lip in a slightly lighter tone, and decorated on the inside with a large trefoil tree leaf with worm-eaten holes, forming an attractive yellowish-brown silhouette with fine veining, ivory-tinted edges and a honey-coloured stem, the low narrow footring and recessed base exposed in the pale biscuit; in Japanese ivory silk pouch (shifuku) with matching silk cushion and four corner posts, in ribbon-tied paulownia-wood box and cover, ribbon-tied black-lacquered outer box and cover, and brown cottonfuroshiki with inscribed wooden tag; 15.2cm., 6in. Estimate 60,000—80,000 GBP. Lot Sold 337,250 GBP

PROVENANCE: Collection of Alfred Clark (no. 609) (1930s).
Mayuyama & Co. Ltd, Tokyo.

EXHIBITED: International Exhibition of Chinese Art, Royal Academy of Arts, London, 1935-6, cat. no. 1150.

Arts de la Chine Ancienne, Musée de l’Orangerie, Paris, 1937, cat. no. 681.

Sung Dynasty Wares. Chun and Brown Glazes, Oriental Ceramic Society, London, 1952, cat. no. 178.

Bi no bi/Exhibition of Select Works of Ancient Chinese Art, Mitsukoshi, Nihonbashi, Tokyo, 1973, cat. no. 64.

Meiwan gojū sen. [Fifty famous tea bowls], Okayama Art Museum, Okayama, 1977, cat. no. 5.

Temmoku, Tokugawa Art Museum and Nezu Art Museum, Tokyo, 1979, cat. no. 83.

Chūgoku no tōji/Special Exhibition of Chinese Ceramics, Tokyo National Museum, Tokyo, 1994, cat. no. 212.

LITERATURE AND REFERENCES: Kōyama Fujiō, Tōji taikei [Outlines of ceramics], vol. 38: Temmoku, Tokyo, 1974, pls 40 and 41, and fig. 48.

Ryūsen Shūhō/Mayuyama, Seventy Years, Tokyo, 1976, vol. I, pl. 677.

NOTE: The ‘Jizhou’ kilns at Yonghezhen, Ji’an county in Jiangxi province, a region formerly called Jizhou, were not blessed with the finest raw materials for making stonewares, but came up with the most original ideas for decorating. They were unique in exploiting the chemical composition of real tree leaves for making tea bowls with most naturalistic – because natural – silhouette leaf designs. In Japan, these bowls have become known by the same term ‘temmoku‘ that designates black-glazed tea bowls of ‘Jian’ ware, but with the specification ‘konoha‘, ‘tree leaf’. The present bowl is among the finest of its type, of large, well-potted form, with a smooth brownish-black glaze and a leaf of interesting outline of a kind otherwise rarely used on such bowls

DR Iwan Tenmoko Collections

 

 

The end

Copyright @ 2014

Koin and ceramic found in Musi River Palembang snd other part Indonesia

The old coin  and other artifact found

in Musi River Palembang

Created BY

Dr Iwan Suwandy,MHA

Limited E-book IN CD_Rom Edition

Special For Coin Collectors

Copyright @ 2014

 

PENDAHULUAN

 Terima kasih atas upload koleksi koin yang ditemukan dari penyelaman sungai Musi

oleh    Palembang  Numismatik dari face book

dan Djadoel kolekso

saya telah mengumpulkan berbagai kooleksi selama hamper lima puluh tahun dan koleksi dibawah ini sebagai contoh dari koleksi numismatic paklembang,untuk koleksi saya

dapat dipesan dalam CD-Rom Motif keramik Tiongkok yang ditemukan di Indonesia, Jenis koin tiongkok era sebelum tang,era tang,era sung.

Masing-masing CD berharga lima ratus ripiah,dapat dipesan liwat email

iwansuwandy@gmail.COM

syaratnya anda harus mengupload kopi KTP dan alamat lengkap agar bila dikirim liwat Titipan Kilat dapat tiba dengan selamat dirumah anda harga sudah termnasuk biaya kirim,biaya dapat ditransfer liwat ATM BCA

Karya Tulis E-Book dalam CD_Rom ini merupak karya yang dapat menambah wawasan anda tentang sejarah dan mencegah terbeli koleksi palsu yang sekarang banyak beredar,CD ini hanya untuk kolektor senior yang serius dan memiliki modal cukp tinggi karena koleksi mahal saat ini dan tidak untuk pedagang karena dapat membuat palsunya,dan CD dilarang untuk di kopi,hormatilah hak cipya,tamp[ilan ini tanpa gambar.

Terimja kasih atas perhatiannya dan mampir di web

Hhtp://www.Driwancybermuseum.wordpress.com

Jakarta November 2014

 

Koin Lokal Indonesia

Srivijaya coin

 

 

Matauang srivijaya ukuran jumbo 23 cm

Korek kuping perak

 

Majapahit or srivijaya

Round bullet coin

Front

Back

Front and back

Token buahsalak

Token bintang

REVERSE

Code Item : TAN-290
Koin Perak Krisynala Majapahit

Koin ini dipakai era Kerajaan Majapahit abad 12-13 sebelum

Koin majapahit

Koin Kerajaan Palembang Darusalam

Type 1

Type dua segi tujuh

Tipe 3 bundar

Berbagai jenis koin kerajaan palembang darusalam

Berbagai jenis token srivijaya

Segi lima,daun dan bulat

Close up with aksara

Token batangan perak

Koin kerajan cheribon

Koin timah Unidentified

Depan

belakang

Token chillin

Depan

 

Token kembang

Bulat dan kancing

 

Berbai jenis token

Koin kerajaan banten

 

 

Koin Lokal Kerajaan Malaysia

Compare with Literature

 

 

 

 

Koin timah kerajaan Malaysia

 

Koin serawak C.Brooke 1870,1884,1885 ,1890

 

Koin perunggu inggris

 

Token binatang

Koin buaya

 

Koin kura-kura,kodok dan gajah

Koin gajah

Koin  ular seperti huruf S

 

Belakang

depan

Token kura-kura

 

 

Kancing perunggu

 

Kancing perunggu majapahit dan srivijaya

 

Depan

belakang

Token perak spanyol

 

 

 

 

Lokal Dutch East Indie

Java 1810 Z

 

LN setengah stuiver

 

 

Koin raffles

Koin perunggu East India Compagny madras

Koin perak eic madras

 

 

Koin perunggu EIC island of Sumatra satu kepeng

Koin menangkabu satu kepeng

Berbagai jenis koin lokal

 

Koin perungu

Willem 1 Stuiver

Kpoin perak silver raider

 

 

Koin perak satu gulden

Wilhelmina dan willem II

 

 

 

Koin Perak

Koin willem III 2 1/2 gld tahun 1871

 

 

Token

Token pulau sambu

 

Anak timbangan kuno

 

 

Medali

Medali belanda gambar rusa dan wanita

Temuan Lokal Lainnya

 

Belakang

depan

 Mangkuk cetakan bintang perunggu

 

 

 

 

 

 

Keris

Mat keris majapahit dengan pamor singa

Mata keris majapahoit berpamor

 

 

 

 

Trisula majapahit

Mata tombak majapahit

Mat tombak kecil

Cincin kura-kura dan bunga

Cincin stempel

Cincin stempel

Berbagai jenis cincin perak kuno

 

 

 

 

 

 

 

Ceramic dan Amulet tiongkok

 

A,ulet (jimat) Tiongkok

Depan

belakang

Gambar naga,orang dan kura-kura

Amulet gambar ular

Amulet gambar orang tiongkok

Celadon

Buli-buli celadon dan putih qing-pai

 

 

Jarlet(buli-buli)

Sung hitam

Berbagai maxam buli-buli sung putih

Kendi

Kendi srivijaya

Sung putih

Patung keramik Guan Yu wra Tang

Berbagai macam kendi sung dan lokal

Mangkok Ming biru putih

Era wan-li

 

 

 

 

Swatow

Era post wanly

 

Era Qing

 

 

 

Ping qing

Motif orang

Amulet(koin jimat)

 

Koin tiongkok

Koin tiongkok bentuk kerang

 

Koin Gobok Tiongkok

Era tang dan sung

Era sung

Belakang

depan

Gobok gelombang laut jepang

Selesai

Copyright @ Dr Iwan 2014

 

 

 

The Old Ganesha Statue

 

nera same with my collactionTHE OLD GANESHA STATUE

Iwan Suwandy's photo.

I JUST FOUND THE OLED GANESHA STATUE,MADE BY CLAY

MAY BE DURING TANG DYNASTY SEND FOR THE KING OF SRIVIJAYA

SJAILENDRA.MADE FROM CLAY LIKE BURMESE GANESHA,AND THE JEWELLARY OF GANESHA WITH GOLD PRADA VERY LONG DEEP IN THE SEA THE PRADA STILL EXIST

AMIZING COLLECTIONS? HOW MUCH THE VALUE?i WILL PUT THIS COLLECTIONS IN MY MUSEUM,AND SEEKING THE SPECIAL MUSEUM TO SOLD THIS STATUE,i NEED  FUNDS FOR GREW UP MY CERAMIC MUSEUM

FOR MORE INFO i TRIED TO SEEKING ANOTHER GANESHA STATUE INFORMATION

FROM GOOGLE EKSPLORATION

I HOPE THE EXPERT WILL HELP ME TO IDENTIFY THIS SPECTACULARE

CANESHA

FOUND FROM SHIPWRECK SITE ,THE FISHERMAN TOLD ME THIS STATUE

FOUND DURING FISIHING BY HIS GRANDPA AROUND 1970 NEAR THE SMALL ISLAND

NETWEEN BANGKA BELITUNG TO PULAU SERIBU JAVA SEE.HE JUST FOUND

KEEPING BY HIS GRAND PA AND NEVER TOLD ANYBODIES MAY BE HE AFRAID  AGAINST THE LAW.

i HOPE ALL THE ARCHEOLOGIEST FROM ALL OVER THE WORLD WILL HELP ME ESPACIALLY THE EXPERT

Iwan Suwandy's photo.

FROM COMPARATIVE STAUDY,NARE SAME WITH CAMBODIAN GANESHA,LOOK BELOW

FROM NALANDA GROUND dr EDMUND EDWARD MACKINNON (I LOOST CONTACT

WITH HIM SINCE 1985)DURING MY OBESERAVTION THE ORIGINAL COLOUR WERE GOLD PRADA DAN CLOTH EMERALD JADE,AND i HAVE ANOTHE CELADON GANESHA STATUE BUT SMALL DAN THE HOLY BUFUFFALO GREEN YELOW COLOUER BUT BROKEN HALF.

THANK VERY MUST FOR YOUR COMMENT AND INFORMATION

DR IWAN SUWANDY,mha

MY GANESHA COLLECTION

GANESHA FROM GOOGLE EXPLORATION

Old Ganesha statue from Burma, made of Wood

Ganesha statue

 

File:Lord ganesha statue 72ft Bahadurgarh,Hariyana,India.jpg

 

the end @ copyright Dr Iwan 2014

Large old Ganesha from Burma, made of Wood

THE VALUE OF BUNG KARNO COLLECTIONS

 

tHIS THE SAMPLE OF dR iWAN cd-rom

JIKA ANDA INGIN MEMILIKINYA HUBUNGGI  EMAIL

iwansuwandy@gmail.com

harga lima ratus ribu rupiah sudah termnasuk biaya kirim,sebelum dikirim anda harus mengupload kopi KTP dan alamat lengkap denagn no tilpon rumah

serta mengupload buku transfer ATM BCA

The Value Of Bung Karno Collections

Created By

 Dr Iwan Suwandy,MHA

Limited E-Book In CD-Rom Edition

Special For Senior Collectors

Copyright @ 2014

INTRODUCTION

Saya berau saja kembali dari travelling around Taiwan,and I look the amazing Chiang Khai Sek Memorial Hall.

Saya sangat ingin membangun Bung Karno Memorial Hall yang sama, tetapi saat saya menghubunggi keluarga bung karno teryata tidak ada jawabannya,mungkin pihak keluarga sibuk dengan kepentngan dirinya sendiri dan politik. Bung Karno sendiri telah membuat suatu buku yang sangat terjken yiatu Buku Koleksi Bung Karno yang diedit oleh pelukis terkenal Lee Man Fong yang terdiri dari lima jilid,dimanakan kini  koleksi  tersebut ? Hanya tuhan yang tahu.

Pak Harto telah membuat suatu museum yang sangat hebat didekat taman Mini Indonesia Indah yang diberi nama Museum PPurna Bhakti/ kita semua sudah pernah melihatnya,dan nilainya tidak dapat ditaksi sangat tinggi sekalai.

Beberapa hari yang lalu saya menemukan lagi empat foto bewarna asli yang kualitasnya sangat bagus yang terkait bung Karno yaitu saat beliau meninggal dunia, foto dirumah putra Bung Karno ada gambar lukisan bung Karno didinding,Guntur sukarnoputra berfoto bersama ibunya ,almarmuh Ibu Fatmawati,dan putra putrinya, kemudian foto Inu Fatmawati dengan ibu Ingit?dan Guntur,kemudian foto Ratna Sari dewi lagi berdoa dilator belakani oleh beberapa pendetea dari Jepang didepan makam Bung Karno,dan terakhir foto peti bung Karno yang diselimuti Benrdera merah Putih dan pasukan disampinginya sedang memberikan tembakan peringatan.

Saya telah mengupload di web blog saya

Hhtp://www.Driwancybermuseum.wordpress.com

Berjudul Koleksi Bung Karno

Yang dapat dilihat di pendahuluan karya tilis ini

Banya kolektor saat ini tidak tahu jenis dan nilai harga koleksi yang terkait Bung Karno, untuk itu saya telah berusaha dengan segenap daya untuk menyusun dan mencari info terkait dengan koleksi Bung Karno yaitu koleksi Buku, Koleksi Foto dan koleksi dokumen terkait bung Karno, mengenai lukisan dan koleksi seni lain anda dapat mencarinya di karya tulis lainkarena sangat mahal dan sulit untuk menemukannya.

 

Karya tulis ini saya buat dalam bentuk e-book dalam CD-Rom agar lebih ekonomis dan gampang dikrim dengan biaya murah dan dapat dicegah pembajakan,karena bila jatuh ketangan pedagang nanti koleksi terkait Bung Karno akan jadi lebih mahal.

Terima aksih kepada segala teman-teman yang telah membantu syaa dalam menyusun karya tulis,khus kepada kelaurga Bung Karno saya perembahkan buku ini dan juga kepada seluruh rakyat Indoneisa,semoga ada yang mau jadi sponsor untuk mendirikan Bung Karno Memorial Hall seperti yang saya lihat di Yaipeh Taiwan.

Jkaarta. September 2014

Dr Iwan suwandy,MHA

BUKU ELEKTRONIK INI

SAYA DEDIKASIKAN KEPADA

mempelai-guruh-cindy-mega

KELUARGA BUNG KARNO

DAN SELURUH RAKYAT INDONESIA

DAN JUGA UNTUK

 KELUARGA SAYA ISTERI,ANAK,MANTU DAN CUCU-CUCU

PENDAHULUAN

Koleksi Bung Karno yang Dr Iwan Upload di Web Blognya.bila ad ayang tidak berkenan harap dimaafkan dan di koreksi.

Koleksi sejarah Bung Karno

Bagian Pertama

http://penasoekarno.wordpress.com/2009/10/30/foto-soekarno-20/

 

Pnegantar

KOLEKSI BUNG KARNO

Kreasi Dr IWAN S Berdasarkan Koleksi Pribadi dan sumbangan teman-teman  Buku-Buku Karangan Bung Karno

serta Koleksi Unik pribadi lainnya yang terkait dengan Proklamator dan Presiden pertama RI.

*001

Museum Dunia Maya  Pribadi untuk seluruh Bangsa Indonesia

Jakarta @Hak Cipta Dr IWAN S 2010

*rencana logo masih belum ditentukan menunggu persetujuan bila ada sponor, sementara dipergunakan  poster Bung Karno INGAT! saat pemilu pertama pencipta belum diketahui

_____________________________________________________________________________

KATA PENGANTAR

Saya memberanikan diri membangun sebuah museum dunia maya atau cybermusuem KOLEKSI BUNG KARNO   khusus untuk seluruh rakyat Indonesia dan pecinta Bung Karno dimanapun ia berada , dengan penuh kesadaran atas keterbatasan saya yang hanya seorang pensiunan dokter, petualang dan kolektor benda unik serta informasi terkait lainnya yang tentunya bukan pakar dan ahli dibidang museum dunia maya , tetapi berandalkan  tekad  yang bulat dan pengalaman sebagai kolektor senior yang banyak membaca literatur terkait bidangnya menyusun tulisan dan illustrasi ini berdasarkan koleksi yang sudah dihimpun hampir lima puluh tahun dengan maksud dan tujuan agar informasi tentang koleksi Bung karno pribadi dan koleksi unik terkait Bung Karno dapat di ketahui oleh rakyat Indonesia terutama  generasi penerus  secara gratis, oleh karena itu saya perlu dukungan moriel ( semangat)  dan matriel (dana operasional untuk consultan profesional) , maka besar harapan saya seluruh kolektor Indonesia untuk mendukung proposal musuem dunia maya  ini liwat  komentar, dan dukungan sponsor dari pencinta Bung Karno seperti yaysan BK, Metro Tv , Penerbit PT Gramedia dan sebagainya.karena informasi yang ada saat saya eksplorasi dengan google di Internet masih sangat terbatas.

Saya sadar cybermuseum  ini dibuat dengan pengantar  bahasa Indonesia karena sesuai arahan proklamator dan presiden Republik Indonesia pertama yang lebih senang di sebut sebagai Bung Karno agar kita harus berdikari dan bangga dengan bangsa kita sendiri yang termasuk bangsa besar yang jumlah penduduknya nomor tiga didunia setelah Tiongkok dan India. Pecinta Bung Karno dari  bangsa asing sepantasnya mengenal bahasa Indonesia agar dapat meresapi tulisan ini karena banyak istilah yang sangat sulit untuk diterjemahkan kebahasa asing seperti Inggris, Jerman, spanyol atau Belanda, untuk itu penulis memohon maaf yang sebasar-besarnya,juga atas kekeliruan dan kekurangan yang masih ada dalam tulisan ini, masukan sangat diperlukan agar tulisan elektronik ini dpat disempurnakan pada edisi mendatang.lihatlah poster Bung Karno yang sangat kharismatik INGAT!!*001

*001

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh teman-teman yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu ,terutama Pak  Herry Hutabarat, Pak Sofyan lampung,almarhum guru saya Frater Servaas dan almarhum Prof.Suparlan yang telah memberikan masukan ide untuk mengumpulkan koleksi serta informasi yang unik dan langka bagi generasi penerus.terimakasih juga kepada Pak Ali Baswedan yang telah menyokong terbitnya buku elektronik ini dan berkean memberikan tambahan informasi untuk Bab khusus tambahan KOLEKSI PUSAKA BUNG KARNO

_________________________________________________________________________________________________________________

KOMENTAR ALI BASWEDAN DALAM BLOG iwansuwandy.wordpress.com

Gagasan e-book tentang Bung Karno harus dilanjutkan. Sebab upaya Bapak itu bagian dari mencerdaskan bangsa. Selain itu, memperkaya khasanah tentang Bung Karno. Apa yang salah?
Kalau boleh saya urun rembuk, tentang BAB KOLEKSI PRIBADI BUNG KARNO, perlu ditambahkan KOLEKSI BENDA PUSAKA tokoh Proklamator itu. Ini bukan persoalan mistik. Benda-benda pusaka itu bagian dari sejarah panjang bangsa kita. Misalnya, Bung Karno pernah menerima pusaka Kanjeng Kiai Lepet dari PB X, berupa pedang yang dibuat pada masa pemerintahan PB IV. Benda-benda pusaka yang dimiliki Bung Karno pernah dimuat secara detail di Majalah KERIS, no: 1, tahun I, 15 feb – 16 Maret 2007. Dengan ikhlas saya bersedia memberikan copy majalah itu (berupa PDF) kalau berkenan.

Ali Baswedan

__________________________________________________________________________________________________________________

dukungan komentar diatas memberikan info bahwa pedang pusaka yang selalyu dibawa Bung Karno dibuat pada masa Pakubuwono IV, cerita lengkap akan di tampilkan setelah Pak Baswedan mengirmkan copy majalalah tersebut. saya memiliki foto pedang pusaka tersebut *003 dan *004

*003 *004.

Saya sangat gembira atas sokongan para kolektor Indonesia lainnya, lihat facebook saya iwansuwandy untuk tambahan informasi baru dan sokongan anda semua* 005

=========================================================================

*5 CUPLIKAN DARI FACE BOOK

video dari Yayasan Bung Karno tetang pertemuan Bung Karno dengan Nehru India dan Nasser Mesir, saya sedang meminta sponsorship dan izin memanfaatkan buku terbitan Yayasan Bung Karno lama era Guntur sukarno

Soekarno – My Spirit

Pas kebetulan lagi bongkar-bongkar file di PC, ketemu slide show ini. Daripada dibuang lebih baik ditaruh di FB. Mudah-mudahan bermanfaat.

Length:4:04

 

Wednesday at 5:55pm · Comment ·LikeUnlike · View Feedback (3)Hide Feedback (3) · Share

 

Ivan Abisai Rivera Torres and Fikri Alamoudi like this.

Iwan Suwandy

terima kasi atas dukungannya,semoga yayasan Bung Karno bekenan menjadi sponsor proposak buku elektronik B ung Karno saya,dan mengizinkan koleksi yayasan BK di tampilkan dalam e-book tersbtu. ayo kolektor In donsia pencintai B ung kirimkan dukungan anda dalm komentra ini terima kasih.

4 hours ago ·LikeUnlike ·

Remove

Iwan Suwandy thanks for support me to writte e-book of Bung Karno Collection in Indonesia language Koleksi Bung Karno, I need million support .

 

 

ASIA uniquecollection discussion Group

bung karno poster collection during PEMILU,MORE INFO CLICK MY INTERENET BLOG iwansuwand.wordpress.com

By:Iwan Suwandy

 

Wednesday at 5:44pm · Comment ·LikeUnlike · View Feedback (4)Hide Feedback (4) · Share

 

Ivan Abisai Rivera Torres and Fikri Alamoudi like this.

Fikri Alamoudi

WHAT A GREAT JOB,, Mr.Dr.IWAN,,.. I LIKE HIS CHARACTER, SINCE I WAS A CHILD,,..

Foto Bung Karno dan Mao dikirim oleh teman saya

=====================================================================================

 

agar saya segera dapat mengirimkan surat resmi kepada Ketua Yayasan Bung Karno untuk memeperoleh izi memanfaatkan informasi mereka dalam MUSEUM DUNIAMAYA KOLEKSI BUNG KARNO  ini, dan apabila ada sponsor mungkin saya akan mengubah dari Premium E-BOOK  menjadi Free CYBER MUSEUM , silahkan kirim komentar sokongan terhadap gagasan  ini liwat blog internet dan facebook saya dengan nama yang sama iwansuwandy.

_____________________________________________________________________________________________________________

SETELAH MENKOMPILASI SELURUH INFORMASI KOLEKSI BUNG KARNO YANG ADA, TERNYATA JUMLAHNYA SANGAT BANYAK, SEHINGGA PERLU DIBUAT SUATU BLOG TERSENDIRI DENGAN NAMA BUNGKARNO-IWAN.WORDPRESS.COM, JUDULNYA AKAN DITETAPKAN OLEH TIM DAN Dr IWAN S, TENTUNYA BILA ADA SPONSOR UNTUK BIAYA OPERASIONAL,PARA SPONSOR HARAP MENGHUBUNGI SAYA LIWAT COMMENT DAN EDITOR BLOG INI AKAN MENGHUBUNGI PARA SPONSOR UNTUK KEPERLUAN ADMINISTRATIF LEBIH LANJUT,BERITA LIHAT RUBRIK TERSENDIRI TENTANG DUKUNGAN DAN SPONSOR KOLEKSI BUNG KARNO.  APABILA TIDAK ADA SPONSOR TERPAKSA INFORMASI DAN ILLUSTRASI DIBATASI SEBAGAI BAGIAN DARI PROPOSAL INI.hARAP PARA TEMAN-TEMAN KOLEKTOR MAKLUM ATAS KETERBATASAN SAYA YANG BEKERJA SEORANG DIRI DAN KURANG PROFESIONAL.

Selanjutnya bacalah Catatan saya tentang pribadi Bung Karno dan Koleksi pribadi Bung Karno sebagai  Pengantar buku elektronik  yang saat ini telah saya tingkatkan jadi MUSEUM DUNIAMAYA CYBERMUSEUM KOLSI BUNG KARNO  karena sangat banyak dukungan dan klik.dari pecinta Bung Karno.

Para teman-teman yang ingin melihat kolesi pribadi Dr Iwan yang terkait Bung Karno, silahkan melihat di msueum dunia Maya Dr Iwan , klik hhtp//www.Driwancbermuseum.wordpress.com. terima kasih atas perhatiannya.

Jakarta  ,Juli 2010

Dr IWAN S

PS Apabila sudah banyak komentar dukungan dan ada sponsor yang lambangnya  akan di catumkan dalam proposal ini, maka secara bertahap daftar koleksi dan illustrasi akan diinstall dalam proposal buku elektr0nik ini,oleh karena itu kirimkan segera dukungan dan sponsor anda liwat komentar di Blog ini dan Facebook saya. terima kasih atas dukungan dan sponsorshipnya.

_____________________________________________________________________________

CATATAN Dr IWAN S TENTANG KOLEKSI BUNG KARNO

  1. Kesan-Kesan Dr  IWAN S TENTANG BUNG KARNO

saya dilahirkan dan dibesarkan di Tanah Minangkabau sumatera Tengah dulunya sekarang Sumatera barat, sehingga tokoh proklamator yang lebih dikenal adalah Bung Hatta,lihat foto kunjungan Bung Hatta ke Padang  tahun 1977 dismabut gubernur SUMBAR Haroen Zein dan Walikotanya Achiroel Yahya *005a foto ini karya Indra Sanusi dan sudah diberikan izin pengunaannya.

*005a

. Bung Karno pertama kali saya lihat tahun 1955 saat berkampanye dilapangan Tugu didepan SMA Don Bosco, saat ini  didepan Pengadilan negeri Padang yang sekarang sudah dibangun Museum Kota Padang, beliau berada diatas panggung tenda terpal persis saat itu saya sekolah di SD Andreas yang lokasinya disamping SMA Don Bosco ,kelas lima SD, kami beramai-ramai murid SD melihat Bung Karno pidoto,  beliau sangat pandai mempengaruhi semangat pendengar dengan jel jel Merdeka nya,sekali Merdeka Tetap merdeka tetapi apa yang dikatan beliau pupus dari ingatan saya.Saya telah banyak membaca literatur terkait beliau,sehingga saya mengerti bagaimana besarnya cinta Bung karno terhadap seni,sehingga beliau sering bertemu dengan seniman seperti seniman pelukis seperti Affandi, Basuki Abdullah,Dezentje,Le Man Fong,Henk Ngantung,Hendra Gunawan dan Sudjono, malah Henk Ngantung dipercayai menjadi Gubernur DKI tahun 1964*005aa

*005aa henk dan lukisannya pasar Jakarta.

, sayang beberapa dari pelukis tersebut ikut lembaga kesenian PKI(LEKRA)  sehingga hidup mereka sangat sengsara pada masa orde baru( Saya juga mengumpulkan koleksi masa Pak Harto,nanti kan saya tulis buku elektronik pada saat yang tepat).profil para pelukis senior tersebut umumnya saya kenal setelah melihat beberapa foto Bung Karno dengan mereka di istana Merdeka saat menyusun koleksi istana tersebut, juga difoto rumah Bung Karno pertama di jalan Pegangsaan didalam rumah tahun 1945 saat wawancara dengan wartawan terlihat lukisan Basuki Abdullah pantai Ternate berdasar lukisan cair air Bung Karno didinding dan disampingnya dipajang lukisan Fatmawati yang juga dilukis Basuki Abdullah yang sudah ada sejak masa revolusi kemerdekaan *002

*002

Saya masih menyimpan tulisan Bung Karno tahun 1942 saat tentara Dai nippon baru membebaskan beliau dari Bengkulu ke Sumatera Barat dalam bentuk kliping,tidak jelas dari majalah mana, selain itu juga teman saya memberikan sebuah cetakan surat pribadi Bung Karno kepada para prajurit yang bertugas diperbatasan saat Konfrontasi Malaysia saat Hari raya Lebaran yang menurut informasi surat itu berada dalam bingkisan dari Bung Karno kepada prajurit tersbut,sungguh besar perhatian beliu kepada para para prajurit pejuang, pada saat masa perang kemerdekaan pernah ditenirt almanak dengan gambar bungakarno tahun 1946 dengan berbagai promosi perjuangan yang saat itu sangat riskan untuk memilikinya karena dapat ditangkap Belanda ,sungguh istimewa saya memiliki koleksi almanak perjuangan tersebut, juga kartupos peringatan satu tahun medreda 17 agustus 1946 *002asayang tidak memakai gambar profile Bung Karno tetapi merupakan temuan saya yang sangat spektakuler,begitu juga dengan berbagai koleksi lain yang dapat dilihat dan dibaca pada bab berikutnya.

*002a

Pada saat Sumatera Barat bergolak terhadap pemrintahan Pusat tahun 1957, istilah versi dari PRRI yang dipimhan Ahmad Husein dan Sjaruddin Prawira Negara (koleksi pribadi saya tentang  PRRI akan diteritkan pada masa mendatang) dan versi Pusat disebut pembrontak, Bung Karno pamornya sangat menurun dimata Rakyat Sumatera Barat, sehingga banyak arsip beliau dimusnahkan, tetapi sebagian telah saya selamatkan dan tersimpan rapi saat ini, apalagi ketika terjadinya peristiwa G30PKI 1965, masih terbayang saat Pak Harto Mengambil alih kekuasan dan saat beliau dilantik *002b dengan pidato yang sangat sederhana yang berbeda dengan pidato Bung Karno yang lebih kharismatik.

Saya melihat Bung Karno kedua kalinya dan terakhir pada saat beliau berpidato dalam upacara pembukaan Pekan Olah Raga  Nasional(PON) di Bandung tahun 1961, saya peserta PON cabang Tennis Lapangan, beliau sangat kharismatik, saya masih ingat sebelum mulai berpidato, Bung Karno meminta peserta dan penonton agar diam, beliau berkata Saya minta supaya Diam sebelum saya mengucapkan kata pembukaan, kemudian beliu menghardik dengan suara mengeleganr sebanyak lima kali DIAM!!! DIAM!!!DIAM!!! DAIM!!!DIAM!!! saya sungguh terpeosna akhirnya semuanya diam, tapi saya lupa apa yang beliau katakan, karena itu saya berusaha memiliki koleksi buku pidato Bung Karno,dan yang paling langka adalah terbitan tahun 1954 tentan Pindato-pidato Bung Karno dari 17 agustus 1945 sampai 17 agust 1954, banyak dari pidato tersebut tidak pernah diterbitkan,mungkin atas alasan politik, juga kata sambutan Bung Karno pada saat peringatan enam bulan Merdeka dalam Buku khusus terbiitan Harian Merdeka dengan judul Merdeka dengan illustrasi sampul depan KEPALAN BERWARNA MERAH DENGAN TULISAN MERDEKA*002c

buku ini  sangat historik dan langka. Tahun 2009 saya kembali menemukan buku langka  yang berhubungan dengan pidato Bung Karno saat har Kemerdekaan RI dari proklamasi 1945 sampai 1954 oleh Kementerian Penerangan RI bagian dokumentasi dengan judul  8  x 17 Agustus, karena dalam Bunku Bung Karno Dibawah Bendera Revolusi jilid kedua tidak dicantumkan pidato Bung Karno saat proklamsi kemerdekaan tujuh belas Agustus 1945, apa sebabnya slah dikomentari didalam hati pembaca  sendiri karena dapat menimb ulkan polemik dan diskusi yang tidak akan selesai, ini adalah fakta sejarah , yah diendapkan saja dalam memori anda, silahkan baca bersama dengan bab buku Dibawah Bendera Revolusi Jilid kedua .

Saya hanya menyampaikan kesan yang sebenarnya berada dalam pikiran saya, tentanh hal lain sebaiknya saya tanpa komentar karena berbagai alasan, tetapi yang pasi bilau adalah proklamator,bapak bangsa  yang sangat kharismatik,energik, dan memiliki koleksi Bung Karno merupakan suatu Kebanggaan tersendiri,saya usulkan Yayasan Bung Karno mendirikan suatu museum yang megah untuk peringatan bagi Bung Karno dan saya bersedia menyumbangkan seluruh koleksi saya kepada museum tersebut ,tentunya harus berisi lengka[p baik sisi terang maupun gelap dari Beliau,kita menyadari mana ada manusia yang sempurna,tetapi yang jelas beliau telah memerdekakan Bangsa Indonesian yang sama-sama kita cintai.

2.KOLEKSI PRIBADI BUNG KARNO

Koleksi Pribadi Bung Karno tentunya masih berada pada Yayasan Bung Karno yang tahun 1979 dengan ketua putra pertama Bung Karno ,Guntur Sukarno, lihat illustrasi  Kata Pengantar Ketua Yayasan Bung Karno PADA BUKU BUNG KARNO & SENI  edisi pertama,terbitan Yayasan Bung Karno,Jakarta 1979,semoga yaysan tersebut tidak keberatan ditampilkan dalam buku elektronik ini.sebelumnya terimakasih Bung Guntur.(apabila sesudah satu bulan info ini ditayangkan tidak ada tegoran,maka illustrasi akan ditampilkan). Apabila ada izin,mungkin sebagian foto yang di close up dengan ukuran  lebih kuang 30% aslinya akan ditampilkan juga. Apabila tidak diizinkan terpaksa anggota melihatnya langsung pada buku aslinya atau dapat melihat diperpustakaan club.

Dalam buku aslinya  berisi Prawacana Penyusun Soedarmadji J.H. Damais dan para penulis Sitor Situmorang,Wiyoso Yudoseputro dan sudarmadji.Samburtan Ketua Yayasan Bung Karno Guntur Sukarno,Sambutan Ketua Dewan Kesenian Jakarta Ajip Rosidi,Kata sambutan wakil PresideRepublik Indonesia Adam Malik,Kata Sambutan Menteri Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia Surono , Kata sambutan Kepala  daerak Khusus Ibukota Jakarta Tjokropranolo, Bung Karno Dan Seniman olh Sitor Situmorang, Bung Karno Dengan seni Oleh Wiyoso Yudoseputro, Bung Karno  Dengan Seni Rupa Oleh Sudarmaji, Daftar Benda Benda Pameran, Kepustakaan Pilihan , Ucapan terima Kasih.

Dalam era ketua Yayasan Bung Karno Bapak Guruh Sukarno Putra, ada sebuah video koleksi foto Bung karno yang sangat penting dilestarikan, beberapa foto tersebut ada dalam koleksi saya pribadi seperti foto kunjungan Bung Karno ke Amerika serikat.*002d bung Karno dan Guntur di Dyasney land naik kereta.

*002d

Saya sangat berharap agar koleksi yayasan Bung Karno ini dapat dizinkan untuk di tampilkan dalam buku elektronik ini dan mungkin nantinya berkemband menjadi suatu blog tersendiri dengan nama museum duniamaya koleksi Bung Karno dan juga dalam bahasa inggris CYBER MUSEUM BUNG KARNO’S COLLECTIONS , saya telah meng add video koleksi foto Bung Karno era Bapak Guruh , karena tidak dicantumkan hak cipta ,mohon maaf jika yayasan BK tidak berkenan, maka video tersebut dengan segera saya hapus, sebagai bahan pertimbangan Bung Karno tidak hanya milik yayasan Bung Karno dan keluarga Besar tetapi milik seluruh bangsa Indonesia dan dunia jadi termasuk barang pusaka dunia atau World Heritage jadi tidak dapat dijadikan Hak Cipta seseorang atau kelompok, saya saran UNESCO juga berkenan menjadi sponsor dalam melestarikan warisan Budaya Bangsa dunia ini.

  1. KOLEKSI PUSAKA BUNG KARNO

1)Koleksi benda-benda Pusaka milik Bung karno, berdsarakan majalah lama milik teman saya bapak Ali Baswedan yang disumbangkan secara gratis untuk dimuat dalam buku elektronik KOLEKSI BUNG KARNO*TP-001.(sampai saat ini belum dikirimkan via e-mail dr Iwan s)

2) Photo Keris pusaka Bung Karno: a)*ill KP-002 pada masa perang Kemerdekaan Ri 1945-1950 ternyata berbentuk Keris.(dimana benda ini berada sekarang?)

*KP002

dan b)* ill TP-003 beberapa foto Tongkat pusaka Bung Karno pada masa Orde Lama 1951-1965, apabila diperhatikan dengan saksama ternyata ada dua jenis

Dimanakah benda pusaka keris dan kedua jenis tongkat pusaka Bung KARNO tersebut diatas? perlu diteliti lebih lanjut yang merupakan PR Yayasan Bung Karno atau para pakar sejarah Indonesia  dan ini merupakan informasi pertama di dunia maya berdasarkan fot0 asli BUNG KASRNO yang diclose up , bagaimana manakjubkan bukan !!!!!

4.. KOLEKSI PRIBADI Dr IWAN S TERKAIT  BUNG KARNO

Secara kronologis akan saya informasikan perkembangan koleksi pribadi saya terkait bung Karno, tulisan ini akan saya tampilan secara bertahap disertai ilkustrasi, satu persatu menunggu komentar baik dari yaysan Bung Karno,keluarga besar mantan Presiden RI Ibu Megawati Sukarno Putri dan keluarga besar Bung Karno,serta para kolektor pencinta Bung Karno, harap setiap inifo dibaca dan dilihat dengan saksama,bila tidak berkenan harap kirim komentar via comment dan bila disetujui akan saya hapus dari tayangan, saya sadar berbicara teng Bapak bangsa  dan Proklamator itu sangat peka, makanya saya sang hati-hati, mohon komentar dan koreksi apakah buku elektronok ini perlu diteruskan atau dihentikan,saya sangat menunggu komentar, bila tidak segera saya hilangkan dari tayangan,bila ya mari sokong saya dengan komentar anda.terima kasih.Saya belum pernah lihat tayangan pribadi seperti ini di dalam maupun luar negeri. ok segara kirim komentar.

BAB SATU : KOLEKSI PRIBADI MILIK  BUNG KARNO(YAYASAN BUNG KARNO DAN KELUARGA BESAR BUNG KARNO dalam buku BUNG KARNO DAN SENI  TERBITAN PERTAMA YAYASAN BUNGKARNO KETUA GNTUR SUKARNO TAHUN 1979 (  dengan izin dari pemilik-masih menunggu perseutjuan, e-mail sudah dikirimkan belum ada jawaban sampai saat ini)

  1. KOLEKSI SENILUKIS,PATUNG DAN KERAMIK

II.KOLEKSI SENI BATIK,UKIR DAN WAYANG

III. KOLEKSI  SENI BANGUNAN,MONUMEN DAN TATA KOTA

BAB DUA    KOLEKSI PRIBADI Dr IWAN S  TERKAIT DENGAN BUNG KARNO

I.KOLEKSI  BUKU DAN DOKUMEN BUNG KARNO (KOLEKSI PRIBADI Dr IWAN S)

1 MASA SEBELUM PERANG DUNIA KEDUA

1).BUKU KARANGAN BUNG KARNO DIBAWAH BENDERA REVOLUSI  JILID I TAHUN 1961 , YANG BEBERAPA ILLUSTRASI DAPT DILIHAT DIBAWAH INI

*BR1-001 KULIT DEPAN

*BR1-001

*

BR1-002 gambar asli dalam buku Dibawah Bendera Revolusi jidid satu halaman depan,bila diperhatikan close upnya dengan saksama ternyata Bung Karno memiliki tahi lalat diaats bibir kiri,pantas jago sebagai orator.foto ini dibuat saatBung Karno   lulus sekolah HBS.

 

Lihat mata bung karno

Lihat hidung dan bibir bung karno,ada tahi lalatnya

*BR1-002

 

 

 

 

 

 

 

  1. MASA PENDUDUKAN JEPANG 1942-1945

1)KLIPING TULISAN BUNG KARNO SAAT DIBEBASKAN TENTARA PENDUDUKAN JEPANG DARI BENGKULU KE SUAMTERA BARAT

2) MAJALLAH PANDJI POESTAKA, nO. 19 , TERBITAN  KOKOEMIN TOSJOKJOKOE (PENERBITAN NASIONAL)  BALAI POESTAKA JAKARTA,15 AGOESTOES 2602(1942) TAHOEN XX HAL 652-653.

hal 652  JUDUL RUBRIK PERAJAAN MIRADJ isinya antara lain :

” Malam minggoe jl mesdjid  Kwitang penoeh dengan oemat Islam yang ingin toeroet merajakan  hari Mi’radj Nabi Besar kita Moehammad s.a.w.  dari kalangan oelama  ada terdengar chotbah  yang berharga malam itu.  Poen Ir  Sukarno ada djoega hadir  pada malam itoe  dan toroet memberikan pemandangan.”

hal 653  berisi berita : “Komite perajaan itoe (Mi’rajd )  serta Pergerakan Tiga A tjabang Djakarta. Foto  Oemat berdoejoen-doejoen membandjiri Keboen Binatang  terlihat didepan rombongan Bung Karno * 005

dan foto Ir soekarno lagi berchotbah dengan penoeh semangat dalam perajaan Mi’radj di Keboen Binatang*006

*005

*006

(Kebun binatang yang dimaksud adalah kebun binatang yang didirikan oleh pelukis Raden Saleh dibelakang Rumah Pribadinya-saat ini jadi rumah sakit Cikini dan kebun binatang berada   dijalan Cikini Raya Jakarta Pusat, saat ini sudah dipindahkan keluar kota Pasar Minggu dan di tempat tersebut didirikan Taman Ismael Marzuki.-Dr Iwan )

3) FOTO ANGGOTA CHUO  SANGI IN  BADAN PERTIMBANGAN CIPTAAN PEMERINTAHAN PENDUDUKAN JEPANG , ADA DUA KOLEKSI PERTAMA DARI MASA PENDUDUKAN JEPANG   *DN001 DAN DARI BUKU KARANGAN IBU FATMAWATI Bung karno  diurutan sudak kanan bawah dna diatas foto ayahnay presiden Abdul Rahman Wahid, Wahid Hasyim.*DN002

*DN001

*DN002

4)FOTO BUNG KARNO DENGAN JENDRAL TOYO DI JEPANG *DN OO3 (Kejujuran Saudara Tua,majalah Tempo,13 Desember   1986,hal 20)

*DN003

5) INFORMASI PERTEMUAN BUNG KARNO DENGAN MAHASISWA SOEJATMIKO,SOEDARPO DAN SOEBADIO DIRUMAH BELIAU  PADA TAHUN 1943TANPA ILLUSTRASI *DN004( Soedjatmiko,Pilihan Dan peluang revolusi Indonesia setelah 45 tahun .Beberapa refleksi pribadi,Sejarah Pemikiran,Rekonstruki ,Persepsi no 1. MSI & GRamedia Pustaka Umum Jakarta 1991)

6) foto Bung Karno Ikut latihan Militer Tentara Pendudukan Jepang dalam majallah bahasa Belanda  ( Mr Mas slamet,Japamsche Intrigues,Buijten $Schipperhijn,Amsterdam,26 januari 1946,ex perpustakaan Biara Padua Tjitjurug,saat ini koleksi pribadi Dr IWAN S):

(1) foto illustrasi buku halaman  9, Bung Karno belajar hormat senjata kepada prajurit Dai Nippon *DN005

*DN005

(2) Foto illustrasi buku halaman 10, BungKarno belajar menembaksenapan karaben kepada tenetara Dai Nippon*DN006

*DN006

7) foto klipping karangan Bung Karno Judul Djawa Senotai! *o12 dan  foto lain dalam buku fatmawati anatara lain Foto Bung Karno berpidato  di Gang Kenari Djakarta *DN008 , Foto Bung Karno dan pemimpin pemerinatahan pendudukan Jepang Gunseikan *DN009, Bung Karno dan romusha *DN0010, Foto Bung Karno dan Ibu Fatmawati ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan dalam sebuah pertunjukan sandiwara “Fadjar Telah Menjinsing” dalam rangka memperinagti berdirinya Perserikatan Oesaha Sandiweara Jawa*DN 011,Foto Bung Karno Menyambut adanya Janji kemerdekaan dikemudian hari bersama pemuda-pemudi Djakarta *DN012, foto surat kabar Asia Raya  mengenai Indonesia Merdeka ,Kemerdekaan kemoedian didjanjikan Dai Nippon Taikoku*DN013, dan Foto Ibu Fatmawati menjahit bendera pusaka Merah Putih *DN014 ,Foto Bung Karno memimpin kerja bakti bersama para Romusha didaerah banten *DN015   ( buku  Bunga  rampai ?Karangan Ibu Fatmawati,kulit buku sudah hilang sehingga  info tak lengkap)

8)Dokumen asli Anggota Tjoeoe Sangi -In 2603(1943)*DN TSI001 dan oo2

*DNTSI

(1) lembar pertama  foto Bung Karno sebagai Ketua *DN 016 dibagian tengah

*DN016

dan 20 foto anggota di pingir dokumen *020  dan Dr Boentara *DN017 serta  dua puluh  anggota (nomor 21 -40) *DN018, serta tokoh terkenal BUng Hatta sebagai anggota no tiga puluh * DN019, Oto Iskandar Dinata no  tiga delapan*020, Profesor Hoesaein Djajadiningrat no anggota tiga *021 dan Wachid Hasyim (ayah alm Gus Dur) anggota nomor enam belas *022

(2) lembaran kedua foto dua orang wakil Ketua KOesoemo Oetojo *DN023

(3) VIDEO EIGAKU KAISHA, SIDANG TJUA SIANGI-IN KE IV. *DN 024 SAMPAI DN 034

  1. MASA PERANG KEMERDEKAAN 1945-1950

 

1) Pidato Presiden Soekarno Dalam mengumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Pada Tanggal 17 Agustus 1945 (8X17 Agustus,bag.dokumentasi,Kementrian Penerangan RI,Jakarta,Stensilan Asli,1954), bukuDBR jilid dua tidak dicantumkan.Sesuai dengan ejaan aslinya :  Saudara-saudara sekalian! Saja telah minta saudara-saudara hadir disini untuk menjaksikan satu peristiwa maha-penting dalam sedjarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berdjoang,untuk kemerdekaan tanah air kita.Bahkan telah beratus-ratus tahun! Gelombangnja aksi kita untuk mentjapai kemerdekaan kita itu ada naiknja dan ada turunnja,tetapi djiwa jita tetap menudju kearah tjita-tjita. Djuga didalam djaman Djepang,usaha kita untuk mentjapai kemerdekaan-nasional tidak berhenti-berhenti. Di dalam djaman Djepang ini,tampaknja sadja kita menjandarkan diri kepada mereka.Tetapi pada hakekatnja , tetap kita menjusun tenaga kita sendiri,tetap kita pertjaja kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnj kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita didalam tangan kita sendiri.Hanja bangsa jang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri,akan dapat berdiri dengan kuatnja. Maka kami,tadi malam telah mengadakan musjawarat dengan pemuka-pemuka rakjat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusjawaratan itu seia-sekata berpendapat,bahwa sekaranglah datang saatnja untuk menjatakan kemerdekaan kita. Saudara-saudara! Dengan ini kami menjatakan kebulatan tekad itu.Dengarkanlah proklamasi kami : PROKLAMASI. Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan KEMERDEKAAN INDONESIA.  Hal-hal jang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja. Djakarta ,17 Agustus 05 ,Atas nama bangsa Indonesia SOEKARNO-HATTA. Demikianlah,saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada satu ikatan lagi jang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menjusun Negara kita! Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia- merdeka kekal dan abadi.Insja Allah,Tuhan memberkati kemerdekaan kita itu!

( Pidato ini diketik tanpa spasi   sesuai kalimat aslinya, agar tidak ditambah atau dikurangi dari aslinya-Dr Iwan S)

2) KOLEKSI NOMOR PERINGATAN ENAM BULAN MERDEKA TERBITAN HARIAN MERDEKA 17.2.1946

3) KOLEKDI MAJALAH NOMOR KHUSUS PERINGATAN SETAHOEN REPOEBLIK INDONESIA 17.8 .1946ITERNITKAN BADAN PENERBIT NASIONAL.

*ILLUSTRASI KULIT DEPAN GAMBAR  GUNUNG KARANG DENGAN OBAK BEWARNA MERAH PUTIH DENGAN  MOTTO MERDEKA SAMPAI AKHIR ZAMAN.

ISI YANG TERKAIT BUNG KARNO

(1) REPRO SURAT KABAR SOEARA ASIA TENTANG PROKLAMSI INDONESIA MERDEKA De ngan  narasi :  MAKA  TERSIARLAH PROKLAMASI INDONESIA MERDEKA -dalam soesana tekanan militer Djepang- diseloeroeh Tanah Air, bahkan diseloeroeh doenia melaloei lima  boeawana dan empat samoedra.

(2)tulisan PRESIDENT KITA ,DILENGKAPI DENGAN  ILLUSTRASI FOTO presiden soekarno

(3) tulisan hal -11 judul ” MENOEDJOE KE PARLEMEN SEMPOERNA,’  dengan illustrasi  foto bung karno dengan kabninet soekarno sebelah kiri dan  kabinet Sjahrir sebelah kanan(baca tulisan prof soedjatmiko  tentsang kolaburator Jepang dibaba masa pendudukan Jepang sbelum ini-pen) dengan narasi dibawah foto : PADA TABNGGAL 23 NOVEMBER 1945  KABINET SOEKARNO(KIRI)  MENYERAHKAN KEKUASAAN  KEPADA (KANAN) KABINET SJAHRIR ,  bung karno berada ditengah.

(4) hal 64 illustrasi foto Buung Karno,Bung Hatta dan Jendral Sudirman men injau Kapal perang Angkstsn Laut NRI, narasi :” ANGKATAN LAOET REPUBLIK INDONESIA MENDJAMIN KESELAMATAN NEGARA,NOEASA DAN BANGSA”

4)KOLEKSI MINGGOAN UMUM  “SOEARA MOEDA’  NOMOR 63/64 27.8.1946

JUDUL. KENANGAN 1 TAHOEN MERDEKA

*ill.Bung Karno dan Pangeran Diponegoro

POEDJA

P.DIPONEGORO DAN BOENG KARNO , KEODA2NJA PAHLAWAN KEMERDEKAAN. BEDANJA HANJA, JG SEORANG TELAH MENGHADAP TOEHAN,JG. SEORANG MASIH BERDJIWA. KEPADA  JG TELAH PERGI KAMI DO’AKAN MENDAPAT TEMPAT BAIK DIHADLIRAT TOEHAN DAN JG MASIH HIDOEP SEMOGA  SENATIASA DILINDOENGINJA DLM PERDJOEANGAN MEMIMPIN REVOLUSI INI.KITA PERTJAJA BAHWA PERDJOEANGAN KITA AKAN BERHATSIL SEBAGAI HARAPAN KITA : TETAP MERDEKA.

5) 28 JULI 1947

PADA HARI INI DITERBITKAN UANG REVOLUSI nri :  GAMBAR BUNG KARNO  NOMINAL SERATUS RUPIAH, TANDA PEMBAJARAN JANG SAH,NOMOR SERI  SDA 1 DITANDA TANGANI MEN

  1. MASA ORDE LAMA 1951-1965

1)BUKU KUNJUNGAN PRESIDEN TIONGKOK LIE SHOU CHI KE INDONESIA DENGAN FOTO KULIT DEPAN BUNG KARNO DAN PRESIDEN TIONGKOK TERSEBUT DIATAS MOBIL BUNG KARNO RI 1

3.BUKU TERBITAN KEMENTERIAN PENERANGAN TAHUN 1958 BERJUDUL  Beberapa fikiran dan pandangan :DUA PEDJUANG NASIONAL INDONESIA-YUGOSLAVIA Josip Broz-Tito  -Dr I r Hadji Soekarno, Pertjetakan Negara-Djakrta-443/B-1958. Buyku ini dengan gambar kulit depan kedua pejuang Nasional tersebut.

4.Buku terbitan Kedutaan Amerika Serikat Jakarta ,judul Foto=foto  dan Reportase tentang Perjalanan  PRESIDEN SOEKARNO DI AMERIKA SERIKAT, FOTO KULIST DEPAN  Bung Karno yang memegang tongkat pusakanya dan Guntur Sukarno didepan patung Abrahan Lincoln di tugu Lincoln Memorial ,Washington .D.C.  dan gambar halaman belakang di Pennsylvania Avenue di Washington ,sebuah panggung didirikan untuk menyambut kedatangan Presiden Soekarno setinggi kira-kira 10 meter,didampinggi oleh bendera-bendera Indonesia dan Amerika setinggi 10 meter. Dia ats panggung ini kepada Presiden Soekarno diserahkan Kunci Kota , ialah sebagai pernyataan selamat datang.

Buku brosur ini siterbitkan untuk memringati kunjungan Presiden Soekarno ke Amerika Serikat yang telah menimbulkan pengartian yang lebih baik dari tanggal 16 Mei – 3 Juni 1956.

Buku brosur  ini sangat menarik karena dilengkapi dengan  gambar peta perjalanan bung Karno, dan  illustrasi foto hitam putih dan berwarna sebanyak delan puluh satu gambar ilustrasi buku , dan pada kulit belakang bagian dlam tertulis ucapan bung karno dengan foto Bung Karnoi melambaikan tanggan :

‘…. DAN SEKARANG, TUAN RUMAH BANGSA AMERIKA, KAWAN2 SAJA DI AMERIKA , SAJA AKAN MENGUTJAPKAN SELAMAT TINGGAL KEPADA SUADARA2. PERHUBUNGAN KITA SEKARANG TELAH MENDJADI LEBIH ERAT DAN MARILAH KITA BERTEKAD AGAR PERBUHUNGAN ITU TETAP ERAT’ (dalam ejaan lama ,asli seperti dalam buku tersebut).

  1. PRANGKO BUNG KARNO
  2. MASA PERANG KEMEDEKAAN(1945-1949)

2  MASA RIS(1949-1950)

  1. MASA ORDE LAMA (1951-1965)

III. MATA UANG BUNG KARNO

  1. KARYA SENI TERKAIT BUNG KARNO

V.KOLESI BUNG KARNO JENIS LAINNYA

 

*ill 001

SEKILAS MUSEUM DUNIA MAYA :” KOLEKSI BUNG KARNO”

Kreasi Dr IWAN S Berdasarkan Koleksi Pribadi dan sumbangan teman-teman,

Buku-Buku Karangan Bung Karno,

serta Koleksi Unik pribadi lainnya yang terkait dengan Proklamator dan Presiden pertama RI.

Museum Dunia Maya  Pribadi untuk seluruh Bangsa Indonesia.

Berisi Koleksi Bung Karno dari Tamat HBS sampai Pernikahan puri bungsunya Kartika Sukarno

* ill001 Bung Karno Profile saat lulus HBS (setingakat SMEA saat INI) dan *ill 002 Peata pernikahan Kartika Sykarno dengan suami , Ibu Dewi sukarno, Ibu Megawati,dan Bapak Guruh Sukarno Putra

*ill 002

Jakarta @Hak Cipta Dr IWAN S 2010

 

_____________________________________________________________________________

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

Saya memberanikan diri membangun sebuah museum Dunia Maya atau cybermusuem” KOLEKSI BUNG KARNO “  khusus untuk seluruh rakyat Indonesia dan pecinta Bung Karno dimanapun ia berada , dengan penuh kesadaran atas keterbatasan saya yang hanya seorang pensiunan dokter, petualang dan kolektor benda unik serta informasi terkait lainnya yang tentunya bukan pakar dan ahli dibidang museum dunia maya , tetapi berandalkan  tekad  yang bulat dan pengalaman sebagai kolektor senior yang banyak membaca literatur terkait bidangnya menyusun tulisan dan illustrasi ini berdasarkan koleksi yang sudah dihimpun hampir lima puluh tahun dengan maksud dan tujuan agar informasi tentang koleksi Bung karno pribadi dan koleksi unik terkait Bung Karno dapat di ketahui oleh rakyat Indonesia terutama  generasi penerus  secara gratis, oleh karena itu saya perlu dukungan moril ( semangat)  dan matrial (dana operasional untuk Konsultan profesional) , maka besar harapan saya seluruh kolektor Indonesia untuk mendukung proposal Musuem Dunia Maya  ini liwat  komentar, dan dukungan sponsor dari pencinta Bung Karno seperti yaysan BK, Metro Tv , Penerbit PT Gramedia dan sebagainya.karena informasi yang ada saat saya eksplorasi dengan google di Internet masih sangat terbatas.

Saya sadar Museum Dunia Maya   ini dibuat dengan pengantar  bahasa Indonesia ,karena sesuai arahan Proklamator dan Presiden Republik Indonesia Pertama yang lebih senang di sebut sebagai Bung Karno agar kita harus berdikari dan bangga dengan bangsa kita sendiri yang termasuk bangsa besar yang jumlah penduduknya nomor tiga didunia setelah Tiongkok dan India sehingga perguakanlah Bahsa Tanah Air sendir Bahasa Indonesia .

Pecinta Bung Karno dari  berbagai bangsa asing sepantasnya mengenal bahasa Indonesia agar dapat meresapi tulisan ini karena banyak istilah yang sangat sulit untuk diterjemahkan kebahasa asing seperti Inggris, Jerman, spanyol atau Belanda, untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya,juga atas kekeliruan dan kekurangan yang masih ada dalam tulisan ini, masukan sangat diperlukan agar tulisan elektronik ini dpat disempurnakan pada edisi mendatang.lihatlah poster Bung Karno yang sangat kharismatik INGAT!!*001

*001

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh teman-teman yang tidak dapat dituliskan namanya satu persatu ,terutama Pak  Herry Hutabarat, Pak Sofyan lampung,almarhum guru saya Frater Servaas dan almarhum Prof.Suparlan yang telah memberikan masukan ide untuk mengumpulkan koleksi serta informasi yang unik dan langka bagi generasi penerus.terimakasih juga kepada Pak Ali Baswedan yang telah menyokong terbitnya buku elektronik ini dan berkean memberikan tambahan informasi untuk Bab khusus tambahan KOLEKSI PUSAKA BUNG KARNO.

Upload di web nomor dua

11 september 1941

Inilah sekelumit kisah asmara Sukarno – Fatmawati. Begitu unik. Begitu mambara. Begitu dalam. Berikut ini adalah sepenggal kalimat cinta Bung Karno kepada Fatmawati, melalui sepucuk surat cintanya tertanggal 11 September 1941…

 

O, Fatma, jang menjinarkan tjahja. Terangilah selaloe djalan djiwakoe, soepaja sampai dibahagia raja. Dalam swarganya tjinta-kasihmoe….

 

pertalian cinta terjadi saat Bung Karno diasingkan di Bengkulu. Ketika itu, tentu saja. Bung Karno sudah beristrikan Inggit Garnasih, dan tidak dikaruniai putra. Tetapi, bukan Bung Karno kalau tidak berjiwa ksatria. Meski harus mengorbankan hubungan yang begitu baik, tetapi niat menyunting Fatma, toh tetap diutarakan juga kepada Inggit.

 

Sepulang dari pengasingan, Bung Karno selalu murung. Ia benar-benar dilabrak demam cinta. Anak angkatnya, Ratna Juami dan suaminya, Asmara Hadi, mengetahui bahwa Bung Karno sedang demam cinta, demam rindu kepada Fatmawati nun di Bengkulu sana.

 

Ratna dan Asmara Hadi pula yang memohon-mohon kepada Inggit, agar merelakan Bung Karno menikahi Fatmawati.

 

Inggit keukeuh menolak dimadu, dan menyepakati perceraian.

 

Inggit sepakat kembali ke Bandung. Hari terakhir bersama Bung Karno, Inggit menyempatkan diri ke dokter gigi. Bung Karno masih setia menemani.

Bahkan ketika bertolak ke Kota Kembang, Bung Karno pun turut serta.

Turut membongkar barang-barang Inggit. Setelah mengecek dan memastikan tidak ada sesuatu yang tertinggal, Bung Karno pun mengucapkan selamat tinggal kepadanya

(Penasukarno)

Juni 1943

Nah, bulan Juni 1943, Bung Karno menikahi Fatmawati. Bung Karno di Jakarta, sedangkan Fatmawati ada di Bengkulu.

 

Bagaimana mungkin? Bung Karno menikahi Fatmawati secara nikah wakil. Sebab, kalau harus mengurus perizinan ke Jakarta untuk Fatma dan seluruh keluarganya, pada saat itu, sangat musykil. Di sisi lain, karena tuntutan pergerakan dan perjuangan, Bung Karno pun tidak mungkin meninggalkan Jakarta ke Bengkulu untuk menikah. Di sisi lain, Bung Karno merasa, tidak mungkin bisa menahan lebih lama lagi untuk menikahi Fatmawati.

Menurut hukum Islam, perkawinan dapat dilangsungkan, asal ada pengantin perempuan dan sesuatu yang mewakili mempelai laki-laki. Maka, Bung Karno segera berkirim telegram kepada seorang kawan akrabnya di Bengkulu, dan memintanya menjadi wakil Bung Karno menikahi Fatmawati. Kawan Bung Karno ini pun bergegas ke rumah Fatmawati, dan menunjukkan telegram dari Bung Karno. Orangtua Fatmawati menyetujui gagasan itu. Alkisah, pengantin putri dan wakil Bung Karno pergi menghadap penghulu, dan sekalipun Famawati ada di Bengkulu dan Bung Karno di Jakarta, pernikahan itu pun dilangsungkan, dan keduanya sudah terikat tali perkawinan

(pena sukarno)

Proklmasi 17 agustus 1945

Pidato bung Karno

1946

 

 

 

 

 

 

1949

 

 

 

 

Raja Idrus dan Ratu Markonah. Kedua nama ini membuat geger Indonesia pada zaman presiden Soekarno. Waktu itu sekitar tahun 1950-an, Indonesia sedang berjuang membebaskan Irian Barat. Markonah berumur 50-an. Wajahnya lumayan menarik. Tapi ia memiliki cacat di matanya sehingga selalu memakai kaca mata hitam.

Pasangan suami-istri itu mengaku sebagai raja dan ratu Suku Anak Dalam, Sumatera. Mereka lantas menemui sejumlah pejabat dengan mengaku sedang melakukan muhibah ke sejumlah daerah di tanah air. Dengan dandanan yang meyakinkan, para pejabat pun menyambut dengan tangan terbuka atas kunjungan Raja Idrus dan sang permaisuri.

Hebatnya para pejabat memberikan sambutan yang luar biasa kepada mereka. Mereka dijamu, dielu-elukan, diajak foto bersama dan mendapat liputan media massa. Entah bagaimana ceritanya, kemudian ada seorang pejabat yang memperkenalkan sang raja dan ratu itu kepada Presiden Soekarno.

“Pejabat ini, saya nggak tahu namanya, menyampaikan ke Bung Karno, kalau Raja Idrus dan Ratu Markonah sudah seharusnya diterima di istana. Sebab raja dan ratu itu bisa membantu pembebasan Irian Barat,” jelas sejarahwan Universitas Indonesia (UI) Anhar Gonggong saat berbincang dengan detikcom.

Kala itu Bung Karno memang sedang membutuhkan dukungan rakyat untuk membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda. Maka Soekarno pun mengundang Idrus dan Markonah ke Istana Merdeka. Di istana, tentu saja keduanya mendapat sambutan dan dijamu layaknya tamu terhormat. Tidak ketinggalan mereka juga diberi uang untuk misi membantu pembebasan Irian Barat. Bahkan diberitakan mereka menginap dan makan gratis di hotel selama berminggu-minggu.

Pertemuan Idrus dan Markonah dengan Bung Karno pun diberitakan media massa waktu itu. Koran Marhaen dan Duta Masyarakat waktu itu memasang foto pertemuan Markonah dengan Bung Karno. Di foto itu, Markonah dengan kaca mata hitamnya bersama sang suami berpose bersama Bung Karno. Di keterangan foto disebutkan, Raja Idrus dan Ratu Markonah akan membantu pembebasan Irian Barat.

Namuan kenyataan sering kali tidak seindah harapan. Fakta berbicara lain tentang Raja dan Ratu unik tersebut. Idrus dan Markonah yang dianggap raja dan ratu yang bisa membantu Indonesia membebaskan Irian Barat ternyata hanya penipu kelas kakap. Kedok mereka terbongkat saat suami istri itu jalan-jalan di sebuah pasar di Jakarta.

“Saat itu ada tukang becak yang mengenali Idrus, karena Idrus itu ternyata tukang becak. Dari sinilah wartawan melakukan investigasi dan membongkar kedok penipu itu. Markonah ternyata seorang pelacur kelas bawah di Tegal, Jawa Tengah. “Lucu itu, presiden kok bisa tertipu,” beber Anhar Gonggong yang kemudian tertawa terkekeh.

Anhar menganalisa, Soekarno bisa tertipu Idrus dan Markonah karena ia sedang mencari dukungan rakyat untuk proyek pembebasan Irian Barat. Selain itu juga, karena sebagai pemimpin, Bung Karno ingin menunjukkan dirinya dekat dengan rakyat. “Itu penyakit pemimpin kita, selalu ingin kelihatan dekat dengan rakyat,” ulas Anhar.

Skandal Idrus dan Markonah merupakan kasus penipuan nasional pertama yang dialami negeri ini dengan korban istana. Ternyata penipuan dengan korban istana tidak berhenti pada zaman Soekarno. Kasus serupa bahkan kembali berulang pada pemerintahan selanjutnya

(penasukarno)

 

 

Benang Merah Pidato Bung Karno (4-Selesai)

Berikut bagian ke-4 dari empat bagian nukilan pidato Bung Karno. Periode ini mengutip pidato Bung Karno periode 1961 – 1966. Setelah itu Bung Karno tidak lagi tampil membahana di podium peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus. Pidato tahun 1966 adalah pidato kenegaraan terakhirnya.

1960

AMANAT PRESIDEN SOEKARNO

PADA PEMBUKAAN SIDANG PERTAMA M. P. R. S.

DI GEDUNG MERDEKA BANDUNG

PADA HARI PAHLAWAN 10 NOPEMBER 1960

……………………………………………………………

Dan sebagai tiap2 rakjat jang menderita, maka rakjat Indonesia ingin melepaskan diri daripada penderitaan itu. Dan dalam usaha untuk melepaskan diri daripada penderitaan itu, sekali lagi rakjat Indonesia menjalankan penderitaan2. Korbanan2 jang amat pedih. Untuk mengachiri pen-deritaan, rakjat Indonesia mendjalankan penderitaan. Ini tampaknja adalah satu paradox, tetapi paradox sedjarah, hisrorical-paradox. Penderitaan rakjat jang dilakukan oleh rakjat untuk melepaskan diri daripada penderitaan, sudah dikenal oleh kita semuanja. Dikenal olah kita semuanja dalam bentuk Pah-lawan-pahlawan jang gugur, jang mereka itu arwahnya pada ini hari kita peringati.

Dan Pahlawan2 yang gugur ini bukan sadja jang gugur sedjak kita memasuki taraf physical revolution didalam usaha kita untuk melepaskan diri kita daripada penderitaan, tetapi Pahlawan jang gugur, djuga sebelum adanja physical revolution kita itu, Pahlawan jang gugur dalam abad ke-17, Pahlawan-pahlawan jang gugur dalam abad ke-18, Pahlawan2 jang gugur dalam abad ke-19, Pahlawan jang jang gugur dalam apa jang kita namakan Gerakan Nasional, dan bukan sadja Pahlawan2 jang gugur, tetapi kita pada ini hari djuga memperingati semua Pahlawan2 daridjang telah menunjukkan kepahlawanannja diatas padang pelaksanaan Dharma Bhakti terhadap kepada Ibu Pratiwi.

Bukan sadja terbajang dihadapan mata chajal kita Pahlawan2 dari Sultan Agung Hanjokrokusumo, atau Pahlawan2 dari Untung Suropati, atau Pahlawan2 dari Trunodjojo, atau Pahlawan2 dari Sultan Hasanudin, atau Pahlawan2 dari Trunodjojo, atau Pahlawan2 dari Sultan Hasanudin, atau Pahlawan2 dari Pangeran Diponegoro, atau Pahlawan2 dari Teuku Tjiek Ditiro, atau Imam Bonjol, bukan hanya Pahlawan2 itu jang gugur dimedan pertempuran atau tidak gugur dimedan pertempuran, tetapi djuga Pahlawan2 kita didalam Gerakan Nasional, jang mereka itu bernama dan kita beri nama Pahlawan, oleh karena mereka telah mempersembahkan Dharma Bhaktinja serta kobanannja jang pahit-pedih diatas Persada Ibu Pratiwi.

Terbajang dimuka mata chajal kita, ratusan ribuan Pemimpin2 kita daripada Gerakan Nasional itu, jang telah meringkuk didalam pendjara. Terbajang dihadapan mata chajal kita, Pemimpin2 kita jang menderita pahit pedih, ditempat2 pembuangan. Terbajang dimata chayal kita, Pemimpin2 kita jang dengan muka bersenjum menaiki tiang penggantungan. Terbajang dimata chayal kita, Pemimpin2 kita jang menadahi pelor daripada squadron2 pendrelan2. Terbajang dimuka chayall kita, deritaan daripada rakjat kita jang untuk Perdjuangan itu mengorbankan segala2nja.

Ada jang mengorbankan suaminja, ada jang mengorbankan anaknja , ada jang mengorbankan harta-bendanja, ada jang mengorbankan isi-hati ketjintaan mereka jang mendjadi tiang daripada djiwa mereka itu. Pendek kata mengorbankan segala2nja, dan mereka ini Pahlawan pula.

——————————————————————————-

Djikalau Saudara2 membatja Undang2 Dasar 45 itu, njata djelas bahwa semangat daripada Undang2 Dasar 45 ini ialah apa jang diamanatkan oleh Rakjat didalam ia punja penderitaan jang berwindu-windu, berabad-abad. Maka oleh karena itu ada baiknja barangkalil saja batjakan lebih dahulu Preambule daripada Undang2 Dasar itu:

“Bahwa sesunggunja Kemerdekaan itu ialah hak segala Bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan diatas
dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dan perdjoangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang bahagia dengan selamat-sentausa menghantarkan Rakjat Indonseia kedepan pintu gerbang Kemerdekaan Negara Indonesia jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.Atas berkat Rahmat Tuhan Jang Maha Kuasa, dan didorongkan oleh keinginan luhur supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas — maka Rakjat Indonesia mennjatakan dengan ini Kemerdekaannja. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia, jang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonsia, dan untuk memadjukan kesejahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan Kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Indonesia itu dalam Undang2 Dasar Negara Indonesia jang terbentuk dalam susunan negara Republik Indonesia
jang berkedaulatan Rakjat, dengan berdasarkan kepada ke-Tuhanan jang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan Kerakjatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusjawaratan Perwakilan serta dengan mewudjudkan satu Keadilan Sosial bagi seluruh rakjat Indonesia”.

Preambule ini Saudara2, saja ulangi lagi, mentjerminkan dengan tegas dan djelas: Amanat Pendeitaan Rakjat. Tjerminkan dengan djelas didalam kata-pembukaan ini, tiga kerangka sebagai jang saja utjapkan dalam pidato saja 17 Agustus 1959, jang kemudian terkenal dengan kata pidato Manipol.

Tiga kerangka, satu Negara Kesatuan, didalamnja satu masjarakat jang adil dan makmur, didalam rangkaian persahabatan dengan semua Bangsa didunia. Preambule ini Saudara2, dibuat dan dirantjangkan, kemudian disjahkan oleh Pemimpin2 kita sebelum kita mengadakan Proklamasi 17 Agustus 1945. Apa sebab, kataku tadi, oleh karena Pemimpin2 kita pada waktu itu semuanja merasa meng-emban Amanat Penderitaan Rakjat sehingga didalam Preambule ini ditjerminkan olehnja apa yang diamanatkan oleh rakjat dengan deritaanja itu, kepada kita semua. Tiga kerangka ternjata tertulis didalamnja. Dan bukan saja tiga kerangka ini, sebagai Saudara2 pun telah mengetahui, didalam Preambule ini telah tertjermin pula Dasar daripada Negara jang akan datang, dan jang kemudian datang, jaitu jang terkenal dengan nama Pantjasila.

——————————————————————

Saudara2, maka dengan Demikianlah Saudara2 sudah djelas, sebagai tadi saja katakan, pekerdjaan Saudara2 adalah berat mulia,— tetapi sebenarnja tidak terlalu berat, dan mulia,— malahan saja minta kepada Saudara2 jang mulia tetapi tidak terlalu berat. Saja minta kepada Saudara2 djanganlah bertele-tele, Saudara2.

Saudara2 tahu bahwa Konstituante, jang bersidang digedung ini bertele-tele, sehingga achirnja saja bubarkan Konstituante itu. Tetapi Saudara2 kemudian didalam gedung ini pula Depernas bersidang dan Depernas menebus, menebus noda, jang djatuh kepada tubuh bangsa Indonesia. Noda, oleh karena Bangsa Indonesia didalam Revolusi tidak boleh bertele-tele, padahal Konstituante bertele-tele, noda ini ditebus oleh Depernas, didalam waktu jang singkat Depernas telah menjusun ia punja pola. Oleh karena itu sebagai tadi saja njatakana saluut kehormatan kepada Depernas umumnja, chususnja kepada Ketuanja, Prof. Mr. Moh. Yamin.

Ingat Saudara2, sebagai tadi saja katakan, Pembangunan Semesta harus lekas berdjalan, garis besar haluan Negara harus lekas disjahkan atau diperkuat oleh Saudara2. Kita sudah memiliki Negara lima belas tahun lamanja, Negara memerlukan tegas haluannja, Pembangunan membutuhkan tegas garis2 besarnja. Segala alat perlembagaan jang tadi disebutkan oleh Saudara Ketua, baik M.P.R. maupun D.P.A., maupun Mandataris pada M.P.R. jang bernama Presiden, dengan ia punja pembantu2 pelaksanaan mandat daripada M.P.R. itu, maupun Lembaga jang telah saja adakan jang bernama Depernas, semua Lembaga2 ini tak lain tak bukan, hanjalah alat-alat Revolusi.

Meskipun Lembaga2 ini ditjantumkan didalam Undang2 Dasar 45, toh saja berkata Lembaga2 ini sekadar alat Revolusi, bahkan Undang2 Dasar 45 adalah alat Revolusi Saudara2, bahkan Negara adalah alat
Revolusi. Bahkan Negara adalah sekadar satu bagian sadja daripada Amanat Penderitaan Rakjatm, Negara itu adalah satu alat melaksanakan Amanat Penderitaan Rakjat, jaitu suatu Masjarakat jang Adil dan Maknur, satu hidup Merdeka, satu hidup Internasional jang bersahabat dan damai dengan semua bangsa. Saudara2 adalah alat2 Revolusi dan djanganlah Saudara2 bertele-tele, sebab sebagai tempo hari saja katakan kepada Konstituante, “ met of zonder Konstituante”,—dengan atau tanpa Konstituante, Revolusi berdjalan terus,. Perkataan itu saja ulangi kepada Saudara2, — “met of zonder M.P.R.S.”,— dengan atau tanpa M.P.R.S., Revolusi berdjalan terus, Revolusi berdjalan terus tanpa Presiden Soekarno. Revolusi berdjalan terus tanpa Kabinet Kerdja,— revolusi berdjalan terus “met of zonder D.P.A.”— Revolusi berdjalan terus “met of zonder D.P.R.G.R.— Revolusi berdjalan terus “met of zonder M.P.R.S.”

Oleh karena itu saja minta kesadaran tentang hal ini kepada Saudara2 sekalian, garis besar sadja Saudara tentukan, dan pekerdjaan Saudara2 dipermudahdengan sudah adanja Manipol dan USDEK. Garis2 besar pembangunan Saudara tentukan, sudah ada Pola Depernas,—mungkin sekali malahan saja beri tambahan bahan pertimbangan,—tentukan sekedar garis2 besar sadja didalam garis besar ini. Ada memang soal2 jang prinsipiil, misalnja dalam hal Pembangunan bagaimanakah sikap kita, terhadap kepada persoalan dan loan dari luar negeri, ini satu haljang prinsipiil, apakah kita membenarkan investement luar negeri dibumi Indonesia, atau kita sebagai sudah saja katakan prefeer loan diatas investement apakah pendirian M.P.R.S, tentang “Joint-Enterprise” ataukah tidak apakah M.P.R.S. akan mengatakan garis besar pembangunan harus dilaksanakan tanpa atau djikalau perlu “met joint-enterprise” dengan modal asing, bagaimana pendirian MPRS terhadap kepada persoalan “production sharing ”. “Production sharing”— bolehkah kita didalam usaha pembangunan kita mendjalankan politik “production sharing”—, ini adalah hal garis besar dan pokok, konsertir Saudara punja pikiran sekadar atas hal2 jang demikian itu, dan tidak memasuki soal2 jang demikian jang djlimet, apalagi soal angka2 Saudara. Ja, perlu Saudara menarik besar angka2, tetapi djangan sampai djlimet2. Sebab angka2 itupun datangnja dari siapa, dari mana dari manusia pula. Dari pada orang2 jang bekerdja disesuatu Biro, ia berkata bahwa angkanja buat itu sekian, angkanja buat itu sekian.

Saja minta Saudara2 djangan djlimet, tetapi sebagaimana saja katakan kepada D.P.R. tempo hari, dan djuga kepada Konstituante, tiap2 Dewan harus menginsjafi bahwa dia adalah alat Revolusi tiap2 Dewan djanganlah mendjadi tempat untuk berdebat sadja, tiap2 Dewan djanganlah mendjadi tempat sekadar mengutjapkan pidato2 sadja, tetapi saja mengharapkan daripada Dewan Perwakilan Rakjat, daripada Dewan Perantjang Nasional, daripada Konstituante tempo hari, supaja Dewan2 ini adalah Dewan2 jang menelorkan konsepsi2. Konsepsi2 bagaimana kita bisa memenuhi Amanat Penderitaan Rakjat. Jang diminta daripada Saudara2, dus jang diminta djuga daripada M.P.R.S., adalah konepsi. Saja minta kepada Saudara2 dan demikian pula Undang2 Dasar 45 tidak minta kepada Saudara2 Kedjlimetan, saja minta sekedar konsepsi. Undang2 Dasar 45 hanja meminta sekadar garis besar. Saja minta dus kepada Saudara2 individuil, supaja audara2 itu konseptor2, orang2 jang mengeluarkan tjipta, orang2 jang mengeluarkan rentjana baik politik maupun dilapangan pembangunan. Konseptor2 jang dikumpulkan didalam sidang besar jang bernama
M.P.R.S.

Ini Saudara2 pekerdjaan jang mulia, oleh karena memang tidak ada satu Bangsa baik menjelesaikan Revolusi tanpa konsepsi. Revolusi adalah realisasi daripada konsepsi. Dan tidakkah kita telah berulang2 berkata bahwa Revolusi kita belum selesai! Konsepsi masih diperlukan.

Adakah diantara Saudara2, seseorang jang berkata bahwa Revolusi kita sudah selesai, djikalau ada Saudara2 mengatakan bahwa Revolusi kita sudah selesai, taanja, tanja kepada Rakjat, sudahkah Revolusi kita selesai?

Tiap2 orang dikalangan Rakjat akan berkata, Revolusi kita belum selesai. Sebab apa jang diamanatkan oleh Rakjat didalam ia punja penderitaan jang sepedih-pedihnja, berabad-abad, berpuluh-puluh tahun jalah belum terpenuhi.

Oleh karena Amanat Penderitaan Rakjat ini belum terpenuhi, maka oleh karena itulah Rakjat berkata, Revolusi belum selesai.

Kita masih didalam Revolusi, dan masih melandjutkan Revolusi, dan Revolusi ini adalah sebagai tadi saja katakan, satu paradox untuk melepaskan diri kita daripada penderitaan, kita mendjalankan penderitaan2. Untuk melepaskan kita daripada perbudakan, kita mendjalankan perdjoangan melawan
perbudakan2 itu meskipun perdjoangan itu minta penderitaan.

Barangkali Saudara2 ada orang jang berkata, kena apa ini, Presiden selalu mengajak Pemimpin2 ber-Revolusi, ber-Revolusi, ber-Revolusi,— tidakkah sudah tjukup penderitaan dalam Revolusi itu? Tidakkah tjukup penderitaan, kena apa Presiden selalu mengandjurkan teruskan Revolusi, teuskan Revolusi, teruskan Revolusi, padahal tiap2 manusia mengetahui bahwa Revolusi adalah penderitaan, adalah korban mana perlu, adalah pemereasan tenaga, dengan belum tentu saat itu telah tertebusnja djandji daripada Revolusi itu?

Djikalau ada orang jang berkata demikian kepadaku, aku akan mendjawab: ,, Selama belum da seorang Ibu datang kepada saja, bahwa ia menjalahkan saja. Bahwa puteranja mendjalankan Revolusi, selama belum ada seorang Ibu menuduh kepada saja, bahwa saja membuatputeranja itu berdjuang, berdjuang, berdjuang
bahkan menderita, menderita menderita, bahkan berkorban, berkorban, berkorban, selama belum ada seoarang ibu jang berkata demikian kepada saja, saja akan tetap berkata: Revolusi Indonesia Belum selesai”.

Dan dalam hal itu saja ulangi lagi kepada Saudara2, Revolusi kita belum selesai. Saudara2 adalah alat Revolusi, bekerdjalah sebagai alat Revolusi, tjekatan, gesit, tjepat, oleh karena Rakjat me-nunggu2, Rakjat menunggu-nunggu akan salah satu hasil daripada perlembagaan Negara ini, jaitu M.P.R.S.

Dengan demikian Saudara2, maka Amanat jang saja berikan ini, saja anggap sebagai peresmian, pembukaan, Sidang Pertama M.P.R.S.

Moga2 Tuhan selalu memberkati kita.

Terima kasih.

 

1961: Revolusi – Sosialisme Indonesia – Pimpinan Nasional (Resopim)

“…perlunya meresapkan adilnya Amanat Penderitaan Rakyat agar meresap pula tanggung jawab terhadapnya serta mustahilnya perjuangan besar kita berhasil tanpa Tritunggal Revolusi, ideologi nasional progresif dan pimpinan nasional.

1962: Tahun Kemenangan (Takem)

“kulancarkan gagasan untuk memperhebat pekerjaan Front Nasional, untuk menumpas perongrongan revolusi dari dalam, dan bahwa revolusi kita itu mengalami satu “selfpropelling growth” – satu, yaitu maju atas dasar kemajuan, mekar atas dasar kemekaran.

1963: Genta Suara Revolusi Indonesia (Gesuri)

“Tiada revolusi kalau ia tidak menjalankan konfrontasi terus-menerus dan kalau ia tidak merupakan satu disiplin yang hidup, bahwa diperlukan puluhan ribu kader di segala lapangan. Bahwa Dekon harus dilaksanakan dan tidak boleh diselewengkan karena “Dekon adalah Manipolnya ekonomi”, bahwa abad kita ini “abad nefo” dan saya mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan Conefo dan akhirnya tahun yang lalu.”

1964: Tahun Vivere Pericoloso (Tavip)

“Kuformulasikan 6 hukum revolusi, yaitu bahwa revolusi harus mengambil sikap repat terhadap lawan dan kawan, harus dijalankan dari atas dan dari bawah, bahwa destruksi dan konstruksi harus dijalankan sekaligus, bahwa tahap pertama harus dirampungkan dulu kemudian tahap kedua, bahwa harus setia kepada Program Revolusi sendiri yaitu Manipol, dan bahwa harus punya sokoguru, punya pimpinan yang tepat dan kader-kader yang tepat, juga kuformulasikan Trisakti “berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan”.

1965: Capailah Bintang-bintang di Langit (Tahun Berdikari)

“Lima Azimat”: Nasakom (1926), Pancasila (1945), Manipol/Usdek (1959), Trisakti Tavip (1964), dan Berdikari (1965)- sebenarnya hanyalah hasil penggalianku, yang dua pertama dari masyarakat bangsaku, dan tiga terakhir dari Revolusi Agustus. Kelima pokok instruksiku itu harus terus disebar-sebarkan, diresapkan, diamalkan, sebab dari terlaksana-tidaknya instrukti itu tergantung pula baik tidaknya Front Nasional di hari-hari yang akan datang, baik tidaknya persatuan bangsa di hari-hari yang akan datang”.

1966: Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (Jasmerah)

Abraham Lincoln, berkata: “one cannot escape history, orang tak dapat meninggalkan sejarah”, tetapi saya tambah : “Never leave history”. inilah sejarah perjuangan, inilah sejarah historymu. Peganglah teguh sejarahmu itu, never leave your own history! Peganglah yang telah kita miliki sekarang, yang adalah AKUMULASI dari pada hasil SEMUA perjuangan kita dimasa lampau. Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri diatas vacuum, engkau akan berdiri diatas kekosongan dan lantas engkau menjadi bingung, dan akan berupa amuk, amuk belaka. Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap.

Begitulah. Tahun 1967 adalah tahun kemunduran. Tahun klimaks usaha pembunuhan terhadap Sukarno oleh anak bangsanya sendiri. Indonesia Raya diruntuhkan, di atasnya berdiri bangunan kapitalis bernama Orde Baru. Sejak itu, berubahlah Indonesia, dari sebuah bangsa berdikari menjadi bangsa yang kembali “terjajah” oleh asing. Hingga hari ini. (roso daras)

 

http://penasoekarno.wordpress.com/2009/10/30/foto-soekarno-20/

100

146

Presiden Soekarno 726

Presiden Soekarno 727

Presiden Soekarno 728

 

Presiden Soekarno 729

Presiden Soekarno 730

 

Presiden Soekarno 731

Presiden Soekarno 732

Presiden Soekarno 733

Presiden Soekarno 734

Presiden Soekarno 735

 

 

 

 

 

CONTOH

THE VALUE OF BUNG KARBNO COLLECTION

PART TWO

 

The Value Of Bung Karno book

Buku Koleksi Patung Lukisan bung Karno Jilid V

Edit by Lee Man Foong the famous painters

Printing China

 

 

Dr Iwan memiliki jilid V yang kulit bukunya

Diatas.

Isi

Value

Buku Koleksi Lukisan dan Patung Presiden RI Soekarno Disusun Oleh Lee Man Fong Edisi Tahun 1964 dan tidak dicetak ulang lagi..!! Collector’s Items!! Terdiri dari 5 Set LENGKAP.. tidak dijual terpisah Tebal masing2 3cm, tebal 30 cm 3 Buku kondisi bagus,2 Kondisi agak rusak di ujung kanan bawah karena rayap(hanya pinggirnya, tidak mengenai gambar lukisan) Maaf Khusus Kolektor Serius Saja Dilelang Khusus Peminat Harga dasar pembukaan Rp 75.000.000 Happy Bidding…. Interested Please contact 0818146078 JACK

Sumber http://www.bejubel.com/110195/jual-beli-seni-desain-buku-koleksi-lukisan-dan-patung-presiden-sukarno-1964-lee-man-fong-murah-dan-diskon.html

 

 

The Value Of Bung Karno’s pictures

Value tiga juta rupiah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

The value Of Bung Karno,s document

 

Dr Iwan have  

surat keputusan gubernur Henk Ngantung  Jakrta ditanda tangani Sukarno dengan lambang presiden

harga sulit di tentukan karena baru satu diketmukan

 

Surat Keputusan Presiden Soekarno dengan tanda tangan,

yang ada di bagian awal buku sebagai lampiran.

 

Bagian atas dari surat Keputusan Presiden Soekarno

 

Bagian bawah dari surat Keputusan Presiden 

lengkap dengan tanda tangan Soekarno

 

 

THE END

Copyright @ 2014

Pajang Kingdom History Collections

  Ini adalah contoh CD_Rom Dr Iwan yang tidak lengkap info dan ilustyrasinya,apabila anda ingin memiliki info yang lengkap pesanlah CD-ROM ini ke emalai iwansuwandy@gmail.COM dengan mengupload kopi KYP dan alamat lengkap,haraga CD tiga ratus rupiah sudah termasuk biaya kirim liwat titipan kilay Iilah contoh singkat riwayat yang angat hebat The Pajang Kingdom History Collection Created By Dr Iwan Suwandy,MHA Limited E-book In CD_ROM Edition Special for senior collector and historian Copyright @ 2014   KERAJAAN PAJANG Kerajaan Pajang adalah satu kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kerajaan Demak. Komplekskeratonnya pada zaman ini tinggal tersisa berupa batas-batas fondasinya saja yang berada di perbatasan Kelurahan Pajang Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. Peta Kerajaan Pajang Foto Keraon Pajang saat ini aumber http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/11/kerajaan-pajang.html Asal-usul Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, Gayam wuruk sumber wacananusantara.org bahwasanya pada zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) 

bernama asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau disingkat Bhre Pajang. Dyah Nertaja merupakan ibu dar

i

sumber

ztopics.com

Wikramawardhana (raja Majapahit selanjutnya).

Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal Pajang. Cerita Rakyat yang melegenda menyebut bahwa Pengging sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan. Ketika Majapahit dipimpin oleh   aumber jejaknusantara.com  Brawijaya (raja terakhir versi naskah babad), bahwa nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa aumber widianawidie.wordpress… putri Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik sumber raja-ravi-varma.kerala Menak Daliputih raja Blambangan sumber nantly.mywapblog.com  putra Menak Jingga.   sumber setyochannel.blogspot.com Muncul seorang pahlawan bernama Jaka Sengara yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya. Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh Brawijaya sebagai bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian bergelarAndayaningrat. Kerajaan PajanPajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Muslim di daerah Pasisir. Menurut naskah babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan Kerajaan Demak. Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak. Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia diangkat sebagai menantu Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan sekitarnya. Sepeninggal Trenggana tahun 1546, selanjutnya Sunan Prawoto naik takhta. Namun Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang tahun 1549. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal. Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara dan puteri Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Hadiwijaya selanjutnya menjadi pewaris takhta Demak. Pada masa kepemimpinan Hadiwijaya ini, ibu kota Demak dipindahkan ke Pajang. Perkembangan Pada awal berdirinya atau pada tahun 1549, bahwa wilayah Pajang yang terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana. Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati Jawa Timur) dinikahkan dengan puteri Hadiwijaya. Negeri kuat lainnya, yaitu Madura juga berhasil ditundukkan Pajang. Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah Dhuwur juga diambil sebagai menantu Hadiwijaya. Peran Wali Songo   Pada zaman Kerajaan Demak, majelis ulama Wali Songo memiliki peran penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak. Sepeninggal Trenggana, peran Wali Songo ikut memudar. Sunan Kudus bahkan terlibat pembunuhan terhadap Sunan Prawoto, raja baru pengganti Trenggana. Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali masih berperan dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, Sunan Prapen bertindak sebagai pelantik Hadiwijaya sebagai raja. Ia juga menjadi mediator pertemuan Hadiwijaya dengan para adipati Jawa Timur tahun 1568. Sementara itu, Sunan Kalijaga juga pernah membantu Ki Ageng Pemanahan meminta haknya pada Hadiwijaya atas tanah Mataram sebagai hadiah sayembara menumpas Arya Penangsang. Wali lain yang masih berperan menurut naskah babad adalah Sunan Kudus. Sepeninggal Hadiwijaya tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan Pangeran Benawa dari jabatan putra mahkota, dan menggantinya dengan Arya Pangiri. Dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan Sunan Kudus dalam naskah babad adalah Panembahan Kudus, yang mana Sunan Kudus sejatinya telah meninggal tahun 1550. Pemberontakan Mataram    Tanah Mataram dan Pati adalah dua hadiah Hadiwijaya untuk siapa saja yang mampu menumpas Arya Penangsang tahun 1549. Menurut laporan resmi peperangan, Arya Penangsang tewas dikeroyok Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Ki Penjawi diangkat sebagai penguasa Pati sejak tahun 1549. Sedangkan Ki Ageng Pemanahan baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat bantuan Sunan Kalijaga. Hal ini disebabkan karena Hadiwijaya mendengar ramalan Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir kerajaan yang lebih besar dari pada Pajang. Ramalan tersebut menjadi kenyataan ketika Mataram dipimpin Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan sejak tahun 1575. Tokoh Sutawijaya inilah yang sebenarnya membunuhArya Penangsang. Daerah Mataram di bawah pimpinan Sutawijaya semakin hari semakin maju dan berkembang. Pada tahun 1582 meletus perang Pajang dan Mataram disebabkan Sutawijaya membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang terkait hukum buang ke Semarang oleh Hadiwijaya kepada sang tumenggung. Perang tersebut dimenangkan pihak Mataram, meskipun pasukan Pajang berjumlah lebih besar. Keruntuhan   Sepeninggal Hadiwijaya, terjadilah persaingan antara putra dan menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun 1583. Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan akibat kemelut tersebut. Hal itu membuatPangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa prihatin. Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya, namun Pangeran Benawatetap menganggapnya sebagai saudara tua. Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga. Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning atau adik Sutawijaya. Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram, di mana ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati. Daftar Raja Pajang

sumber

ahlusunahwaljamaah-kum…

  1. Jaka Tingkiratau Hadiwijaya
  2. ahlusunahwaljamaah-kum…
  3. Pangeran Benawa  atau Prabuwijaya

  \ prabu wijaya sumber myheritage.com

.Indah Record’s Ketoprak Mataram

Indah Record produced Java Wayang wong Ketoprak mataram ,look below:

The history Of Mataram Kingdom

a. Mataram kingdom’s history

Mataram Sultanate

Kota Gede, the former capital of Mataram Sultanate.

 
 
Timeline of Indonesian History
Prehistory
Early kingdoms
Kutai (4th century)
Tarumanagara (358–669)
Kalingga (6th to 7th century)
Srivijaya (7th to 13th centuries)
Sailendra (8th to 9th centuries)
Sunda Kingdom (669–1579)
Medang Kingdom (752–1045)
Kediri (1045–1221)
Singhasari (1222–1292)
Majapahit (1293–1500)
The rise of Muslim states
The spread of Islam (1200–1600)
Sultanate of Ternate (1257–present)
Malacca Sultanate (1400–1511)
Sultanate of Demak (1475–1548)
Aceh Sultanate (1496–1903)
Sultanate of Banten (1526–1813)
Mataram Sultanate (1500s–1700s)
European colonialism
The Portuguese (1512–1850)
Dutch East India Co. (1602–1800)
Dutch East Indies (1800–1942)
The emergence of Indonesia
National awakening (1899–1942)
Japanese occupation (1942–1945)
National revolution (1945–1950)
Independent Indonesia
Liberal democracy (1950–1957)
Guided Democracy (1957–1965)
Start of the New Order (1965–1966)
The New Order (1966–1998)
Reformasi era (1998–present)
v · d · e

The Sultanate of Mataram (pronounced muh-TAR-uhm) was the last major independent Javanese empire on Java before the island was colonized by the Dutch. It was the dominant political force in interior Central Java from the late 16th century until the beginning of the 18th century.

Contents

 

//

 Javanese kingship

The name Mataram itself was never the official name of any polity. This name refers to the areas around present-day Yogyakarta. The two kingdoms that have existed in this region are both called “Mataram”, but the second kingdom is called Mataram Islam to distinguish it from the Hindu 9th-century Kingdom of Mataram. Javanese kingship varies from Western kingship, which is essentially based on the idea of legitimacy from the people (Democracy), or from God (divine authority), or both. The Javanese language does not include words with these meanings. The concept of the Javanese kingdom is a mandala, or a center of the world, in the sense of both a central location and a central being, focused on the person of the king (variously called Sri Bupati, Sri Narendra, Sang Aji, Prabu). The king is regarded as a semi-divine being, a union of divine and human aspects (binathara, the passive form of “bathara”, god). Javanese kingship is a matter of royal-divine presence, not a specific territory or population. People may come and go without interrupting the identity of a kingdom which lies in the succession of semi-divine kings. Power, including royal power is not qualitatively different from the power of dukuns or shamans, but it is much stronger. Javanese kingship is not based on the legitimacy of a single individual, since anyone can contest power by tapa or asceticism, and many did contest the kings of Mataram.

 Dates

The dates for events before the Siege of Batavia in the reign of Sultan Agung, third king of Mataram, are difficult to determine. There are several annals used by H.J. de Graaf in his histories such as Babad Sangkala and Babad Momana which contain list of events and dates in Javanese calendar (A.J., Anno Javanicus), but besides de Graaf’s questionable practice of simply adding 78 to Javanese years to obtain corresponding Christian years, the agreement between Javanese sources themselves is less than perfect. The Javanese sources are very selective in putting dates to events. Events such as the rise and fall of kratons, the death of important princes, great wars, etc. are the only kind of events deemed important enough to be dated, by using a poetic formula called “candrasengkala”, which can be expressed verbally and pictorially, the rest being simply described in narrative succession without dates. Again these candrasengkalas do not always match the annals. Therefore, it is suggested to follow the following rule of thumb: the dates from de Graaf and Ricklefs for the period before the Siege of Batavia can be accepted as best guess. For the period after the Siege of Batavia (1628–29) until the first War of Succession (1704), the years of events in which foreigners participated can be accepted as certain, but –again- are not always consistent with Javanese version of the story. The events in the period 1704-1755 can be dated with greater certainty since in this period the Dutch interfered deeply in Mataram affairs but events behind kraton walls are in general difficult to be dated precisely.

 The rise of Mataram

Details in Javanese sources about the early years of the kingdom are limited, and the line is unclear between the historical record and myths since there are indications of the efforts of later rulers, especially Agung, to establish a long line of legitimate descent by inventing predecessors. However, by the time more reliable records begin in the mid-17th century the kingdom was so large and powerful that most historians concur it had already been established for several generations. According to Javanese records, the kings of Mataram were descended from one Ki Ageng Sela (Sela is a village near the present-day Demak). In the 1570s one of Ki Ageng Sela’s descendants, Kyai Gedhe Pamanahan became the ruler of the Mataram area with the support of the kingdom of Pajang to the north, near the current site of Surakarta (Solo). Pamanahan was often referred to as Kyai Gedhe Mataram. Pamanahan’s son, Sutawijaya or Panembahan Senapati Ingalaga, replaced his father around 1584. Under Panembahan Senapati the kingdom grew substantially through regular military campaigns against Mataram’s overlord of Pajang and Pajang’s former overlord, Demak. After the defeat of Pajang, Senopati assumed royal status by wearing the title “Panembahan” (literally “one who is worshipped/sembah”). He began the fateful campaign to the East along the course of Solo River (Bengawan Solo) that was to bring endless conflicts and eventual demise of his kingdom. He conquered Madiun in 1590-1 and turned east from Madiun to conquer Kediri in 1591, and perhaps during the same time also conquered Jipang (present day Bojonegoro), Jagaraga (north of present day Magetan) and Ponorogo. His effort to conquer Banten in West Java in 1597 – witnessed by Dutch sailors – failed, perhaps due to lack of water transport. He reached east as far as Pasuruan, who may have used his threat to reduce pressure from the then powerful Surabaya. The reign of Panembahan Seda ing Krapyak (circa 1601-1613), the son of Senapati, was dominated by further warfare, especially against powerful Surabaya, already a major center in East Java. He faced rebellion from his relatives who were installed in the newly conquered area of Demak (1602), Ponorogo (1607-8) and Kediri (1608). The first contact between Mataram and the Dutch East India Company (VOC) occurred under Krapyak. Dutch activities at the time were limited to trading from limited coastal settlements, so their interactions with the inland Mataram kingdom were limited, although they did form an alliance against Surabaya in 1613. Krapyak died that year.

 Mataram under Sultan Agung

Krapyak was succeeded by his son, Raden Mas Rangsang, who assumed the title Panembahan ing Alaga and later took the title of Sultan Agung Hanyokrokusumo (“Great Sultan“) after obtaining permission to wear “Sultan” from Mecca. Agung was responsible for the great expansion and lasting historical legacy of Mataram due to the extensive military conquests of his long reign from 1613 to 1646. He attacked Surabaya in 1614 and also Malang, south of Surabaya, and the eastern end of Java. In 1615, he conquered Wirasaba (present day Mojoagung, near Mojokerto). In 1616, Surabaya tried to attack Mataram but this army was crushed by Sultan Agung’s forces in Siwalan, Pajang (near Solo). The coastal city of Lasem, near Rembang, was conquered in 1616 and Pasuruan, south-east of Surabaya, was taken in 1617. Tuban, one of the oldest and biggest cities on the coast of Java, was taken in 1619. Surabaya was Mataram’s most difficult enemy. Senapati had not felt strong enough to attack this powerful city and Krapyak attacked it to no avail. Sultan Agung weakened Surabaya by capturing Sukadana, Surabaya’s ally in southwest Kalimantan, in 1622 and the island of Madura, another ally of Surabaya, was taken in 1624 after a fierce battle. After five years of war Agung finally conquered Surabaya in 1625. The city was taken not through outright military invasion, but instead because Agung surrounded it on land and sea, starving it into submission. With Surabaya brought into the empire, the Mataram kingdom encompassed all of central and eastern Java, and Madura, except for the west and east end of the island and its mountainous south (except for Mataram – of course). In the west Banten and the Dutch settlement in Batavia remain outside Agung’s control. He tried in 1628-29 to drive the Dutch from Batavia, but failed. By 1625, Mataram was undisputed ruler of Java. Such a mighty feat of arms, however, did not deter Mataram’s former overlords from rebellion. Pajang rebelled in 1617, and Pati rebelled in 1627. After the capture of Surabaya in 1625, expansion stopped while the empire was busied by rebellions. In 1630, Mataram crushed a rebellion in Tembayat (south east of Klaten) and in 1631-36, Mataram had to suppress rebellion of Sumedang and Ukur in West Java. Ricklefs and de Graaf argued that these rebellions in the later part of Sultan Agung’s reign was mainly due to his inability to capture Batavia in 1628-29, which shattered his reputation of invincibility and inspired Mataram’s vassal to rebel. This argument seems untenable due to two reason: first, rebellions against Sultan Agung already began as far back as 1617 and occurred in Pati even during his peak of invincibility after taking Surabaya in 1625. The second, and more importantly, the military failure to capture Batavia was not seen as political failure by Javanese point of view. See Siege of Batavia. In 1645 Sultan Agung began building Imogiri, his burial place, about fifteen kilometers south of Yogyakarta. Imogiri remains the resting place of most of the royalty of Yogyakarta and Surakarta to this day. Agung died in the spring of 1646, leaving behind an empire that covered most of Java and stretched to its neighboring islands.

Struggles for power

Upon taking the throne, Agung’s son Susuhunan Amangkurat I tried to bring long-term stability to Mataram’s realm, murdering local leaders that were insufficiently deferential to him including the still-powerful noble from Surabaya, Pangeran Pekik, his father-in-law, and closing ports and destroying ships in coastal cities to prevent them from getting too powerful from their wealth. To further his glory, the new king abandoned Karta, Sultan Agung’s capital, and moved to a grander red-brick palace in Plered (formerly the palace was built of wood). By the mid-1670s dissatisfaction with the king was turning into open revolt, beginning from the recalcitrant Eastern Java and creeping inward. The Crown Prince (future Amangkurat II) felt that his life was not safe in the court after he took his father’s concubine with the help of his maternal grandfather, Pangeran Pekik of Surabaya, making Amangkurat I suspicious of a conspiracy among Surabayan factions to grab power in the capital by using Pekiks’ grandson’s powerful position as the Crown Prince. He conspired with Panembahan Rama from Kajoran, west of Magelang, who proposed a stratagem in which the Crown Prince financed Rama’s son-in-law, Trunajaya, to begin a rebellion in the East Java. Raden Trunajaya, a prince from Madura, lead a revolt fortified by itinerant fighters from faraway Makassar that captured the king’s court at Mataram in mid-1677. The king escaped to the north coast with his eldest son, the future king Amangkurat II, leaving his younger son Pangeran Puger in Mataram. Apparently more interested in profit and revenge than in running a struggling empire, the rebel Trunajaya looted the court and withdrew to his stronghold in Kediri, East Java, leaving Puger in control of a weak court. Seizing this opportunity, Puger assumed the throne in the ruins of Plered with the title Susuhanan ing Alaga.

Amangkurat II and the beginning of foreign involvement

Amangkurat I died in Tegal just after his expulsion, making Amangkurat II king in 1677. He too was nearly helpless, having fled without an army nor treasury to build one. In an attempt to regain his kingdom, he made substantial concessions to the Dutch East India Company (VOC), who then went to war to reinstate him. For the Dutch, a stable Mataram empire that was deeply indebted to them would help ensure continued trade on favorable terms. They were willing to lend their military might to keep the kingdom together. The multinational Dutch forces, consisting of light-armed troops from Makasar and Ambon, in addition to heavily-equipped European soldiers, first defeated Trunajaya in Kediri in November 1628 and Trunajaya himself was captured in 1679 near Ngantang west of Malang, then in 1681, the alliance of VOC and Amangkurat II forced Susuhunan ing Alaga (Puger) to relinguish the throne in favor of his elder brother Amangkurat II. Since the fallen Plered was considered inauspicious, Amangkurat II move the capital to Kartasura in the land of Pajang (northern part of the stretch of land between Mount Merapi and Mount Lawu, the southern part being Mataram). By providing help in regaining his throne, the Dutch brought Amangkurat II under their tight control. Amangkurat II was apparently unhappy with the situation, especially the increasing Dutch control of the coast, but he was helpless in the face of a crippling financial debt and the threat of Dutch military power. The king engaged in a series of intrigues to try to weaken the Dutch position without confronting them head on; for example, by trying to cooperate with other kingdoms such as Cirebon and Johor and the court sheltered people wanted by the Dutch for attacking colonial offices or disrupting shipping such as Untung Surapati. In 1685, Batavia sent Captain Tack, the officer who captured Trunojoyo, to capture Surapati and negotiate further details into the agreement between VOC and Amangkurat II but the king arranged a ruse in which he pretended to help Tack. Tack was killed when pursuing Surapati in Kartasura, then capital of Mataram (present day Kartasura near Solo), but Batavia decided to do nothing since the situation in Batavia itself was far from stable, such as the insurrection of Captain Jonker, native commander of Ambonese settlement in Batavia, in 1689. Mainly due to this incident, by the end of his reign, Amangkurat II was deeply distrusted by the Dutch, but Batavia were similarly uninterested in provoking another costly war on Java.

Wars of succession

Amangkurat II died in 1703 and was briefly succeeded by his son, Amangkurat III. However, this time the Dutch believed they had found a more reliable client, and hence supported his uncle Pangeran Puger, formerly Susuhunan ing Alaga, who had previously been defeated by VOC and Amangkurat II. Before the Dutch, he accused Amangkurat III of planning an uprising in East Java. Unlike Pangeran Puger, Amangkurat III inherited blood connection with Surabayan ruler, Jangrana II, from Amangkurat II and this lent credibility to the allegation that he cooperated with the now powerful Untung Surapati in Pasuruan. Panembahan Cakraningrat II of Madura, VOC’s most trusted ally, persuaded the Dutch to support Pangeran Puger. Though Cakraningrat II harbored personal hatred towards Puger, this move is understandable since alliance between Amangkurat III and his Surabaya relatives and Surapati in Bangil would be a great threat to Madura’s position, even though Jangrana II’s father was Cakraningrat II’s son-in-law. Pangeran Puger took the title of Pakubuwana I upon his accession in June 1704. The conflict between Amangkurat III and Pakubuwana I, the latter allied with the Dutch, usually termed First Javanese War of Succession, dragged on for five years before the Dutch managed to install Pakubuwana. In August 1705, Pakubuwono I’s retainers and VOC forces captured Kartasura without resistance from Amangkurat III, whose forces cowardly turned back when the enemy reached Ungaran. Surapati’s forces in Bangil, near Pasuruan, was crushed by the alliance of VOC, Kartasura and Madura in 1706. Jangrana II, who tended to side with Amangkurat III and did not venture any assistance to the capture of Bangil, was called to present himself before Pakubuwana I and murdered there by VOC’s request in the same year. Amangkurat III ran away to Malang with Surapati’s descendants and his remnant forces but Malang was then a no-man’s-land who offered no glory fit for a king. Therefore, though allied operations to the eastern interior of Java in 1706-08 did not gain much success in military terms, the fallen king surrendered in 1708 after being lured with the promises of household (lungguh) and land, but he was banished to Ceylon along with his wives and children. This is the end of Surabayan faction in Mataram, and – as we shall see later – this situation would ignite the political time bomb planted by Sultan Agung with his capture of Surabaya in 1625. With the installation of Pakubuwana, the Dutch substantially increased their control over the interior of Central Java. Pakubuwana I was more than willing to agree to anything the VOC asked of him. In 1705 he agreed to cede the regions of Cirebon and eastern part of Madura (under Cakraningrat II), in which Mataram had no real control anyway, to the VOC. The VOC was given Semarang as new headquarters, the right to build fortresses anywhere in Java, a garrison in the kraton in Kartasura, monopoly over opium and textiles, and the right to buy as much rice as they wanted. Mataram would pay an annual tribute of 1300 metric tons of rice. Any debt made before 1705 was cancelled. In 1709, Pakubuwana I made another agreement with the VOC in which Mataram would pay annual tribute of wood, indigo and coffee (planted since 1696 by VOC’s request) in addition to rice. These tributes, more than anything else, made Pakubuwana I the first genuine puppet of the Dutch. On paper, these terms seemed very advantageous to the Dutch, since the VOC itself was in financial difficulties during the period of 1683-1710. But the ability of the king to fulfil the terms of agreement depended largely on the stability of Java, for which VOC has made a guarantee. It turned out later that the VOC’s military might was incapable of such a huge task. The last years of Pakubuwana’s reign, from 1717 to 1719, were dominated by rebellion in East Java against the kingdom and its foreign patrons. The murder of Jangrana II in 1706 incited his three brothers, regents of Surabaya, Jangrana III, Jayapuspita and Surengrana, to raise a rebellion with the help of Balinese mercenaries in 1717. Pakubuwana I’s tributes to the VOC secured him a power which was feared by his subjects in Central Java, but this is for the first time since 1646 that Mataram was ruled by a king without any eastern connection. Surabaya had no reason to submit anymore and thirst for vengeance made the brother regents openly contest Mataram’s power in Eastern Java. Cakraningkrat III who ruled Madura after ousting the VOC’s loyal ally Cakraningrat II, had every reason to side with his cousins this time. The VOC managed to capture Surabaya after a bloody war in 1718 and Madura was pacified when Cakraningrat III was killed in a fight on board of the VOC’s ship in Surabaya in the same year though the Balinese mercenaries plundered eastern Madura and was repulsed by VOC in the same year. However, similar to the situation after Trunajaya’s uprising in 1675, the interior regencies in East Java (Ponorogo, Madiun, Magetan, Jogorogo) joined the rebellion en masse. Pakubuwana I sent his son, Pangeran Dipanagara (not to be confused with another prince with the same title who fought the Dutch in 1825-1830) to suppress the rebellion in the eastern interior but instead Dipanagara joined the rebel and assumed the messianic title of Panembahan Herucakra. In 1719 Pakubuwana I died and his son Amangkurat IV took the throne in 1719, but his brothers, Pangeran Blitar and Purbaya contested the succession. They attacked the kraton in June 1719. When they were repulsed by the cannons in VOC’s fort, they retreated south to the land of Mataram. Another royal brother, Pangeran Arya Mataram, ran to Japara and proclaim himself king, thus began the Second War of Succession. Before the year ended, Arya Mataram surrendered and was strangled in Japara by king’s order and Blitar and Purbaya was dislodged from their stronghold in Mataram in November. In 1720, these two princes ran away to the still rebellious interior of East Java. Luckily for VOC and the young king, the rebellious regents of Surabaya, Jangrana III and Jayapuspita died in 1718-20 and Pangeran Blitar died in 1721. In May and June 1723, the remnants of the rebels and their leaders surrendered, including Surengrana of Surabaya, Pangeran Purbaya and Dipanagara, all of whom were banished to Ceylon, except Purbaya, who was taken to Batavia to serve as “backup” to replace Amangkurat IV in case of any disruption in the relationship between the king and VOC since Purbaya was seen to have equal “legitimacy” by VOC. It is obvious from these two Wars of Succession that even though VOC was virtually invincible in the field, mere military prowess was not sufficient to pacify Java.

 Court intrigues in 1723-1741

After 1723, the situation seemed to stabilize, much to the delight of the Dutch. Javanese nobility has learned that the alliance of VOC’s military with any Javanese faction makes them nearly invincible. It seemed that VOC’s plan to reap the profit from a stable Java under a kingdom which is deeply indebted to VOC would soon be realized. In 1726, Amangkurat IV fell to an illness that resembled poisoning. His son assumed the throne as Pakubuwana II, this time without any serious resistance from anybody. The history for the period of 1723 until 1741 was dominated by a series of intrigues which further showed the fragile nature of Javanese politics, held together by Dutch’s effort. In this relatively peaceful situation, the king could not gather the support of his “subjects” and instead was swayed by short-term ends siding with this faction for a moment and then to another. The king never seemed to lack challenges to his “legitimacy”. The descendants of Amangkurat III, who were allowed to return from Ceylon, and the royal brothers, especially Pangeran Ngabehi Loring Pasar and the banished Pangeran Arya Mangkunegara, tried to gain the support of the Dutch by spreading gossips of rebellion against the king and the patih (vizier), Danureja. At the same time, the patih tried to strengthen his position by installing his relatives and clients in the regencies, sometimes without king’s consent, at the expense of other nobles’ interests, including the powerful queens dowager, Ratu Amangkurat (Amangkurat IV’s wife) and Ratu Pakubuwana (Pakubuwana I’s wife), much to the confusion of the Dutch. The king tried to break the dominance of this Danureja by asking the help of the Dutch to banish him, but Danureja’s successor, Natakusuma, was influenced heavily by the Queen’s brother, Arya Purbaya, son of the rebel Pangeran Purbaya, who was also Natakusuma’s brother-in-law. Arya Purbaya’s erratic behavior in court, his alleged homosexuality which was abhorred by the pious king and rumors of his planning a rebellion against the “heathen” (the Dutch) caused unrest in Kartasura and hatred from the nobles. After his sister, the Queen, died of miscarriage in 1738, the king asked the Dutch to banish him, to which the Dutch complied gladly. Despite these faction strruggles, the situation in general did not show any signs of developing into full-scale war. Eastern Java was quiet: though Cakraningrat IV refused to pay homage to the court with various excuses, Madura was held under firm control by VOC and Surabaya did not stir. But dark clouds were forming. This time, the explosion came from the west: Batavia itself.

 Chinese War 1741-1743

In the meantime, the Dutch were contending with other problems. The excessive use of land for sugar cane plantation in the interior of West Java reduced the flow of water in Ciliwung River (which flows through the city of Batavia) and made the city canals an ideal breeding ground for mosquitoes, resulting in a series of malaria outbreak in 1733-1795. This was aggravated by the fall of sugar price in European market, bringing bankruptcy to sugar factories in the areas around Batavia (the Ommelanden), which were mostly operated and manned by Chinese labor. The unrest prompted VOC authorities to reduce the number of unlicensed Chinese settlers, who had been smuggled into Batavia by Chinese sugar factory owner. These laborers were loaded into ships out of Batavia but the gossip that these people were thrown to the sea as soon as the ship was beyond horizon caused panic among the Chinese. In 7 October 1740, several Chinese mob attacked Europeans outside the city and incited the Dutch to order a massacre two days later. The Chinese settlement in Batavia was looted for several days. The Chinese ran away and captured Bekasi, which was dislodged by VOC in June 1741. In 1741, Chinese rebels were present in Central Java, particularly around Tanjung (Welahan), Pati, Grobogan, and Kaliwungu. In May 1741 Juwana was captured by the Chinese. The Javanese at first sided with the Dutch and reinforced Demak in 10 June 1741. Two days later, a detachment of Javanese forces together with VOC forces of European, Balinese and Buginese in Semarang to defend Tugu, west of Semarang. The Chinese rebel lured them into their main forces’s position in Mount Bergota through narrow road and ambushed them. The allied forces were dispersed and ran as fast as they could back to Semarang. The Chinese pursued them but were repulsed by Dutch cannons in the fortress. Semarang was seized by panic. By July 1741, the Chinese occupied Kaligawe, south of Semarang, Rembang, and besieged Jepara. This is the most dangerous time for VOC. Military superiority would enable VOC to hold Semarang without any support from Mataram forces, but it would mean nothing since a turbulent interior would disrupt trade and therefore profit, VOC’s main objective. One VOC high official, Abraham Roos, suggested that VOC assumed royal function in Java by denying Pakubuwana II’s “legitimacy” and asking the regents to take an oath of loyalty to VOC’s sovereignty. This was turned down by the Council of Indies (Raad van Indie) in Batavia, since even if VOC managed to conquer the coast, it would not be strong enough to conquer the mountainous interior of Java, which do not provide much level plain required by Western method of warfare. Therefore, the Dutch East India Company must support its superior but inadequate military by picking the right allies. One such ally had presented itself, that is Cakraningkrat IV of Madura who could be relied on to gold the eastern coast against the Chinese, but the interior of Eastern and Central Java was beyond the reach of this quarrelsome prince. Therefore, VOC had no choice but to side with Pakubuwana II. VOC’s dire situation after the Battle of Tugu in July 1741 did not escape the king’s attention, but – like Amangkurat II – he avoided any open breach with VOC since his own kraton was not lacking of factions against him. He ordered Patih Natakusuma to do all the dirty work, such as ordering the Arch-Regent (Adipati) of Jipang (Bojonegoro), one Tumenggung Mataun, to join the Chinese. In September 1741, the king ordered Patih Natakusuma and several regents to help the Chinese besiege Semarang and let Natakusuma attack VOC garrison in Kartasura, who were starved into submission in August. However, reinforcement from VOC’s posts in Outer Islands were arriving since August and they were all wisely concentrated to repel the Chinese around Semarang. In the beginning of November, the Dutch attacked Kaligawe, Torbaya around Semarang, and repulsed the alliance of Javanese and Chinese forces who were stationed in four separate fortress and did not coordinate with each other. At the end of November, Cakraningrat IV had controlled the stretch of east coast from Tuban to Sedayu and the Dutch relieved Tegal of Chinese rebels. This caused Pakubuwana II to change sides and open negotiations with the Dutch. In the next year 1742, the alliance of Javanese and Chinese let Semarang alone and captured Kudus and Pati in February. In March, Pakubuwana II sent a messenger to negotiate with the Dutch in Semarang and offered them absolute control over all northern coasts of Java and the privilege to appoint patih. VOC promptly sent van Hohendorff with a small force to observe the situation in Kartasura. Things began to get worse for Pakubuwana II. In April, the rebels set up Raden Mas Garendi, a descendant of Amangkurat III, as king with the title of Sunan Kuning. In May, the Dutch agreed to support Pakubuwana II after considering that after all, the regencies in eastern interior were still loyal to this weak king but the Javano-Chinese rebel alliance had occupied the only road from Semarang to Kartasura and captured Salatiga. The princes in Mataram tried to attack the Javano-Chinese alliance but they were repulsed. On 30 June 1742, the rebels captured Kartasura and van Hohendorff had to run away from a hole in kraton wall with the helpless Pakubuwana II on his back. The Dutch, however, ignored Kartasura’s fate in rebel hands and concentrated its forces under Captain Gerrit Mom and Nathaniel Steinmets to repulse the rebels around Demak, Welahan, Jepara, Kudus and Rembang. By October 1742, the northern coast of Central Java was cleaned of the rebels, who seemed to disperse into the traditional rebel hideout in Malang to the east and the Dutch forces returned to Semarang in November. Cakraningrat IV, who wished to free the eastern coast of Java from Mataram influence, could not deter the Dutch from supporting Pakubuwana II but he managed to capture and plunder Kartasura in November 1742. In December 1742, VOC negotiated with Cakraningrat and managed to persuade him to relieve Kartasura of Madurese and Balinese troops under his pay. The treasures, however, remained in Cakraningrat’s hand. The reinstatement of Pakubuwana II in Kartasura in 14 December 1742 marked the end of the Chinese war. It showed who was in control of the situation. Accordingly, Sunan Kuning surrendered in October 1743, followed by other rebel leaders. Cakraningrat IV was definitely not pleased with this situation and he began to make alliance with Surabaya, the descendants of Untung Surapati, and hired more Balinese mercenaries. He stopped paying tribute to VOC in 1744, and after a failed attempt to negotiate, the Dutch attacked Madura in 1745 and ousted Cakraningrat, who was banished to the Cape in 1746.

[edit] Division of Mataram

The divided Mataram in 1830, after the Java War.

The fall of Kartasura made the palace inauspicious for the king and Pakubuwana II built a new kraton in Surakarta or Solo and moved there in 1746. However, Pakubuwana II was far from secure in this throne. Raden Mas Said, or Pangeran Sambernyawa (meaning “Soul Reaper”), son of banished Arya Mangkunegara, who later would establish the princely house of Mangkunagara in Solo, and several other princes of the royal blood still maintained rebellion. Pakubuwana II declared that anyone who can suppress the rebellion in Sukawati, areas around present day Sragen, would be rewarded with 3000 households. Pangeran Mangkubumi, Pakuwana II’s brother, who would later establish the royal house of Yogyakarta took the challenge and defeated Mas Said in 1746. But when he claimed his prize, his old enemy, patih Pringgalaya, advised the king against it. In the middle of this problem, VOC’s Governor General, van Imhoff, paid a visit to the kraton, the first one to do so during the whole history of the relation between Mataram and VOC, in order to confirm the de facto Dutch possession of coastal and several interior regions. Pakubuwana II hesitantly accepted the cession in lieu of 20.000 real per year. Mangkubumi was dissatisfied with his brother’s decision to yield to van Imhoff’s insistence, which was made without consulting the other members of royal family and great nobles. van Imhoff had neither experience nor tactfulness to understand the delicate situation in Mataram and he rebuked Mangkubumi as “too ambitious” before the whole court when Mangkubumi claimed the 3000 households. This shameful treatment from a foreigner who had wrested the most prosperous lands of Mataram from his weak brother led him to raise his followers into rebellion in May 1746, this time with the help of Mas Said. In the midst of Mangkubumi rebellion in 1749, Pakubuwana II fell ill and called van Hohendorff, his trusted friend who saved his life during the fall of Kartasura in 1742. He asked Hohendorff to assume control over the kingdom. Hohendorff was naturally surprised and refused, thinking that he would be made king of Mataram, but when the king insisted on it, he asked his sick friend to confirm it in writing. On 11 December 1749, Pakubuwana II signed an agreement in which the “sovereignty” of Mataram was given to VOC. On 15 December 1749, Hohendorff announced the accession of Pakubuwana II’s son as the new king of Mataram with the title Pakubuwana III. However, three days earlier, Mangkubumi in his stronghold in Yogyakarta also announced his accession with the title Mangkubumi, with Mas Said as his patih. This rebellion got stronger day by day and even in 1753 the Crown Prince of Surakarta joined the rebels. VOC decided that it did have not the military capability to suppress this rebellion, though in 1752, Mas Said broke away from Hamengkubuwana. By 1754, all parties were tired of war and ready to negotiate. The kingdom of Mataram was divided in 1755 under an agreement signed in Giyanti between the Dutch under the Governor General Nicolaas Hartingh and rebellious prince Mangkubumi. The treaty divided nominal control over central Java between Yogyakarta Sultanate, under Mangkubumi, and Surakarta, under Pakubuwana. Mas Said, however, proved to be stronger than the combined forces of Solo, Yogya and VOC. In 1756, he even almost captured Yogyakarta, but he realized that he could not defeat the three powers all by himself. In February 1757 he surrendered to Pakubuwana III and was given 4000 households, all taken from Pakubuwana III’s own lungguh, and a parcel of land near Solo, the present day Mangkunegaran Palace, and the title of “Pangeran Arya Adipati Mangkunegara”. This settlement proved successful in that political struggle was again confined to palace or inter-palace intrigues and peace was maintained until 1812.

b.Mataram Kingdom’s article

The Yogyakarta territory was once a large rain forest called “Alas Mentaok” (Mentaok Jungle) and Beringan Jungle of Paberingan. The Sultan of Pajang, Prince Hadiwijoyo (1546-1586) gave this jungle to Ki Gede Pemanahan and his son, Danang Sutowijoyo who was also an adopted son of the Sultan. As a reward for their services of extinguishing rebellion toward the Sultan that was led by ill Regent of Jipang Panolan, Haryo Penangsang. Along with Ki Juru Mertani and Ki Penjawi. Ki Gede Pemanahan stalled to cut off the jungle and founded a new country in Alas Mentaok tender the blessing of Sunan Kalijogo, a member of the nine greatest Javanese Islamic preachers (Wall Songo). Along with the decline of the popularity of Pajang Sultanate. Ki Gede Pemanahan developed and spent a great effort la get more power in ruling the place presently known as Kota Cede. Deriving from the name of the jungle the had cut off to build a new place. Mentaok, they called their new regency “Mataram”, like the name of a great Hindu Kingdom in central Java in 7th century which is often called ancient Mataram Kingdom. For this hard effort then Ki Gede Pemanahan was honored with a new name as Adipati Haryo Mataram. The one who succeeded to build Mataram Kingdom and centralized it in Kota Gede was Danang Sutowijoyo was also well-known as Ngabehi Loring Pasar for his dwelling was in the northern side of pasar (market) After beeing crowned as the Adipati (Regent) to be the successor of his father who had already passed away and honored with to new name. Panembahan Senopati, Danang Sutowijoyo rose a rebellion towards Pajang Sultanate and fought for his own power to role in Mataram. After winning the Great War against the armed soldiers of Pajang Sultanate, Danang Sutowijoyo Was crowned as the first King of Mataram and honored as Panembahan Senopati Ing Ngalogo Sayidin Panotogomo (1588-1601). In the reign of Panembahan Senopati who, as legend says, was helped by Kanjeng Ratu Kidul, the ruler and Queen of South Sea, Mataram Kingdom extended its territory to the places, which are now known as Sukoharjo, Klaten, Sragen as well as Surakarta. When Sultan Paku Buwono III (1749-1788) was on the throne, they move their capital city of the Kingdom to Surakarta. It happened as the result of Gianti Treaty that vas hold on February 13rd, 1755 by Paku Buwono III, Prince Mangkubumi, and Van Johendotf the governor General of Netherland Indies as the initiator: This treaty was just used to persuade Prince Mangkubumi in order V.O.C. Under this treaty they agreed to divide Mataram into two, Surakarta Hadiningrat and Yogyakarta. Surakarta Hadiningrat was given to Paku Buwono and Yogyakarta to Prince Mangkubumi. Prince Mangkubumi then built a new Kingdom in the place that used to be Mataram Regency cutting of Beringan jungle near Garjitowati village, not so far front Kota Gede. This New Kingdom was called as Ngayogyakarta Hadiningrat. Prince Mangkubumi sat on the throne as the first Sultan of Yogyakarta and honored with a new name, Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792). Yogya lies in the center of Java’s ‘realm of the dead’, a city surrounded by anceint ruins. The Mataram empire of Central Java felt apart under Dutch pressure and formed the two states of Surakarta (Solo) and

b.Wayang Ketoprak Djaka Tingkir, produced by Lokananta

  Lokananta’s the Javanese Wayang ketoprak , Djaka Tingkir music record look below: ,

Sultan Pajang’s  History

Kingdom of Pajang

Pajang
1568 ¹–1586
Capital Pajang
Language(s) Javanese
Religion Islam
Government Monarchy
King
 – 1568-1586 ¹ Hadiwijaya
History  
 – Hadiwijaya assumes throne 1568 ¹
 – transfer of power to Mataram 1586
¹ (1548-1568 was interregnum due to various claimants after death of the last Demak ruler, King Trenggana of Demak Kingdom)

The Kingdom of Pajang (1568–1586) was founded a short-lived Muslim state in Java. It was established by Hadiwijaya or Jaka Tingkir, Lord of Boyolali, after ending civil war in and as successor to Sultanate of Demak. Hadiwijaya was a descendant of Brawijaya V, the last king of Majapahit, and Trenggana, the Sultan of Demak. In the last battle against the last claimant of Demak, the vicious Arya Penangsang, Jaka Tingkir commissioned his greatest vassal: Ki Ageng Pamanahan and his son, Sutawijaya to destroy Arya Penangsang’s army. The two managed to defeat and kill Arya Penangsang and were thus awarded a fief in a forest called Alas Mentaok, now Kotagede, on which they founded their base for the future capital of Mataram Kingdom. (1) Legend said that the King Hadiwijaya was very fond of Sutawijaya that he adopted Sutawijaya as the play-mate of his heir, Prince Banawa. Hadiwijaya’s rule was supposed to be succeeded by this weak-minded heir, but a rebellion by a vassal named Ario Pangiri forced the heir of King to seek asylum to his childhood friend, Sutawijaya. Pledged to help, Sutawijaya gathered his army and defeated Ario Pangiri and seized the Pajang Palace. The Prince Banawa then submitted his crown to Sutawijaya and thus ended the history of Kingdom of Pajang in 1586, when Sutawijaya founded the greatest Islamic kingdom in Java: Mataram Sultanate.

Djoko Tingkir Info

Joko Tingkir, or sometimes written as Jaka Tingkir, is the founder and the first king of the Sultanate of Pajang. He ruled from 1549 to 1582. He is also known by the title of Sultan Hadiwijaya.

 Ancestry

He was the son of Ki Ageng Pengging, born as Mas Karèbèt. When he was conceived, his father was having a wayang beber (shadow puppet) show performed by Ki Ageng Tingkir as the dalang. Both are the followers of Syekh Siti Jenar. Afterwards, unfortunately Ki Ageng Tingkir become sick and then died. Ten years later, Ki Ageng Pengging was given capital punishment on the ground of rebellion against the Sultanate of Demak. Sunan Kudus become the executioner. After his husband’s death, Nyai Ageng Pengging also fell sick and died. So, since then Mas Karebet was taken care of by Nyai Ageng Tingkir, the widow of Ki Ageng Tingkir. When he grew up, he became widely known as Jaka Tingkir. He followed the teaching of Sunan Kalijaga, as well as Ki Ageng Sela. He was also considered as related to the three grandsons of Ki Ageng Tingkir, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, and Ki Panjawi. The Geanology of Jaka Tingkir Abdurrohman (P. Sambud Bagda) bin Abdul Halim (P. Benawa) bin Abdurrahman (Jaka Tingkir) bin Ainul Yaqin (Sunan Giri) bin Ishak bin Ibrahim Asmura bin Jamaludin Husain bin Ahmad Syah Jalal bin Abdullah Khan bin Amir Abdul Malik bin Alawi bin Muhammad Shohibul Mirbat bin Ali Chali’ Qasam bin Alawi Muhammad bin Muhammad bin Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir Ilallah bin Isa Arrumi bin Muhammad Annaqib bin Ali Al-’Uroidi bin Ja’far Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husein putra Siti Fathimah Az-Zahro binti Rasulillah, Muhammad saw

Ranji Joko Tingkir

Marga (saat dilahirkan) Pajang
Jenis Kelamin Pria
Nama lengkap (saat dilahirkan) Joko Tingkir
Nama lainnya Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang, Sultan Pajang, Kanjeng Sultan Hadiwijoyo, Kanjeng Raden Hadiwijoyo, Kanjeng Sultan Kasunanan Pajang, Raden Mas Hadiwijoyo, Mas Karebet, Jaka Tingkir, Sri Baginda Datuk Palembang
Ayah ibu # Ki Ageng Kebo Kenongo [Pengging] Nyai Ratu Mandoko [Azmatkhan]

Kejadian-kejadian

 kelahiran anak: Putri (no 13) [?]  kelahiran anak: Pangeran Aryo Benowo [Pajang]  kelahiran anak: Ratu Pembayun [Demak]  perkawinan: Raden Rara Wuragil [Wuragil]  perkawinan: Ratu Mas Cempaka [Demak]

Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

//

kematian: 1518
kelahiran: Terdapat berbagai versi tentang asal-usul pendiri Kesultanan Demak. Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra Brawijaya raja terakhir Majapahit (versi babad) dari seorang selir Cina. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa perkawinan: Putri selir / Garwa ampil
gelar: Arya Kenceng memimpin saudara-saudaranya sebagai penguasa Bali bawahan Majapahit. Arya Kenceng dan saudara-saudaranya dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.
gelar: Arya Kutawandira dibawah pimpinan saudaranya Arya Kenceng dalam pemerintahan penguasa Bali yang menjadi bawahan Majapahit. Ia dianggap sebagai leluhur raja-raja Tabanan dan Badung.
gelar: Arya Sentong dibawah pimpinan saudaranya Arya Kenceng dalam pemerintahan penguasa Bali yang menjadi bawahan Majapahit. Arya Sentong dianggap sebagai leluhur Tabanan dan Badung.
gelar: Arya Belog dibawah pimpinan saudaranya Arya Kenceng dalam pemerintahan penguasa Bali yang menjadi bawahan Majapahit. Arya Belog dianggap sebagai leluhur Tabanan dan Badung.
pekerjaan: Adipati di Ponorogo
Kakek-nenek
Ayah ibu
kelahiran:
Ayah ibu
 
== 3 ==
== 3 ==
Anak-anak
kelahiran:
Anak-anak
Cucu-cucu
kelahiran:
kelahiran:
kelahiran:
kelahiran:
Cucu-cucu

  Kepustakaan

  • Andjar Any. 1980.Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
  • Andjar Any. 1979.Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang: Aneka Ilmu
  • Babad Majapahit dan Para Wali Jilid 3. 1989. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001.Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
  • Hayati dkk. 2000.Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
  • 1987.Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • 2007.Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
  • Ricklefs, M. C.,A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8
  • Slamet Muljana. 1979.Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara

THE JOKOWI HISTORY COLLECTIONS 2014

  THE JOKOWI HISTORY COLLECTION PART 2014 CREATED BY DR IWAN SUWANDY,MHA LIMITED E-BOOK IN CD ROM EDITION COPYRIGHT @DR IWAN 2014 JOKOWI IN 2014 JUNE 2014   JOKOWI AND JK DURING  PROCLAIMED AS PRESIDENT AND  VICE PRESIDENT KANDIFAT  AT INDONESIAN INDPENENDENT MEMORIAL BUILDING AT MENTENG JAKARTAAUGUST 2014 LOOK THEIR CAMPAIGN POSTER BELOW     JOKOWI WITH JAPAN FOREIGN MENISTER IN JAKARTA GOVERMENT OFFICE   JOKOWI WHEN WIN AS INDONESIAN PRESIDENT ANNOUNCE BY kpu     JOKOWI JK AFTER mAKAMAH kONSTITUTSI ANNOUCE DIDNOT ACCEPT PRABOWO PTOTEST AND ACCEPR kpu DICITION JOKOWI JK AS THE 7th PRESIDENT AND VICE PRESIDENT RI jokowi by om pasikom kompas news paper 2014      

THE JOKOWI HISTORY COLLECTIONS intro

THIS THE SAMPLE OF DR IWAN CD ROM,THE COMPLETE EXIST,IF YOU WANT THE COMPLETE CD 1945-1945,PRICE TIGA JUTA RUPIAH SUDAH TERMASUK BIAYA PENGIRIMAN LIWAT TIKI,BAGI KOLEKTOR LUAR NEGERI SILAHKAN MEMINTA BANTUAN KOLEKTOR INDONESIA BECAUASU DIFFICULT AND HIGH COST TO SEND ABROAD, SILAHKAN MENGHUBUNGI EMAIL DR IWA iwansuwandy@gmail.com DENGAN MENGUPLOAD KOPI ktp,RIWAYAT HIDUP SINGKAT,SERTA ALAMAT LENGKAP DENGAN NOMOR TILPON AGAR TIBA DENGAN SELAMAT BILA DIKIRIM KE RUMAH ANDA

The Jokowi History Collection part introduction Created By DR Iwan Suwandy,MHA Limited E-Book In CD-ROM Special For Senior Collectors And Historian Copyrighy @ Dr Iwan 2014   INTRODUCTION Saya mulai tertarik dengan Jokowi saat pemimilu Daerah Gubernur DKI, dan kemudian saat Pilpres RI 2014 walaupun kemudian saya beralih ke capres PrabowoSubianto karena saya menginggat jasa ayahnta Prof Sumitro mendurukan fajultas Ekonomi di Padang sumatera Barat tempat kelahiran saya dan Prof Sumitro membantu perjuangan rakyat Sumatera Barat menentang Komunisme. Kemudian saya kembali tertarik dengan Jokowi karena Prabo tidak mengakuihasil PIlpres dan mengugatnya di Mkamah Konstitusi,sifatnya yang arogan membuat simpari saya menghilang walaupun saat Pemilu saya memilihnya. Untuk mengrahui bagaimana perlkembangan peranan presiden Indonesia Ke 7Widodo dengan wakilnya Moh Jusuf Kall(JK) saya akan mulai mengumpulkan informasi sejak kampanye Pemilu dimulai baik dari surat Kabar maupun dari internet,dan inilah hasilnya. Semoga Karya Tulis ini dapat menjadi masukan bagi generasi penerus,dimasa mendatanf. Selamat Pak Jokowi dan JK kami mengharapkan anda berdua dapat meningkatkan peran dan keberhasilan republic ndonesia baik dalam negeri maupun luar negeri seperti yang di diharapkan oleh seluruh rakyat Indonesia Jakarta Agustus 2014 Dr Iwan Suwandy,MHA ENGLISH VERSION

I became interested when pemimilu Jokowi Regional Governor of Jakarta, and then when the Indonesian presidential election in 2014, although then I switched to a candidate because I menginggat PrabowoSubianto ayahnta services Sumitro mendurukan fajultas Prof. of Economics in West Sumatra Padang my birthplace and Prof. Sumitro help fight against the people of West Sumatra communism.Then I re interested Jokowi because Prabo not mengakuihasil mengugatnya in Mkamah Presidential Election and the Constitution, it is arrogant to make me disappear simpari elections even when I select it.To mengrahui how perlkembangan role of president of Indonesia to 7Widodo with his deputy Mohammad Jusuf Kall (JK) I will begin to gather information from the election campaign started either from the internet or from the news letter, and this is the result.Hopefully this Essay can be input for the next generation, future mendatanf. Congratulations Mr. JK Jokowi and we hope you are both able to improve the role and success of the republic ndonesia both domestically and abroad as expected by all people in Indonesia Jakarta in August 2014 Dr Iwan Suwandy, MHA JOKOWI 2012 JOKO WIDODO (JOKOWI) INFORMATIONS COLLECTIOBNS CREATED BY Dr Iwan suwandy,MHA Copyright @ 2012 Introductions Baru saja Joko Widdod alias JOKWI memeangkan Pemilihan gubernuk DKI Jakarta berdasarkan Quick Count belaiu meraih  54 ,11%  suara dari rakyat Jakarta dan Gubernur yang lama DR Fauzi Bowo telah mengucapkan selamat kepadanya jokowi info collections

Biodata Joko Widodo

Nama : Joko Widodo alias: JOKOWI Tempat Tanggal Lahir: Surakarta, 21 Juni 1961 Agama : Islam Pekerjaan : Pengusaha Agama : Islam Profil Facebook : jokowi Akun twitter : jokowi_do2 Email: jokowi@indo.net.id Alamat Kantor : Jl. Jend. Sudirman No. 2 Telp. 644644, 642020, Psw 400, Fax. 646303 Alamat Rumah Dinas : Rumah Dinas Loji Gandrung Jl. Slamet Riyadi No. 261 Telp. 712004 HP. 0817441111 Pendidikan:

  • SDN 111 Tirtoyoso Solo
  • SMPN 1 Solo
  • SMAN 6 Solo
  • Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta lulusan 1985

Karir:

  • Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990)
  • Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996)
  • Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007)
  • Gunernur terpilih DKI Jakarta 2012

Asal Nama Julukan Jokowi

“Jokowi itu pemberian nama dari buyer saya dari Prancis,” begitu kata Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya dari mana muncul nama Jokowi. Kata dia, begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus, ‘Jokowi’. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang. Saat ini, Jokowi menjabat untuk periode kedua. Kemenangan mutlak diperoleh saat pemilihan wali kota tahun lalu. Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya, “Eh..itu Pak Joko.” PICTURE COLLECTIONS poster collections CARICATURE COLLECTIONS read More Info  jakarta firs lady mrs jokowi profile

Istri Jokowi:

Menang Kalah itu Risiko

Tribunnews.com – Minggu, 25 Maret 2012 08:23 WIB 
Istri Jokowi: Menang Kalah itu Risiko

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
//
TRIBUNNEWS.COM Dengan tersenyum dan mencoba berdiplomasi di hadapan para wartawan di Loji Gandrung, Selasa awal pekan lalu, istri Wali Kota Solo Joko Widodo, Iriana menegaskan dirinya siap mengikuti keputusan sang suami, termasuk menanggung risiko terkait keputusan maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta. “Sebagai istri saya mendukung keputusan suami. Mengalir saja. Menang kalah adalah risiko, dan apabila kalah pun harus juga siap,” ujarnya. Keputusan Joko Widodo menjadi calon gubernur DKI berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sudah disinggung dalam keluarga, termasuk dengan anak anak mereka.  “Tunggu saja Pak Joko. Saya juga belum tahu teknisnya seperti apa selama kampanye,” katanya. Dukungan penuh ditunjukan Iriana kepada Jokowi saat menaggapi pertanyaan wartawan. Ia hanya mengatakan, “Tidak bisa ditunjukkan lewat kata-kata sikap dukungan saya. Ini adalah tugas berat ya, jadi kita harus support dan berdoa semua lancar. Dan apabila Pak Joko menang, saya siap,” katanya singkat

source tribune news Isteri AHOK

 Veronica Basuki T. Purnama

SIAPAKAH JOKO WIDODOD? WHOS IS JOKO WIDODO?

 Whos IS JOKO WIDODO? source. Biography Jokowi (Joko Widodo) Monday, July 23, 2012 Biography Jokowi (Joko Widodo)
STUDI BANDING DUA TOKOH MASA LALU YANG SUDAH MULAI DILUPAKAN DENGAN DUA TOKOH MASA KINI YANG LAGI TOP DISUNTING OLE Dr Iwan Uwandy<MHA bUku Elektronik gratis  Bagi SELURUH RAKYAT INDONESIA BERDASARKAN ARTIKEL KARANGAN SELURUH RAKYAT INDONESIA Dengan Bantuan Kemajuan Teknologi GOOGLE EKSPLORASI KATA PENGANTAR Dipagi yang sejuk ini  sya terbangun karen lampu tiba-tiba padam gelap tal dapat tidur tetapi segera hidup lagi terang dalam sekejap berubah situasi BEGITU JUGALAH DENGAN DUA TOKOH MASA LALU YANG SUDAH MULAI DILUPAKAN DAN TERANG DUA TOKOH MASA KINI YANG LAGI POPULER TERANG BENDERANG KEDUA TOKOH ITU ADA HUBUNGANNYA. Supaya pembaca tidak bosan saya tidak mencantumkan nama pengarang artikel dan refrensi terkait,karena saya anggap ini karangan seluruh rakyat indonesia dan di tujukkan kepada seluruh rakyat Indonesia Saya buat dipagi buta agar mata jadi bisa tidur lagi dalam waktu secepat mungkin. Ayo kita muali INILAH HASIL STUDI BANDING PENDAPAT RAKYAT INDONESIA TENTANG DUA TOKOH MASA LALU DAN DUA TOKOH MASA KINI Semoga ada gunanya demi untuk kemajuan Bangsa dan negara Yang Kita Cintai Ini Jakarta 1 April 2014 KATA ORANG DULU BERBOHONG DI HARI  APRIL MOB INI TIDAK ADA DOSANYA,TETAPI INI BUKAN BOHONG,SAYA JADI INGAT DULU TEMAN SAYA MENGUNDANG PESTA DANSA DI APRIL MOB BANYAK MUDA MUDI TERKECOH KARENA PESTA TAK ADA TETAPI APRIL MOB TAHUN INI ADALAH KEJADIAN SEBENARNYA PESTA DEMMOKRASI DIMULAI HASIL STUDI BANDING, UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA PENCIP[TA GOOGLE,ANDA TELAH MEMBANTU SAYA DAN SELURUH RAKYAT INDONESIA SIAPA ITU DUA TOKOH MASA LALU DAN MASA KINI ? SOEMITRO Sumitro Djojohadikusumo Suara Merdeka 2 Apr 1952 p1.jpg Prof. Dr. Raden Mas Soemitro Djojohadikoesoemo (often spelt Sumitro Djojohadikusumo) (born in Kebumen, Central Java on May 29, 1917 and died in Jakarta on March 9, 2001) was one of Indonesia‘s most prominent economists. During his lifetime Sumitro held several prominent roles including the Dean of the Faculty of Economics at the University of Indonesia. Soemitro’s children include the current Presidential candidate Prabowo Subianto and the Indonesian entrepreneur Hashim Djojohadikusumo. Bianti Djiwandono, his daughter is married to the former Governor of Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono. His son Prabowo was briefly married to Titiek Hediati, the daughter of former Indonesian president Suharto   Prabowo Subianto (born 17 October 1951) is an Indonesian businessman, politician and former Lieutenant General in the Indonesian National Armed Forces. In the Indonesian presidential election, 2009 he ran for the vice-presidency as part of Megawati Sukarnoputri‘s campaign for president.[1] In November 2011, Prabowo announced his intention to run for president in the next Indonesian presidential election, 2014.[2] Prabowo is the son of Sumitro Djojohadikusumo, an Indonesian economist, and is also the former husband of Siti Hediati “Titiek” Suharto, the late President Suharto‘s daughter          

Biografi Jendral Besar Soedirman. Seluruh masyarakat Indonesia pasti mengenal salah satu pahlawan besar ini, namanya sangat terkenal di Indonesia diaalah Jendral Besar Soedirman menurut Ejaan Soewandi dibaca Sudirman, Jenderal besar Indonesia ini lahir di Bodas Karangjati, Rembang, Purbalingga, 24 Januari 1916. Jenderal Sudirman merupakan salah satu tokoh besar di antara sedikit orang lainnya yang pernah dilahirkan oleh suatu revolusi. Saat usianya masih 31 tahun ia sudah menjadi seorang jenderal. Meski menderita sakit paru-paru yang parah, ia tetap bergerilya melawan Belanda. Ia berlatar belakang seorang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap dan giat di kepanduan Hizbul Wathan

Ketika pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor yang begitu tamat pendidikan, langsung menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Ia merupakan Pahlawan Pembela Kemerdekaan yang tidak perduli pada keadaan dirinya sendiri demi mempertahankan Republik Indonesia yang dicintainya. Ia tercatat sebagai Panglima sekaligus Jenderal pertama dan termuda Republik ini. Sudirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Pribadinya teguh pada prinsip dan keyakinan, selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Ia selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara. Hal ini boleh dilihat ketika Agresi Militer II Belanda. Ia yang dalam keadaan lemah karena sakit tetap bertekad ikut terjun bergerilya walaupun harus ditandu. Dalam keadaan sakit, ia memimpin dan memberi semangat pada prajuritnya untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda. Itulah sebabnya kenapa ia disebutkan merupakan salah satu tokoh besar yang dilahirkan oleh revolusi negeri ini. Sudirman yang dilahirkan di Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916, ini memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa, sebuah sekolah yang terkenal berjiwa nasional yang tinggi. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Solo tapi tidak sampai tamat. Sudirman muda yang terkenal disiplin dan giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan ini kemudian menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Kedisiplinan, jiwa pendidik dan kepanduan itulah kemudian bekal pribadinya hingga bisa menjadi pemimpin tertinggi Angkatan Perang. Sementara pendidikan militer diawalinya dengan mengikuti pendidikan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Setelah selesai pendidikan, ia diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya. Ketika itu, pria yang memiliki sikap tegas ini sering memprotes tindakan tentara Jepang yang berbuat sewenang-wenang dan bertindak kasar terhadap anak buahnya. Karena sikap tegasnya itu, suatu kali dirinya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka, dalam suatu pertempuran dengan pasukan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Itulah jasa pertamanya sebagai tentara pasca kemerdekaan Indonesia. Sesudah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, ia kemudian diangkat menjadi Panglima Divisi V/Banyumas dengan pangkat Kolonel. Dan melalui Konferensi TKR tanggal 2
//
Nopember 1945, ia terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 18 Desember 1945, pangkat Jenderal diberikan padanya lewat pelantikan Presiden. Jadi ia memperoleh pangkat Jenderal tidak melalui Akademi Militer atau pendidikan tinggi lainnya sebagaimana lazimnya, tapi karena prestasinya.Ketika pasukan sekutu datang ke Indonesia dengan alasan untuk melucuti tentara Jepang, ternyata tentara Belanda ikut dibonceng. Karenanya, TKR akhirnya terlibat pertempuran dengan tentara sekutu. Demikianlah pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Sudirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa. Dan pada tanggal 12 Desember tahun yang sama, dilancarkanlah serangan serentak terhadap semua kedudukan Inggris. Pertempuran yang berkobar selama lima hari itu akhirnya memaksa pasukan Inggris mengundurkan diri ke Semarang.Pada saat pasukan Belanda kembali melakukan agresinya atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II Belanda, Ibukota Negara RI berada di Yogyakarta sebab Kota Jakarta sebelumnya sudah dikuasai. Jenderal Sudirman yang saat itu berada di Yogyakarta sedang sakit. Keadaannya sangat lemah akibat paru-parunya yang hanya tingggal satu yang berfungsi.Dalam Agresi Militer II Belanda itu, Yogyakarta pun kemudian berhasil dikuasai Belanda. Bung Karno dan Bung Hatta serta beberapa anggota kabinet juga sudah ditawan. Melihat keadaan itu, walaupun Presiden Soekarno sebelumnya telah menganjurkannya untuk tetap tinggal dalam kota untuk melakukan perawatan. Namun anjuran itu tidak bisa dipenuhinya karena dorongan hatinya untuk melakukan perlawanan pada Belanda serta mengingat akan tanggungjawabnya sebagai pemimpin tentara.Maka dengan ditandu, ia berangkat memimpin pasukan untuk melakukan perang gerilya. Kurang lebih selama tujuh bulan ia berpindah-pindah dari hutan yang satu ke hutan yang lain, dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah sekali sementara obat juga hampir-hampir tidak ada. Tapi kepada pasukannya ia selalu memberi semangat dan petunjuk seakan dia sendiri tidak merasakan penyakitnya. Namun akhirnya ia harus pulang dari medan gerilya, ia tidak bisa lagi memimpin Angkatan Perang secara langsung, tapi pemikirannya selalu dibutuhkan.Sudirman yang pada masa pendudukan Jepang menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Keresidenan Banyumas, ini pernah mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan. Jenderal yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi, ini akhirnya harus meninggal pada usia yang masih relatif muda, 34 tahun.Pada tangal 29 Januari 1950, Panglima Besar ini meninggal dunia di Magelang dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan.Berikut Ini Data Lengkap Tengtang Jendral Besar Soedirman Nama: Jenderal Sudirman Lahir: Bodas Karangjati, Purbalingga, 24 Januari 1916 Meninggal: Magelang, 29 Januari 1950Agama: Islam Pendidikan Fomal: – Sekolah Taman Siswa – HIK Muhammadiyah, Solo (tidak tamat) Pendidikan Tentara: Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor Pengalaman Pekerjaan: Guru di HIS Muhammadiyah di Cilacap Pengalaman Organisasi: Kepanduan Hizbul Wathan Jabatan di Militer: – Panglima Besar TKR/TNI, dengan pangkat Jenderal – Panglima Divisi V/Banyumas, dengan pangkat Kolonel – Komandan Batalyon di Kroya Tanda Penghormatan: Pahlawan Pembela Kemerdekaan Meniggal: Magelang, 29 Januari 1950 Dimakamkan: Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta

Biografi Jokowi (Joko Widodo)

Jokowi adalah tokoh pemimpin terpuji Walikota Solo dan berperan memperomosikan Mobil ESEMKA. Ir. Joko Widodo (Jokowi) adalah walikota Kota Surakarta (Solo) untuk dua kali masa bhakti 2005-2015. Wakil walikotanya adalah F.X. Hadi Rudyatmo. Jokowi lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961. Agama Jokowi adalah Islam. Pada 2012 Jokowi memenangkan Pilkada DKI Jakarta dan ditetapkan sebagi Gubernur DKI Jakarta. Banyak pihak optimis dengan kinerja Jokowi dan wakilnya Ahok untuk memperbaiki kota Jakarta yang semerawut.

Biografi Jokowi (Joko Widodo)

Jokowi meraih gelar insinyur dari Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985. Ketika mencalonkan diri sebagai walikota Solo, banyak yang meragukan kemampuan pria yang berprofesi sebagai pedagang mebel rumah dan taman ini; bahkan hingga saat ia terpilih. Namun setahun setelah ia memimpin, banyak gebrakan progresif dilakukan olehnya. Ia banyak mengambil contoh pengembangan kota-kota di Eropa yang sering ia kunjungi dalam rangka perjalanan bisnisnya.

Di bawah kepemimpinannya, Solo mengalami perubahan yang pesat. Branding untuk kota Solo dilakukan dengan menyetujui moto “Solo: The Spirit of Java“. Langkah yang dilakukannya cukup progresif untuk ukuran kota-kota di Jawa: ia mampu merelokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka, memberi syarat pada investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, melakukan komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang terlantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Jokowi juga tak segan menampik investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya. Sebagai tindak lanjut branding ia mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah Konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Pada tahun 2007 Surakarta juga telah menjadi tuan rumah Festival Musik Dunia (FMD) yang diadakan di kompleks Benteng Vastenburg yang terancam digusur untuk dijadikan pusat bisnis dan perbelanjaan. FMD pada tahun 2008 diselenggarakan di komplek Istana Mangkunegaran. Berkat prestasi tersebut, Jokowi terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″ oleh Majalah Tempo.

Asal Nama Julukan Jokowi

“Jokowi itu pemberian nama dari buyer saya dari Prancis,” begitu kata Wali Kota Solo, Joko Widodo, saat ditanya dari mana muncul nama Jokowi. Kata dia, begitu banyak nama dengan nama depan Joko yang jadi eksportir mebel kayu. Pembeli dari luar bingung untuk membedakan, Joko yang ini apa Joko yang itu. Makanya, dia terus diberi nama khusus, ‘Jokowi’. Panggilan itu kemudian melekat sampai sekarang. Di kartu nama yang dia berikan tertulis, Jokowi, Wali Kota Solo. Belakangan dia mengecek, di Solo yang namanya persis Joko Widodo ada 16 orang. Saat ini, Jokowi menjabat untuk periode kedua. Kemenangan mutlak diperoleh saat pemilihan wali kota tahun lalu. Nama Jokowi kini tidak hanya populer, tapi kepribadiannya juga disukai masyarakat. Setidaknya, ketika pergi ke pasar-pasar, para pedagang beramai-ramai memanggilnya, atau paling tidak berbisik pada orang sebelahnya, “Eh..itu Pak Joko.” Bagaimana ceritanya sehingga dia bisa dicintai masyarakat Solo? Kebijakan apa saja yang telah membuat rakyatnya senang? Mengapa pula dia harus menginjak pegawainya? Berikut wawancara wartawan Republika, Ditto Pappilanda, dengan Jokowi dalam kebersamaannya sepanjang setengah hari di seputaran Solo.

Sikap apa yang Anda bawa dalam menjalankan karier sebagai birokrat? Secara prinsip, saya hanya bekerja untuk rakyat. Hanya itu, simpel. Saya enggak berpikir macam-macam, wong enggak bisa apa-apa. Mau dinilai tidak baik, silakan, mau dinilai baik, ya silakan. Saya kan tugasnya hanya bekerja. Enggak ada kemauan macam-macam. Enggak punya target apa-apa. Bekerja. Begitu saja. Bener, saya tidak muluk-muluk dan sebenarnya yang kita jalankan pun semua orang bisa ngerjain. Hanya, mau enggak. Punya niat enggak. Itu saja. Enggak usah tinggi-tinggi. Sederhana sekali. Contoh, lima tahun yang lalu, pelayanan KTP kita di kecamatan semrawut. KTP bisa dua minggu, bisa tiga minggu selesai. Tidak ada waktu yang jelas. Bergantung pada yang meminta, seminggu bisa, dua minggu bisa. Tapi, dengan memperbaiki sistem, apa pun akan bisa berubah. Menyiapkan sistem, kemudian melaksanakan sistem itu, dan kalau ada yang enggak mau melaksanakan sistem, ya, saya injak. Awalnya reaksi internal bagaimana? Ya biasa, resistensi setahun di depan, tapi setelah itu, ya, biasa saja. Semuanya kalau sudah biasa, ya semuanya senang. Ya, kita mengerti itu masalah kue, ternyata ya juga bisa dilakukan. Untuk mengubah sistem proses KTP itu, tiga lurah saya copot, satu camat saya copot. Saat itu, ketika rapat diikuti 51 lurah, ada tiga lurah yang kelihatan tidak niat. Enggak mungkin satu jam, pak, paling tiga hari, kata mereka. Besoknya lurah itu tidak menjabat. Kalau saya, gitu saja. Rapat lima camat lagi, ada satu camat, sulit pak, karena harus entri data. Wah ini sama, lah. Ya, sudah. Nyatanya, setelah mereka hilang, sistemnya bisa jalan. Seluruh kecamatan sekarang sudah seperti bank. Tidak ada lagi sekat antara masyarakat dan pegawai, terbuka semua. Satu jam juga sudah jadi. Rupiah yang harus dibayar sesuai perda, Rp 5.000. Anda juga punya pengalaman menarik dalam penanganan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang kemudian banyak menjadi rujukan? Iya. Sekarang banyak daerah-daerah ke sini, mau mengubah mindset. Oh ternyata penanganan (PKL) bisa tanpa berantem. Memang tidak mudah. Pengalaman kami waktu itu adalah memindahkan PKL di Kecamatan Banjarsari yang sudah dijadikan tempat jualan bahkan juga tempat tinggal selama lebih dari 20 tahun. Kawasan itu sebetulnya kawasan elite, tapi karena menjadi tempat dagang sekaligus tempat tinggal, yang terlihat adalah kekumuhan. Lima tahun yang lalu, mereka saya undang makan di sini (ruang rapat rumah dinas wali kota). Saya ajak makan siang, saya ajak makan malam. Saya ajak bicara. Sampai 54 kali, saya ajak makan siang, makan malam, seperti ini. Tujuh bulan seperti ini. Akhirnya, mereka mau pindah. Enggak usah di-gebukin.

Mengapa butuh tujuh bulan, mengapa tidak di tiga bulan pertama? Kita melihat-melihat angin, lah. Kalau Anda lihat, pertama kali mereka saya ajak ke sini, mereka semuanya langsung pasang spanduk. Pokoknya kalau dipindah, akan berjuang sampai titik darah penghabisan, nyiapin bambu runcing. Bahkan, ada yang mengancam membakar balai kota. Situasi panas itu sampai pertemuan ke berapa? Masih sampai pertemuan ke-30. Pertemuan 30-50 baru kita berbicara. Mereka butuh apa, mereka ingin apa, mereka khawatir mengenai apa. Dulu, mereka minta sembilan trayek angkot untuk menuju wilayah baru. Kita beri tiga angkutan umum. Jalannya yang sempit, kita perlebar. Yang sulit itu, mereka meminta jaminan omzet di tempat yang baru sama seperti di tempat yang lama. Wah, bagaimana wali kota disuruh menjamin seperti itu. Jawaban saya, rezeki yang atur di atas, tapi nanti selama empat bulan akan saya iklankan di televisi lokal, di koran lokal, saya pasang spanduk di seluruh penjuru kota. Akhirnya, mereka mau pindah. Pindahnya mereka saya siapkan 45 truk, saya tunggui dua hari, mereka pindah sendiri-sendiri. Pindahnya mereka dari tempat lama ke tempat baru saya kirab dengan prajurit keraton. Ini yang enggak ada di dunia mana pun. Mereka bawa tumpeng satu per satu sebagai simbol kemakmuran. Artinya, pindahnya senang. Tempat yang lama sudah jadi ruang terbuka hijau kembali. Omzetnya di tempat yang baru? Bisa empat kali. Bisa tanya ke sana, jangan tanya saya. Tapi, ya kira-kira ada yang sepuluh kali, ada yang empat kali. Rata-rata empat kali. Ada yang sebulan Rp 300 juta. Itu sudah bukan PKL lagi, geleng-geleng saya. Bagaimana dengan PKL yang lain? Setelah yang eks-PKL Banjarsari pindah, tidak sulit meyakinkan yang lain. Cukup pertemuan tiga sampai tujuh kali pertemuan selesai. Sampai saat ini, kita sudah pindahkan 23 titik PKL, tidak ada masalah. Lha yang repot sekarang ini malah pedagang PKL itu minta direlokasi. Kita yang nggak punya duit. Sampai sekarang ini, masih 38 persen PKL yang belum direlokasi. Jadi, kalau masih melihat PKL di jalan atau trotoar, itu bagian dari 38 persen tadi.

Tampaknya, pemberdayaan pasar menjadi perhatian Anda? Oiya. Kita sudah merenovasi 34 pasar dan membangun pasar yang baru di tujuh lokasi. Jika dikelola dengan baik, pasar ini mendatangkan pendapatan daerah yang besar. Dulu, ketika saya masuk, pendapatan dari pasar hanya Rp 7,8 miliar, sekarang Rp 19,2 miliar. Hotel hanya Rp 10 miliar, restoran Rp 5 miliar, parkir Rp 1,8 miliar, advertising Rp 4 miliar. Hasil Rp 19,2 miliar itu hanya dari retribusi harian Rp 2.600. Pedagangnya banyak sekali, kok. Ini yang harus dilihat. Asal manajemennya bagus, enggak rugi kita bangun-bangun pasar. Masyarakat-pedagang terlayani, kita dapat income seperti itu. Sementara kalau mal, enggak tahu saya, paling bayar IMB saja, kita mau tarik apa? Makanya, mal juga kita batasi. Begitu juga hypermarket kita batasi. Bahkan, minimarket juga saya stop izinnya. Rencananya dulu akan ada 60-80 yang buka, tapi tidak saya izinkan. Sekarang hanya ada belasan. Tapi, sepertinya Pasar Klewer belum tersentuh ya, kondisinya masih kurang nyaman? Klewer itu, waduh. Duitnya gede sekali. Kemarin, dihitung investor, Rp 400 miliar. Duit dari mana? Anggaran berapa puluh tahun, kita mau cari jurus apa belum ketemu. Anggaran belanja Solo Rp 780 miliar, tahun ini Rp 1,26 triliun. Tidak mampu kita. Pedagang di Klewer lebih banyak, 3.000-an pedagang, pasarnya juga besar sekali. Di situ, yang Solo banyak, Sukoharjo banyak, Sragen banyak, Jepara ada, Pekalongan ada, Tegal ada. Batik dari mana-mana. Tapi, saya yakin ada jurusnya, hanya belum ketemu aja. Soal pendidikan, di beberapa daerah sudah banyak dilakukan pendidikan gratis, apakah di Solo juga begitu? Kita beda. Di sini, kita menerbitkan kartu untuk siswa, ada platinum, gold, dan silver. Mereka yang paling miskin itu memperoleh kartu platinum. Mereka ini gratis semuanya, mulai dari uang pangkal sampai kebutuhan sekolah dan juga biaya operasional. Kemudian, yang gold itu mendapat fasilitas, tapi tak sebanyak platinum. Begitu juga yang silver, hanya dibayari pemkot untuk kebutuhan tertentu. Itu juga yang diberlakukan untuk kesehatan? Iya, ada kartu seperti itu, ada gold dan silver. Gold ini untuk mereka yang masuk golongan sangat miskin. Semua gratis, perawatan rawat inap, bahkan cuci darah pun untuk yang gold ini gratis.

Tampaknya, sekarang masyarakat sudah percaya pada Anda, padahal di awal terpilih, banyak yang sangsi? Yah, satu tahun, lah. Namanya belum dikenal, saya kan bukan potongan wali kota, kurus, jelek. Saya juga enggak pernah muncul di Solo, apalagi bisnis saya 100 persen ekspor. Ada yang sangsi, ya biar saja, sampai sekarang enggak apa-apa. Mau sangsi, mau menilai jelek, terserah orang. Dulu, apa niat awalnya jadi wali kota? Enggak ada niat, kecelakaan. Ndak tahu itu. Dulu, pilkada pertama, kita dapat suara 37 persen, menang tipis. Wong saya bukan orang terkenal, kok. Yang lain terkenal semuanya kan, saya enggak. Tapi, kelihatannya masyarakat sudah malas dengan orang terkenal. Mau coba yang enggak terkenal. Coba-coba, jadi saya bilang kecelakaan tadi itu memang betul. Hal apa yang paling mengesankan selama Anda menjadi wali kota? Paling mengesankan? Paling mengesankan itu, kalau dulu, kan, wali kota mesti meresmikan hal yang gede-gede. Meresmikan mal terbesar besar misalnya. Tapi, sekarang, gapura, pos ronda, semuanya saya yang buka, kok. Pos ronda minta dibuka wali kota, gapura dibuka wali kota, ya gimana rakyat yang minta, buka aja. Ya, kadang-kadang lucu juga. Tapi kita nikmati. Apa kesulitan yang paling pertama Anda temui saat menjabat sebagai wali kota? Masalah aturan. Betul. Kita, kalau di usaha, mencari yang se-simpel mungkin, seefisien mungkin. Tapi, kita di pemerintahan enggak bisa, ada tahapan aturan. Meskipun anggaran ada, aturannya enggak terpenuhi, enggak bisa jalani. Harusnya, bisa kita kerjain dua minggu, harus menunggu dua tahun. Banyak aturan-aturan yang justru membelenggu kita sendiri, terlalu prosedural. Kita ini jadi negara prosedur. Apa pertimbangannya saat Anda mencalonkan untuk kali kedua? Sebetulnya, saya enggak mau. Mau balik lagi ke habitat tukang kayu. Saat itu, setiap hari datang berbondong-bondong berbagai kelompok yang mendorong saya maju lagi. Mereka katakan, ini suara rakyat. Saya berpikir, ini benar ndak, apa hanya rekayasa politik. Dua minggu saya cuti, pusing saya mikir itu. Saya pulang, okelah saya survei saja. Saya survei pertama, dapatnya 87 persen. Enggak percaya, saya survei lagi, dapatnya 87 persen lagi.

Setelah survei itu, saya melihat, benar-benar ada keinginan masyarakat. Jadi, yang datang ke saya itu benar. Dan ternyata memang saya dapat hampir 91 persen. Saya lihat ada harapan dan ekspektasi yang terlalu besar. Perhitungan saya 65-70 persen. Hitungan di atas kertas 65:35, atau 60:40, kira-kira. Ada kekhwatiran tidak, ketika lepas jabatan, semua yang Anda bangun tetap terjaga? Pertama ada blueprint, ada concept plan kota. Paling tidak, pemimpin baru nanti enggak usah pakai 100 persen, seenggaknya 70 persen. Jangan sampai, sudah SMP, kembali lagi ke TK. Saya punya kewajiban juga untuk menyiapkan dan memberi tahu apa yang harus dilakukan nantinya.

Biodata Joko Widodo

Nama : Joko Widodo Tempat Tanggal Lahir: Surakarta, 21 Juni 1961 Agama : Islam Pekerjaan : Pengusaha Agama : Islam Profil Facebook : jokowi Akun twitter : jokowi_do2 Email: jokowi@indo.net.id Alamat Kantor : Jl. Jend. Sudirman No. 2 Telp. 644644, 642020, Psw 400, Fax. 646303 Alamat Rumah Dinas : Rumah Dinas Loji Gandrung Jl. Slamet Riyadi No. 261 Telp. 712004 HP. 0817441111 Pendidikan:

  • SDN 111 Tirtoyoso Solo
  • SMPN 1 Solo
  • SMAN 6 Solo
  • Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta lulusan 1985

Karir:

  • Pendiri Koperasi Pengembangan Industri Kecil Solo (1990)
  • Ketua Bidang Pertambangan & Energi Kamar Dagang dan Industri Surakarta (1992-1996)
  • Ketua Asosiasi Permebelan dan Industri Kerajinan Indonesia Surakarta (2002-2007)

Penghargaan:

  • Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari “10 Tokoh 2008″
  • Menjadi walikota terbaik tahun 2009
  • Pak Joko Widodo jg meraih penghargaan Bung Hatta Award, atas kepemimpinan dan kinerja beliau selama membangun dan memimpin kota Solo.
  • Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) Award

Selain itu, berkat kepemimpinan beliau (dan tentunya semua pihak yg membantu), kota Solo jg banyak meraih penghargaan, di antaranya

  • Kota Pro-Investasi dari Badan Penanaman Modal Daerah Jawa Tengah
  • Kota Layak Anak dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan
  • Wahana Nugraha dari Departemen Perhubungan
  • Sanitasi dan Penataan Permukiman Kumuh dari Departemen Pekerjaan Umum
  • Kota dengan Tata Ruang Terbaik ke-2 di Indonesiaa

FEUI berdiri pada tanggal 18 September 1950 dan saat ini terletak di Kampus UI Depok. Kelahiran fakultas ini bermula ketika Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) memisahkan diri dan memilih untuk berdiri secara independen dengan membentuk fakultas baru, yaitu Fakultas Ekonomi. Pada saat yang bersamaan mahasiswa Akademi Nasional yang juga mengkaji ilmu ekonomi bergabung dengan fakultas baru tersebut. Maka jadilah mereka sebagai mahasiswa angkatan pertama di FEUI. Pada tahun-tahun awal kelahiran FEUI, Kegiatan perkuliahan berlangsung dengan kondisi darurat. Ketika itu, jumlah staf pengajar sangat terbatas, dan hanya ada satu pengajar yang berkebangsaan Indonesia di sana, yaitu Prof. MR. R. Soenario Kolopaking yang juga menjadi dekan pertama FEUI. Kegiatan perkuliahan diadakan di tiga tempat, yaitu Aula Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian di Jalan Tambak, Gedung Kesenian Pasar Baru dah Gedung Adhoc Stat (yang sekarang bappenas di jalan Diponegoro). Urusan administrasi pun harus ditangani oleh mahasiswa sendiri. Pada tahun 1951, Prof. Soenario selaku Dekan FEUI menyatakan mengundurkan diri. Beberapa perwakilan mahasiswa angkatan pertama kemudian menemui Dr. Soemitro dan memintanya menjadi Dekan FEUI, dan ia menyetujuinya. Kesediaan Soemitro—walaupun saat itu belum menjadi guru besar—merupakan penyelesaian bagi masalah kepemimpinan FEUI. Pada masa kepemimpinan Dr. Soemitro ini, FEUI mengirimkan beberapa asisten peneliti untuk tugas belajar di berbagai universitas di Amerika Serikat dengan dukungan dana dari Ford Foundation. Selain itu, FEUI juga mendatangkan staf pengajar dari AS, dan dengan sendirinya mengurangi dominasi pengajar berkebangsaan Belanda di kampus. Jurusan yang ada di FEUI juga ditambah, dari yang awalnya hanya mempunyai satu jurusan (Ekonomi Perusahaan), dikembangkan menjadi tiga jurusan, yaitu Ekonomi Umum, Sosiologi Ekonomi, dan Ekonomi Perusahaan. Kegiatan FEUI pada periode ini mulai meluas ke bidang penelitian, yang dilakukan melalui Seminar Ekonomi Perusahaan dan Balai Penyelidikan Masyarakat. Selanjutnya Balai Penyelidikan Masyarakat berubah menjadi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat tahun 1953. Pada tahun 1964, Prof. Widjojo Nitisastro ditunjuk sebagai Dekan FEUI. Belaiu adalah dekan pertama yang merupakan lulusan FEUI. Pada masa terjadi perubahan yang cukup banyak terutama dalam pembentukan institusi pendukung. Lembaga yang pertama dibentuk oleh Widjojo ini adalah Lembaga Demografi, tahun 1964. Tahun berikutnya menyusul pembentukan Laboratorium Statistik. Dalam bidang akademik, perubahan terjadi menyangkut awal tahun ajaran, dari bulan September menjadi Februari, namun hal ini terjadi lebih dikarenakan oleh krisis politik Indonesia. Pada tahun-tahun berikutnya, FEUI berkembang dengan pesat. Pada masa kepemimpinan Prof. Ali Wardhana (1968-1978), Iluni FEUI dibentuk. Pada tahun 1982, sistem perkuliahan berubah dari sistem tingkat ke sistem SKS. Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Mohammad Arsjad Anwar (1988-1994), kampus FEUI di Salemba dipindahkan ke kampus UI Depok. Hingga saat ini, FEUI telah dipimpin oleh 15 Dekan. Jabatan Dekan saat ini dipegang oleh Ari Kuncoro yang terpilih untuk masa jabatan 2013-2017

SUMITRO: SOEHARTO LEMAH TERHADAP ANAK-ANAKNYA

Perintahnya bukan hanya diculik, tapi mungkin lebih jauh lagi.

  Ketika Letjen TNI Prabowo Subianto dipecat dari ABRI, banyak mata menatap ke arah Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo—ayah Prabowo yang juga mantan Menteri Perdagangan dan Menristek pada pemerintahan Soeharto. Menjelang turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan, Sumitro sempat melontarkan sejumlah kritik keras terhadap kepemimpinan presiden yang juga besannya itu. Lalu apa yang dirasakannya ketika Prabowo dipecat? Apa pula pandangannya tentang 32 tahun kekuasaan Soeharto? DeTAK beruntung berkesempatan mewawancarai guru besar ekonomi UI yang oleh sejumlah kalangan digelari sebagai “Ayatullah” ekonomi Indonesia itu. Berikut petikan wawancara yang dilakukan di rumah­nya hari Minggu (6/9/1998) sore lalu:   Menurut Anda, apa yang paling krusial dari keadaan sekarang ini? Yang menamakan  diri  pemerintahan, agregate kenegaraan itu memer­lukan legitimasi. Sekarang yang ada baru legalitas. Saya mengadakan pembedaan antara legality (keabsahan hukum) dan legitimacy (pen­gakuan mandat rakyat—Red.). Legality bisa saja dibikin dan sekarang ini memang dibikin. Tapi legitimacy atau mandat dari rakyat itu belum.   Indikasinya? Sekarang itu masyarakat kita, dunia lembaga formal, DPR/MPR, semua sedang resah terus. Begitu juga para politisi yang kurang puas, para profesional, para akademisinya ribut terus. Semua menghendaki reformasi, tapi apa reformasi yang dimaui, kurang jelas. Ini yang secepatnya harus diatasi.   Dengan situasi seperti ini, bagaimana cara memenangkan kepercayaan rakyat dan dunia luar? Salah satunya lewat pemilu. Tapi pemilu yang pelaksanaannya den­gan undang-undang pemilihan yang sudah direformasi, yang sudah dijanjikan. Walau pasti tidak mungkin perfek, tapi itu kan legal for­mal sekaligus legitimasi yang diperlukan.   Tapi bagaimana bila ternyata ABRI masih bersikeras mendukung hanya Golkar? Mungkin ABRI tidak melihat alternatif lain selain Golkar.   Apa tidak mungkin sikap ini merupakan kelanjutan budaya poli­tik selama tiga puluh tahun yang diwariskan Soeharto? Memang budaya politik yang saya rasa tertanam selama 32 tahun, merupakan hambatan dari demokrasi tulen. Tentang hak rakyat dan kedaulatan rakyat, dalam benak, pikiran dan perasaan masyarakat sekarang ini masih pada pengertian siapa yang punya legalitas itu dominan. Pokoknya, seolah yang berkuasa selalu benar terus.   Kembali ke masalah Pak Harto. Dalam kaitan psiko-politik Pak Harto ditempatkan sebagai masih memainkan peran penting, menurut Anda? Bahwasanya orang-orang masih melihat di belakang Habibie dan Wiranto ada bayangan Soeharto, itu juga psikologis sifatnya. Tapi saya nggak lihat itu. Saya rasa, saya kenal besan saya itu dengan baik, walaupun nggak tahu seluruhnya, tapi saya pernah bekerja dekat dengan dia.   Pandangan Anda terhadap Pak Harto yang sekarang banyak menerima hujatan? Saya rasa masalahnya lain dulu lain sekarang. Pada awal bekerja de­ngan Pak Harto, waktu itu menurut saya dia baik dan hebat. Selama 10 tahun sebagai pembantu presiden, kita para teknokrat berhasil membangun, dan gawatnya ekonomi bisa diatasi. Karena kita bisa percaya dan bisa mengandalkan dia secara sepenuhnya. Masa itu dia benar-benar pegang janji dan kata-katanya. Begitu banyak kritik di luar negeri, dan untuk setiap kesalahan yang dilakukan oleh menteri­-menterinya, Pak Harto selalu bersikap, “Sudahlah saya tanggung jawab.” Hebatnya di situ.   Mitro - Bio Crop Outer copy   Sekarang ini bagaimana? Sesudah itu memang ada perubahan. Seingat saya, 10 tahun terakhir ini yang paling kentara buat saya.   Permasalahan intinya apa? Dua hal, terlalu lemah terhadap anak-anaknya dan pengaruh yang sangat merugikan masyarakat dan negara dari kelakuan anak-­anaknya. Dan selain itu Soeharto terlalu lama berkuasa, kombinasi dua itulah yang terbaca oleh saya.   Di satu sisi betul bahwa anak-anaknya juga turut menciptakan suasana yang tidak menguntungkan. Tapi apakah ada kemung­kinan bahwa sebetulnya the real Soeharto ya seperti itu. Seperti tuduhan rakus harta dan haus kekuasaan. Menurut Anda? Haus kekuasaan mungkin. Tapi greedy material thing (rakus harta benda), arahnya menurut saya, pribadinya loh, itu tidak. Jadi dia ambil kekayaan supaya kekuasaan semakin kuat terkonsentrasi padanya. Seperti kasus yayasan-yayasan, semua itu untuk kekuasaan. Dia jadikan salah satu sumber dana menghimpun keku­atan untuk mempengaruhi orang lain. He needs money to buy power, lebih mengarah ke sana. Tapi memang… pengaruh anak-anaknya besar sekali.   Perhatian pada anak yang berlebihan ini, sebagai mantan menteri dan besan, adakah penjelasan rasional yang Anda bisa sampaikan? Mungkin begini… Saya pernah membicarakan masalah ini dengan orang tua saya, ibu saya. Memang ada semacam beban kejiwaan masa lalu. Suatu waktu dalam satu acara keluarga, waktu saya berusa­ha memperkenalkan keluarga kami dan nanya perihal keluarga Pak Harto, tanpa saya duga dia berbicara dengan sangat intens mengenai masa lalu dirinya.   Tepatnya kapan kejadian itu? Oh, itu saat saya melamar Titiek (untuk jadi isteri Prabowo—Red.). Yah, ini saya buka sekalian saja. Pak Harto bercerita bahwa sewaktu dia masih dalam kandungan, ibunya sudah mengasingkan  diri  dari dunia keduniaan. “Jadi sejak lahir saya sebenarnya enggak kenal ibu kandung saya. Jadi saya besar di desa. Saya jadi rebutan saat saya umur 10 tahun, antara keluarga yang mengasuh saya dengan bapak kandung saya. Kemudian saya dikompromikan ditaruh di Wonogiri, di keluarga mantri, bapaknya Sudwikatmono. Makanya Sudwikatmono lebih dari saudara kandung….” Begitu menurut ceritanya.   prabowo004   Makna dari peristiwa itu? ltulah yang membuat dirinya berlebih terhadap anak-anaknya. Karena tidak mau anak-anaknya bernasib seperti masa kecilnya yang gelap keluarga dan kasih sayang orang tua aslinya. Makanya sekarang ia tebus dengan memberikan segalanya pada anak-­anaknya.   Artinya, dalam hal ini posisi anak di sini dengan posisi bangsa dan negara, menurut Anda, kira-kira kalau Pak Harto disuruh mengambil pilihan, dia akan memilih yang mana? Nyatanya dia pilih anaknya. Kenapa? Saudara tadi bicara soal sindrom, saya rasa dia juga terbiasa merasakan ungkapan l‘Etat c’est moi, negara adalah saya. Itu ‘kan sindrom budaya keraton juga, tuh. Seperti Amangkurat VII, bukan Amangkurat I.   Anda sebagai besan pernah nggak menegur? Mungkin saya satu-satunya. Dua kali tentang anaknya. Saya dengar bahwa Benny Moerdani juga pernah singgung itu, tapi dimarahi. Saya dengar dari Sudharmono. Saya datang ke dia, nggak tahu persis kapan, mungkin kira-kira 6-7 tahun lalu, dua kali saya nanya di Cendana. Saya kan Ketua Umum IKPN (Ikatan Koperasi Pegawai Negeri), saya sampaikan bahwa putra-­putra Bapak sudah menjadi isu politik. Saya sengaja nggak mengritik, hanya menyampaikan fakta saja. Dia diam, tidak ada perubahan. Saya nggak tahu apa dia marah atau dia terima. Waktu saya pamit, di pintu dia bilang, “Iya Pak Mitro, saya menyadari anak-anak saya terkena isu politik.” Nah, saya kan lega.   Mengapa hasilnya tetap sama, tak ada perubahan berarti? Wah, itu yang saya sulit mengerti…   Bagaimana Anda memposisikan Pak Harto sebagai seorang besan? Ini hubungan yang sifatnya pribadi, jadi saya akan bicara secara umum saja. Saya kira tidak usahlah menilai hubungan pribadi dalam konteks pembicaraan ini. Saya tidak pernah membantah bahwa saya mempunyai utang budi politik kepada Soeharto, sebab dialah yang memungkinkan saya kembali ke tanah air dari pengasingan. Dia sengaja mengirim Ali Moertopo untuk menemui saya dan meminta saya pulang. Akan tetapi utang budi saya yang paling utama dan lebih luas lagi ialah kepada rakyat dan masyarakat bangsa saya. Di kala kepentingan rak­yat dilanggar, dan ini terjadi beberapa kali dalam pengalaman saya, waktu itu juga saya harus berpihak pada kepentingan rakyat banyak.   Kalau Anda sendiri terhadap anak-anak Anda bagaimana? Waktu Hashim (adik Prabowo) selesai sekolah, saya masih dalam kabinet. Ketika dia mengatakan mau bisnis di Indonesia, saya jawab, “Selama saya masih jadi menteri, Please… Not in Indonesia!” Makanya dia kerja di luar waktu itu. November 1977, saya datang kepada Pak Harto, lalu saya katakan, “Nanti tahun 1978 saudara akan mempertimbangkan susunan kabi­net, saya jangan dimasukkan lagi, saya sudah mendekati 60 tahun…. Hashim itu mau berkarir di bidang bisnis, selama saya masih dalam pemerintahan nggak saya perkenankan….”   Jawaban Pak Harto? You know what he said, yang mengejutkan dia bilang soal Hashim… “Kalau begitu Pak Mitro enggak adil terhadap anak-anak.” Nah, coba itu kan pandangan yang sangat berbeda. Sementara saya selalu anjurkan kepada anak-anak saya untuk tidak bergantung pada bantu­an dan kemampuan orang tua. Maklum etos itu telah saya tanamkan sejak saya jadi buron politik di zaman pemerintahan Bung Karno. Hidup di luar negeri itu harus mandiri. Kalau soal anak, Pak Harto memang sangat lemah dan di situlah kelemahannya yang mendasar.   Sebagai ayah, Anda sendiri bagaimana menghadapi kasus Prabowo ini? Begini, saya mulai dengan dua hal dulu. Saya mengingatkan apa yang pernah saya bilang selalu sebagai prinsip dasar yang tak dapat ditawar-tawar lagi oleh setiap anggota keluarga: unequivocally, human dignity, dan social justice merupakan hal yang harus selalu dijunjung tinggi. Tanpa itu, mau jadi apa kita?! Saya nggak bisa membayangkan menghadapi situasi sekarang. Itu pertama. Kedua, dengan situasi sekarang saya sekeluarga mendukung segenap langkah yang bertujuan menegakkan keadilan masyarakat, termasuk dalam kasus Prabowo. Mengadili perwira dalam tata cara yang tidak fair dan tidak kesatria itu yang tidak saya setuju. Dalam kaitan human dignity dan human right, jangan atasan harus selalu benar…. Saya masih ingat tahun per­tama dia di Akabri, taruna di situ diajar untuk “kejam” sekali. Taruna kedua, ketiga, itu boleh apa saja terhadap juniornya. Di West Point nggak boleh begitu. Jadi darnpak dari budaya pendidikan seperti itu, saya rasa sekarang it is danger, apalagi seperti menghadapi Raja Jawa ini (Soeharto—Red.), jenderal-jenderal nggak berani.   prabowo 03   Kembali pada kasus Prabowo, bagaimana dia sebagai militer dalam pandangan Anda? Dalam beberapa hal Bowo mungkin kompromi. Seperti saya kasih kasus di Timor Timur itu, nggak mungkin sama komando mem­bangkang atasannya. Tapi ada kasus dia ternyata membangkang. Karena tidak mau nurut perintah disuruh membunuh tawanan perang yang tak bersenjata. Saya mendukung langkah-langkah dia yang seperti itu, walau terkena sanksi tak apalah.   Termasuk yang sekarang? Kasus Bowo khusus kali ini kok seakan-akan asas keadilan ini jadi kabur. Karena, pertama, Prabowo pada khususnya dan Kopassus pada umumnya, seolah yang paling bersalah dan satu-satunya yang diper­salahkan. Bahwa ada berbagai instansi dan kesatuan yang terlibat, mengapa harus ditutup-tutupi? Toh semua yang terjadi merupakan satu paket program, untuk menegakkan kekuasaan, status quo.   Jadi, dalam kasus Prabowo, Anda bukan tidak setuju untuk diusut tuntas? Caranya itu, loh. Dan, ini kan juga diakui oleh bekas-bekas korban penculikan. Mereka tidak ingin hanya Kopassus. Dengan dibawa ke Kramat (wilayah komando Kodam V Jaya—Red.), jelas yang terlibat bukan hanya Kopassus. Tapi mengapa semua seolah-olah terpusat ke Bowo, semua kecaman ditujukan ke dia?! Apakah seorang Prabowo begitu berkuasa hingga bisa perintah sana-sini ke berbagai daerah dan institusi? Padahal, menurut seorang mantan Kasad, seperti ditulis DeTAK, kalau dalam ABRI ada oknum yang salah itu dua tingkat di atas kena, turut bertanggung jawab. Sebagai Danjen Kopassus kan dia punya dua atasan, KSAD dan Pangab waktu itu, mereka nggak mungkin nggak tahu, seharusnya mereka tahu!   Tapi ada juga kebiasaan yang mengatakan bahwa bisa saja mere­ka nggak tahu karena… Maksud Saudara adanya Pangti? Yak, seperti yang dibenarkan oleh Hasnan Habib, Pangti itu (Soeharto—Red.) punya kebiasaan untuk langsung kasih perintah ke bawahan tanpa menghiraukan tingkat-tingkat hierarki. Saya itu sebagai menteri kadang-kadang di-by pass (dipo­tong). Nah, itu kebiasaan Raja Jawa. Tapi bagi dia that’s right. Jadi tidak pernah ada keberanian mengungkap secara kesatria tentang KSAD, Pangab, dan Pangti. Kalau yang tiga ini dipertanyakan baru ada pengertian justice, keadilan, that’s about it.   Hal lain yang Anda anggap sebagai penyimpangan keadilan? Intinya seperti tadi itu, tapi cara pemberitaan dari sementara kalang­an media dari dalam maupun luar negeri juga patut disesalkan, kare­na banyak berita cenderung mengandung hukuman. Seolah tidak ada asas praduga tak bersalah yang dipegang. Sudah cenderung meng­hakimi. Beberapa di antaranya tidak segan-segan membikin profil­-profil personality yang sudah menodai tabiat pribadinya.   prabowo007   Seperti apa misalnya? Salah satu media menulis, Prabowo kemarin pergi umroh dan sekarang dia entah di mana… Padahal jelas dia ada di sini. Untung Gus Dur turut membantah isu tersebut. Kemarin, tanggal 1 September, kita merayakan ulang tahun istri saya. Bowo ada di sini dengan Titiek dan anaknya. Jadi apa maksud melancarkan pemberitaan yang menyudutkan itu? Ini kan sudah merusak citra pribadi dan nilai personality dia (Prabowo).   Mengapa tidak secara resmi dilakukan bantahan? Saya enggak mau seakan-akan karena dia itu anak saya maka saya bela-­bela, kita hanya ingin melihat ada justice, keadilan. Harapan saya hanyalah adanya perlakuan dan tanggapan terhadap Prabowo secara adil dan lancar. Tapi mengapa asas keadilan seakan-akan jadi kabur? Tentu saya enggak mau bilang bahwa dia itu seluruhnya benar, tapi semua salah pun saya tidak berani katakan.   Tapi kenapa dari keluarga Bapak seringkali tidak menggunakan hak jawab? Karena, pertama, dalam proses ini kan Bowo terus-menerus diproses dalam DKP, kita tidak mau tambah mempersulit kedudukannya. Jangan sampai ada distorsi atas tragedi yang ada.   Dengan dipecatnya Bowo, bagaimana perasaan sebagai seorang ayah? Sedih tentunya. Karena saya tahu Bowo… Dia itu kan hanya men­jalankan perintah. Sebagai militer, sulit saya untuk sepenuhnya menyalahkan dia. Kalau dia seorang sipil, jelas dia telah melanggar hak asasi manusia. Tapi kalau memang mau mengusut sesuatu, hen­daknya bersifat menyeluruh.   Maksud Anda? Cari siapa dalang sesungguhnya di balik berbagai peristiwa. Mengapa tidak usut tuntas kasus Tanjung Priok, Kasus Lampung, dan lainnya?   Kalau bicara keadilan, artinya posisi Pangti pun harus diper­tanyakan? Iya, dong. Asal-usulnya dari sana kok. Mengapa tidak usut tuntas kasus Tanjung Priok, Lampung, dan lainnya? Siapa yang paling bertanggung jawab? Saya katakan ini bukan dengan dasar dendam atau sentimen. Saya bukan pendendam. Dulu saya jadi buronnya Bung Karno, tapi hubungan saya dengan Bu Fatmawati sangat baik. Jadi semata-mata hal ini saya lakukan karena menegakkan keadilan sudah menjadi kebutuhan dan tuntutan masyarakat luas.   Bicara soal keadilan, dalam hal DKP yang harus menggunakan norma-norma militer dalam menegakkan kehormatan perwira, kesan Anda bagaimana? Saya sendiri kurang tahu persis apa yang terjadi. Bowo juga enggak mau banyak omong selama proses ini. Tapi kadang-kadang kan ada kebocoran juga. Bukan dari Bowo saja, tapi ada lah yang lapor. Saya ‘kan dulu mengajar di mana-mana, di Seskoad, Seskogab, Lemhanas, dan masih banyak lagi.   Kenyataannya, proses belum selesai tapi hukuman sudah dijatuhkan, bagaimana Anda menanggapi hal ini? Dari sudut legalitas kan segalanya sudah diserahkan pada Pangab. Apa ada kemungkinan proses pengusutan berkembang sampai ke tingkat yang lebih tinggi, jawabannya ya dan tidak. Saya merasa kemungkinan ada juga keseganan untuk meneruskan. Kalau toh dianggap secara legalitas final, secara morality sebenarnya belum final.   Khusus dalam kasus putra Anda, Prabowo? Yah, kalau saudara mau bersikap kritis, coba bertanya; mengapa 9 (sembilan) aktivis yang diculik selamat semuanya, tapi yang 14 (empat belas) lainnya masih hilang sampai hari ini, apa ya mereka masih hidup?   Maksud Anda? Karena yang sembilan orang itu, memang sepengetahuan Bowo dan dibebaskan dengan selamat atas kehendak Bowo pribadi.   Maksud katapribadi dalam kaitan ini? Karena perintahnya tidak begitu.   Bagaimana perintah itu sebenarnya? Perintahnya bukan hanya diculik, tapi mungkin lebih jauh lagi.   Dihabiskan maksudnya? (Menjawab hanya dengan anggukkan kepala sambil menyimpan suatu perasaan yang terkesan sangat dalam).   Setahu Anda siapa yang memerintahkan Prabowo melakukan hal itu? Siapa lagi kalau bukan seseorang yang sangat berkuasa?   *) Dimuat di Tabloid DETAK No. 09/I, 8-14 September 1998.  

Kelebihan Prabowo sebagai Capres 2014

  Beberapa pembaca menanyakan tentang penyebab Prabowo Subianto menduduki posisi teratas sebagai calon presiden paling disukai rakyat. Berbagai sebab saling terkait yang menyebabkan dukungan tinggi terhadap mantan Komandan Jenderal Kopassus pada masa Soeharto itu. Pertama, Prabowo Subianto memiliki karakter sebabagi pemimpin. Buktinya beliau memimpin banyak organisasi selepas pensiun sebagai militer. Kedua, Prabowo memiliki partai, Partai Gerindra. Dengan memiliki partai publik menjadi jelas akan arah pencalonannya. Prabowo berbeda dengan para tokoh lain yang tidak memiliki partai seperti Mahfud MD, Anies Baswedan, Dahlan Iskan. Ketiga, Prabowo berasal dari suku Jawa. Mau tidak mau, suka tidak suka mayoritas penduduk tinggal di pulau Jawa. Faktor Jawa Prabowo menjadi nilai lebih. Keempat, Prabowo beragama Islam. Meski primordialisme semakin terkikis, namun pada kenyataannya sebagian besar masyarakat masih sangat kental dengan semangat segergitas. Ini dibuktikan dengan beberapa pilgub yang dimenangkan justru oleh kelompok kader pengusung semangat segregitas-primordialis seperti PKS misalnya. Kelima, Prabowo hanya membutuhkan kehormatan sebagai presiden. Prabowo sudah memiliki kekayaan yang didapatkan secara sah bukan karena korupsi seperti yang dilakukan oleh banyak partai. Keenam, Prabowo adalah sosok nasionalis yang mampu menjaga tanah air, pulau dan perairan Indonesia dan akan membela sampai titik darah penghabisan. Prabowo pernah membuktikan dengan berbagai operasi di Papua, Timor Timur. Prabowo akan membebaskan Sipadan-Ligitan dari genggaman Malaysia. Ketujuh, Prabowo laki-laki. Di Indonesia masyarakat Islam tradisional dan jumud dengan diwakili oleh Ustadz Wahabi selalu mendorong anti calon presiden perempuan. Contoh Megawati ditolak oleh MPR menjadi Presiden meskipun PDIP pemenang Pemilu 1999. Melihat 7 kekuatan dan kelebihan Prabowo Subianto tersebut sudah selayaknya Prabowo memimpin dalam berbagai polling dan survey. Namun demikian musuh politik Prabowo seperti PKS – yang pada zaman Soeharto kelompok Islam dimarjinalisasikan – menjadikan Prabowo sebagai musuh. Prabowo selalu dituduh oleh kalangan kiri dan kelompok LSM kampung sebagai orang yang terlibat dalam kasus Operasi Mawar yang tidak pernah terbukti. Semakin besar dan tinggi elektabilitas Prabowo, semakin kencang tolakan dan upaya musuh yang tidak nasionalis menghadang Prabowo. Namun bukti elektabilitas tinggi Prabowo menunjukkan masyarakat sudah paham kampanye kotor terhadap Prabowo. Selamat datang Presiden Prabowo. Salam bahagia ala saya.

Ini Kelebihan dan Kelemahan Prabowo-Hatta

Kamis, 07 Februari 2013, 19:16 WIB

Komentar : 1
 
 
Republika/Yasin Habibi
Prabowo Subianto
Prabowo Subianto
 
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Ketua DPP Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana, menilai Prabowo Subianto merupakan figur yang cukup menjanjikan diusung sebagai calon presiden (capres). “Pak Prabowo saya kira cukup menjanjikan,” kata Sutan ketika dihubungi, Kamis (7/2). Sutan mengatakan, sebagai capres Prabowo memiliki sejumlah keunggulan. Pertama, Prabowo memiliki karir kepemimpinan yang baik di bidang militer. Kedua, Prabowo pernah menempuh pendidikan di luar negeri. Hal ini tentu membuat Prabowo mampu menguasai bahasa asing yang dibutuhkan dalam misi-misi diplomasi Indonesia. Ketiga, Prabowo figur yang matang secara finansial. Kondisi ini bisa memberikan harapan kepada masyarakat Prabowo tidak korupsi saat menjadi presiden. “Ini sisi positifnya,” ujar Sutan. Terlepas dari segala kelebihannya, Prabowo juga memiliki sejumlah kekurangan. Sutan mengatakan, kekurangan utama Prabowo dan kasus HAM yang menjerat dirinya. Dia mengatakan kasus HAM yang menjerat Prabowo sampai saat ini belum tuntas. “Ini akan menjadi batu sandungan Prabowo,” katanya. Selain itu, Prabowo juga memiliki kelemahan dalam mengelola kepemimpinan diri. Menurut Sutan sebelum memimpin negara, seorang pemimpin mesti bisa memimpin diri sendiri. Dia menyatakan Prabowo sampai saat ini belum memiliki pendamping. Dia berharap Prabowo bisa segera melengkapi kekurangannya ini. “Supaya seorang laki-laki itu sukses kalau didampingi wanita yang kuat. Pemimpin harus bisa memimpin keluarga,” ujarnya. Terkait nama Hatta Rajasa yang digadang-gadang bakal menjadi pasangan Prabowo di bursa Capres-Cawapres Pemilu 2014, Sutan juga punya pendapat. Figur Hatta menurutnya memili pengalaman yang baik di bidang organisasi. “Kekuatan Hatta dia punya pengalaman. Piawai memimpin organisasi,” katanya. Sayang Hatta punya kelemahan elementer sebagai calon pemimpin. Hatta, imbuh Sutan, tidak berasal dari kalangan Jawa. Betapapun, mayoritas pemilih Indonesia berasal dari suku Jawa. “Meskipun tidak tertulis presiden bukan orang Jawa, rata-rata penduduk republik masih berasal dari Jawa,” ujarnya.

Prabowo, Bangunkan ‘Macan Tidur’